Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Diberi Grasi Junta Myanmar, Ini Profil Aung San Suu Kyi yang Sudah Berkonflik dengan Militer Sejak Dulu

Aung San Suu Kyi sudah lama berkonflik dengan militer Myanmar. Ia bahkan sudah pernah dijadikan tahanan rumah sebelumnya.

3 Agustus 2023 | 18.17 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aung San Suu Kyi. REUTERS/Athit Perawongmetha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar memberikan grasi kepada tokoh demokrasi terkemuka Aung San Suu Kyi untuk lima dari 19 yang dia lakukan dengan total 33 tahun. Media pemerintah Myanmar yang dikuasai militer melaporkan soal grasi terhadap Suu Kyi pada Selasa, 1 Agustus 2023. Tetapi sebuah sumber informasi mengatakan dia akan tetap ditahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dia tidak akan bebas dari tahanan rumah," kata sumber yang menolak disebutkan namanya karena sensitifnya isu tersebut, dilansir Reuters.

Profil Aung San Suu Kyi

Dilansir dari Britannica, Aung San Suu Kyi lahir pada 19 Juni 1945 di Rangoon, Burma yang sekarang menjadi Yangon, Myanmar. Aung San Suu Kyi baru berusia dua tahun ketika ayahnya, yang saat itu menjadi perdana menteri de facto di Burma yang akan segera merdeka, dibunuh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia bersekolah di Burma hingga tahun 1960, ketika ibunya diangkat menjadi duta besar untuk India. Setelah belajar lebih lanjut di India, dia kuliah di Universitas Oxford, di mana dia bertemu dengan calon suaminya, sarjana Inggris bernama Michael Aris.

Mereka memiliki dua anak dan menjalani kehidupan yang cukup tenang hingga tahun 1988, ketika Aung San Suu Kyi kembali ke Burma untuk merawat ibunya yang sakit kritis, meninggalkan suami dan anak-anaknya.

Jadi tahanan rumah

Hidup Suu Kyi berubah saat meletup pembantaian massal yang dipicu unjuk rasa melawan kebrutalan dan sikap militer Myanmar yang tak responsif di bawah kepemimpinan U Ne Win. Ketidak-adilan ini mendorong Suu Kyi untuk menyuarakan pandangannya yang mencecar U Ne Win

Seperti sudah bisa diduga, sikap frontal Suu Kyi itu membuatnya dijatuhi hukuman. Pada 1989, Suu Kyi secara resmi dikenai hukuman sebagai tahanan rumah, tanpa boleh berkomunikasi.

Suu Kyi tentu saja memprotes hukuman yang dijatuhkan padanya. Namun yang terjadi dia disorongkan tawaran, dia bisa dibebaskan dari tahanan rumah asalkan dia angkat kaki dari Myanmar selamanya, tanpa boleh kembali lagi ke Myanmar.

Suu Kyi menolak tawaran tersebut. Dia pun menuntut Pemerintah Myanmar agar dikembalikan ke sipil dan tahanan politik dibebaskan. Tuntutan Suu Kyi tidak digubris.

Partai Suu Kyi memenangkan parlemen

Pada 1990, Liga Nasional Demokrasi, partai yang salah satunya didirikan oleh Suu Kyi memenangkan pemilu parlemen, namun hasilnya dianulir oleh militer Myanmar. Suami Suu Kyi, Aris mendaftarkan perjuangan istrinya menegakkan demokrasi di Myanmar, ke panitia Nobel.

Penghargaan Nobel Perdamaian

Perjuangan Suu Kyi diakui dunia. Pada 1991, dia memenangkan Nobel perdamaian. Namun kemenangan ini tidak serta-merta membuat nasib Suu Kyi berubah.

Baru pada 1995, dia dibebaskan dari tahanan rumah dengan syarat dan kondisi tertentu. Diantara syarat tersebut, dia tidak boleh keluar dari Yangon, daerah tempat tinggalnya. Dia pun tak bisa menghadiri pemakaman suaminya yang meninggal karena kanker.

Kembali menjadi tahanan rumah

Pada September 2000, Suu Kyi kembali menjadi tahanan rumah karena mencoba melanggar larangan keluar dari Kota Yangon. Dua tahun kemudian, dia dibebaskan dari tahanan rumah dan delapan tahun berikutnya, larangan terhadap aktivitas Suu Kyi dilonggarkan oleh pemerintah.

Di sinilah Suu Kyi merasakan kebebasan sepenuhnya setelah bertahun-tahun menjadi tahanan rumah. Dia pun diizinkan ke luar negeri untuk pertama kalinya sejak 1988. Tanpa membuang tempo, Suu Kyi mengumumkan akan mengikuti pemilu parlemen. Seperti sudah bisa ditebak, dia pun memenangkan pemilu.

Disorot dunia karena sikap diamnya terhadap etnis Rohingya

Pada 2016, Suu Kyi menduduki beberapa jabatan di pemerintahan, salah satunya sebagai penasehat negara yang pada dasarnya membuatnya secara de facto memimpin negara.

Di tengah puncak kejayaannya, Suu Kyi dikritik oleh pemimpin dunia terkait sikap diamnya terhadap pembantaian etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine oleh militer Myanmar. Genosida terhadap etnis Rohingya ini disebut sebagai upaya untuk merebut wilayah yang selama ini ditinggali etnis minoritas tersebut.   

Suu Kyi yang bergeming dikritik dan dinilai ironis mengingat dia adalah peraih Nobel perdamaian. Sempat muncul dorongan agar panitia Nobel mencabut penghargaan itu, namun pencabutan tersebut tidak bisa dilakukan.

Digulingkan lewat kudeta militer

Di tengah upaya negara-negara di dunia memerangi wabah virus corona atau persisnya pada pekan pertama Februari 2021, Suu Kyi digulingkan lewat kudeta militer

Panglima Militer Myanmar, Min Aung Hlaing melakukan kudeta terhadap Pemerintahan Suu Kyi atas tuduhan telah melakukan penipuan atas hasil pemilu pada 8 November 2020 lalu, yang dimenangkan oleh Partai NLD. Partai tersebut salah satunya didirikan oleh Suu Kyi.

Komisi Pemilihan Umum Myanmar mengabaikan tuduhan mal-praktik dari Aung Hlaing tersebut. Pengacara Suu Kyi menyebut kliennya sampai 8 Februari 2021, masih berada dalam tahanan polisi. Dia bahkan tak diizinkan untuk menemuinya.   

DANIEL A. FAJRI | SUCI SEKARWATI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus