JURUS Cina kini ikut ambil bagian di kancah pertarungan Arab-Israel dan Iran-Irak. Itulah akibat penjualan peluru kendali jarak sedang Ulat Sutera kepada Arab Saudi bulan silam. Angin pukulan jurus itu ternyata mengakibatkan macam-macam. Pemerintah AS terpaksa memanggil kembali Hume Horan, duta besarnya yang baru berdinas sekitar enam bulan di Riyadh. Memang, Washington menolak anggapan bahwa penarikan Horan ada hubungannya dengan penjualan rudal Cina kepada Saudi. Tapi sudah menjadi rahasia umum bahwa ketika penjualan senjata Cina itu "bocor", Horan-lah yang atas instruksi Washington memprotes pemerintah Saudi. Dan tampaknya tuan rumah lalu tersinggung. Memang, jurus Cina di Timur Tengah itu bagaikan suatu pukulan, pahng tidak, ke empat sasaran: Amerika, Israel, Uni Soviet, dan Taiwan. Yang sudah jelas, Washington dan Israel kini berada dalam posisi serba salah. Riyadh berpaling ke Beijing lantaran Kongres Amerika memveto penjualan pesawat-pesawat canggih F-16 kepada Saudi. Kongres yang sarat dengan lobi Yahudi itu menganggap pembelian itu bisa mengancam Israel. Dengan pembelian Ulat Sutera itu Saudi membuktikan diri tak perlu tergantung AS. Bagi Uni Soviet, penjualan rudal Cina ini berarti kini RRC selangkah lebih maju dalam ikut berperan di Timur Tengah. Selama ini, tanpa banyak hasil, Uni Soviet berusaha berperan kembali di kawasan konflik itu, setelah kehilangan Mesir yang di bawah Anwar Sadat tiba-tiba berbalik ke Barat. Soviet hanya punya pengaruh terbatas pada Libya dan beberapa rezim kiri yang kurang berperan. Israel pun bagaikan cacing kepanasan. Hadirnya Ulat Stera membuat negeri Yahudi ini tak enak bernapas. Jarak Saudi-Israel dengan mudah bisa dicapai oleh Ulat Sutera, itu sebabnya Israel sampai mengeluarkan jurus gertak, berjanji menghancurkan rudal Saudi sebelum digunakan. Tapi, kalau ancaman ini benar-benar dilaksanakan, jelas itu akan memojokkan Amerika. Lantaran akan lebih menjauhkan Saudi dari pelukan Washington, tulis mingguan The Guardian. Taiwan pun turut kebagian getahnya. Sejauh ini Saudi hanya mengakui dan punya hubungan cukup mesra dengan Cina yang satu ini, ya Taiwan itu. Hampir dapat dipastikan, dalam waktu tak lama lagi Riyadh akan mengalihkan pengakuannya dari Taipei ke Beijing. Itu memang yang dikehendaki RRC, yang selalu berusaha memojokkan negara pulau itu secara diplomatis. Gunanya, untuk memaksa negara pulau itu bersedia berunding, dan kembali ke haribaan Cina. Mengisolasi Taiwan secara diplomatis adalah salah satu taktik Cina untuk membuat Taipei bertekuk lutut. Lihat saja, Asisten Menteri Luar Negeri Qi Huaiyuan beberapa waktu lalu telah berkunjung ke Riyadh. Hasilnya, perluasan hubungan dagang, ekonomi, dari kerja sama kebudayaan antara kedua negara. Qi tak lupa mengatakan bahwa pemerintahnya telah mendapat jaminan dari Saudi bahwa Ulat Sutera hanya akan digunakan untuk mempertahankan diri. Apa pun alasannya hadirnya rudal Cina menambah konflik di Timur Tengah bisa makin panas dan ruwet.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini