KITA akan bebaskan dunia melalui revolusi," kata Abu Sharif.
Panglima Pastaran (Pengawal Revolusi Islam Iran) itu berbicara
pada pertemuan para komandan di Kermansham, sebuah kota di
Kurdistan. Dia juga mengingatkan bahwa Pastaran tak akan pernah
istirahat sebelum tercapai sepenuhnya pembebasan Palestina,
Afghanisran, Eritria Libanon, Filipina dan Irak. "Adalah
kewajiban Pastaran untuk menyebarkan revolusi pada tingkat
internasional," kata Sharif pula pada kantor berita Pars di
Teheran pekan lalu.
Ternyata pernyataan Sharif ini mendapat dukungan tokoh ulama di
Qom. Allameh Yahya Nouri, salah seorang ulama terkemuka dalam
revolusi Iran, yang dikutip Kayhan International, mengatakan
bahwa prinsip tidak mencampuri urusan internasional negara lain
adalah sikap kolonial. "Dari pandangan Islam, kita tak bisa
tinggal diam kalau melihar pembunuhan secara besar-besaran
seperti yang terjadi di Afghanistan" kata Nouri. Baginya negara
Islam tidaklah harus dilihat sebagai suatu negara asing.
Islam Shiah
Mungkin sebab itu pula negara-negara di Teluk Aqaba mulai merasa
gusar dengan perkembangan revolusi di negara tetangganya itu.
Pemerintah Kuwait dua pekan lalu mengusir wakil khusus Ayatollah
Khomeiny, Haj Sayed Abbas Mohri bersama 18 orang keluarganya.
Seorang puteranya, Haj Ahmad Mohri ditahan sejak awal bulan lalu
karena melakukan pertemuan politik di mesjid.
Begitu pula halnya dengan Haj Sayed Al Modaressi, wakil khusus
Khomeiny di negara Persatuan Emirat Arab (UAE). Ia diusir
setelah ditahan selama seminggu. Sebelum itu Al Modaressi adalah
utusan Khomeiny di Bahrain.
Tindakan pemerintah Kuwait dan UAE ini tentu saja mendapat
kecaman pers Iran. "Tindakan secepat itu seharusnya bukan datang
dari negara Islam," ulas koran Islamic Republic, Teheran.
Apalagi Abbas Mohri dianggapnya bermaksud mendekatkan rakyat
dengan kebudayaan revolusioner Islam dan menggerakkan mereka
untuk melawan imperialis internasional. Cuma kekhawatiran Kuwait
itu mungkin beralasan juga karena, menurut kalangan ulama di
Teheran, separoh dari penduduk Kuwait adalah Islam Shiah.
Menanggapi pernvataan ulama dan pers, Menlu Ibrahim Yazdi
mengatakan di New York bahwa itu bukanlah suara resmi pemerintah
Iran. Dia menganggap bahwa revolusi bukan sesuatu yang bisa
diekspor ke negara lain.
Mungkin patut juga dicatat bahwa dalam revolusi Iran yang belum
selesai itu masih ada terdengar aliran yang lunak. Umpamanya
putera Ayatollah Khomeiny, Hajatoleslam Ahmad Khomeiny mencela
tindakan eksekusi yang dilakukan selama ini. Dia juga mengutuh
penghukuman terhadap pelacur yang menurutnya sewenang-wenang.
"Jika penggunaan kekerasan lebih elektif, pasti Syah Iran masih,
tetap berkuasa," katanya. Suatu suara yang ganjil kedengarannya,
di antara mereka yang ingin mengekspor revolusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini