KASHMIR dengan alamnya yang indah adalah salah satu tujuan wisata terpenting di seluruh Asia Selatan. Tapi, itu dulu. Sekarang ia malahan dijauhi para turis. Sebabnya, polarisasi politik di sana makin kacau dan kekerasan makin merajalela. Dan sementara itu pengaruh India dan Pakistan, dua negara yang memperebutkan wilayah tersebut, makin luntur. Sedangkan perjuangan rakyat Kashmir sendiri makin terpecah. Javed Ahmed Mir, pemimpin kelompok militan, adalah salah satu contoh kompleksnya masalah Kashmir. Pemimpin satu dari sekian faksi yang menginginkan tanah sengketa itu merdeka pada Sabtu silam mengatakan, ia dan pengikutnya akan mengadakan longmarch menuju garis demarkasi yang membagi India dengan Pakistan. Rencananya, mereka akan bergabung dengan para rekan seperjuangan dari wilayah Pakistan yang juga merencanakan gerakan semacam. Kata Mir, yang menjadi komandan sayap militer Front Kemerdekaan Jammu dan Kashmir, iring-iringan itu bagian dari kampanye untuk menumpulkan pengaruh Pakistan atas Kashmir. "Karena Pakistan telah bersekongkol dengan India untuk mengatur kami, kami pun harus bergabung dengan rekan-rekan kami di seberang sana untuk melawan keduanya," kata Mir dari tempat persembunyiannya di Srinagar, ibu kota musim panas Kashmir. Dengan aksi protes itu, Mir dan para pendukungnya hendak mengatakan, rakyat Kashmir, baik yang ada di wilayah yang dikuasai Pakistan maupun di bagian India, tak mengakui pembagian Kashmir menjadi dua wilayah. Sudah sejak awal India dan Pakistan menganggap pawai unjuk kekuatan itu sebagai tindakan sangat berbahaya, mengingat suasana garis demarkasi sudah sangat tegang. Dua tahun silam India dan Pakistan hampir saja terjerumus ke dalam perang ketika kaum militan Kashmir di wilayah yang diduduki India berontak. Dalam serentetan kerusuhan antara kaum militan dan pemerintah India, tak kurang dari 6.500 jiwa orang Kashmir melayang. Sedangkan pasukan keamanan Pakistan telah menewaskan 15 orang militan. Sebelum itu, sejak kedua negara tersebut memperoleh kemerdekaan pada 1947, keduanya telah terlibat dalam dua perang besar untuk memperebutkan Kashmir. Karena itulah, kedua pihak siap-siap mencegah terjadinya longmarch itu, apalagi sampai melanggar garis demarkasi. Ratusan tentara Pakistan dengan dilengkapi oleh alat-alat pengendalian huruhara sudah memblokade jalan ke arah perbatasan. "Melanggar perbatasan tanpa senjata sama saja dengan mengundang tentara India untuk menembak dan itu tak bedanya dengan bunuh diri," kata Sardar Abdul Qayyum, perdana menteri negara bagian Kashmir. Di pihak India, penjagaan agak kurang ketat. Semua jalan dan celah yang menuju perbatasan dijaga dengan keras, dan jam malam pun diterapkan. Konon, karena ketatnya penjagaan di kedua sisi perbatasan itu iring-iringan yang sedianya diadakan pada Senin pekan ini terpaksa batal. Sebelum semangat bergabung dengan Pakistan oleh para militan Kashmir menjadi redup, dulu ciri utama perjuangan kemerdekaan rakyat Kashmir yang sebagian besar beragama Islam itu memang menjadikan Kashmir bagian dari Republik Pakistan. Tapi, mungkin belajar dari ketidakstabilan Pakistan sejak di bawah rezim Zia ul Haq dengan republik Islamnya, para pejuang Kashmir banting setir. Mendirikan negara sendiri yang bebas, merdeka, dan berdaulat sekarang menjadi impian mereka. Pada mulanya taktik gerilya yang diterapkan front Pembebasan sangat tak menyenangkan rakyat Kashmir. Karena pemerintah India sering mengadakan pembalasan yang lebih banyak meminta korban orang sipil. Tapi, karena para penguasa Kashmir sering mengandalkan pasukan paramiliter yang sering berbuat kejam terhadap penduduk sipil, sikap rakyat berbalik. Sekarang bahkan wanita dan anak-anak pun turut meneriakkan slogan Hame chahiye, azaadi (Kami ingin kemerdekaan). Sejak 1990 pula pergolakan di Kashmir penuh berlumuran darah dan diwarnai dengan taktik teror dari kedua pihak. Pemimpin tertinggi Front Pembebasan Jammu dan Kashmir, Amanullah Khan, sudah sejak tahun silam berada di bawah tahanan polisi India. Keinginan militan Kashmir untuk merdeka itu timbul juga karena sikap Pakistan yang tampaknya tidak tegas. Mungkin karena kekhawatiran terjadinya perang India-Pakistan, Karachi tidak tuntas dalam mendukung gerakan kemerdekaan Kashmir. Dalam dua perang memperebutkan Kashmir, tentara Pakistan dibikin babak belur. Repotnya lagi, Front Pembebasan hanyalah salah satu dari sekian banyak faksi yang berjuang untuk kemerdekaan, walaupun ia yang terbesar. Masih ada lagi kelompok yang lebih kecil, dan kelompok pro Pakistan. Yang terakhir ini berhimpun di bawah organisasi yang bernama Hizbul Mujahedin dan Kekuatan Janbaaz Muslim. Tapi, simpati rakyat makin lama makin pada kelompok Amanullah Khan, yang tadinya minoritas. Sekarang bahkan perdana menteri Pakistan Nawaz Sharif pun mulai condong ke pendapat untuk memberi kemerdekaan kepada Kashmir. Persoalannya sekarang, apakah India setuju. Dan kalaupun Karachi dan New Delihi sudah satu kata, keadaan di Kashmir tak akan aman dengan sendirinya. Faksi-faksi yang begitu banyak itu sering saling bunuh. Gambaran tentang kekacauan itu dilukiskan oleh kata-kata Mir kepada wartawan India Today, "Kami punya dua musuh. Sekarang yang kami hadapi dulu adalah India . . .." A. Dahana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini