PEMBAGIAN wilayah kekuasaan antara Kroasia dan Muslim Bosnia di bekas Yugoslavia sudah terwujud Rabu pekan silam, di Wina. Itu berkaitan dengan 58% kawasan Bosnia-Herzegovina, kata Perdana Menteri Bosnia Haris Silajdzic. Wilayah itu terdiri dari delapan buah. Empat di antaranya merupakan daerah mayoritas Muslim, dua daerah Kroasia, sementara dua sisanya dihuni oleh dua komunitas itu secara berimbang. Pemerintahan dijalankan berdasarkan kesepakatan: di masa transisi ini jabatan presidennya dipercayakan pada orang Kroasia, dan jabatan perdana menteri untuk kelompok Muslim. Dari 17 menteri, 11 di antaranya diisi oleh Muslim, dan selebihnya Kroasia. Tapi kesepakatan itu bukanlah suatu jaminan bagi terbukanya perdamaian langgeng di sana. Soalnya, terwujudnya pembagian kekuasaan politik atas wilayah-wilayah yang dimaksud itu masih bergantung pada kesediaan pihak Serbia menyerahkan daerah yang direbutnya dalam perang selama dua tahun di tanah Bosnia. Dan Serbia, yang menguasai 70% wilayah Bosnia, tak pula bersedia datang pada perjanjian di Wina. Sementara itu, kekuatan Serbia masih merajalela dan tetap tak segan-segan mencuri kesempatan melakukan serangan, termasuk ke pasukan penjaga perdamaian PBB. Yang terakhir, misalnya, terjadi atas pos observasi PBB Tango Two di Sapna Finger, kawasan di bawah kekuasaan Muslim, dekat Tuzla. Jalan menuju damai tampaknya tak bisa lain kecuali mempersenjatai Muslim Bosnia, sehingga mereka memiliki kekuatan berimbang dengan Serbia. "Tanpa ada perimbangan kekuatan, tak akan ada perdamaian," kata Haris Silajdzic dalam sebuah suratnya yang ditujukan kepada Senator (Republik) Bob Dole di Amerika. Selama ini Amerika Serikat melakukan embargo militer atas Bosnia dan didukung PBB, yang menyebabkan Presiden Bill Clinton mendapat cap telah menjalankan politik luar negeri dengan kecenderungan anti Islam. Barangkali dengan maksud hendak mengubah cap atau memang ada perubahan beleid, Bill Clinton belakangan memilih mencabut embargo atas Bosnia sebagai jalan pemecahan kemelut. Sejak bulan lalu ia sudah mengatakan, "Buat saya memang lebih baik melepaskan embargo itu." Kamis pekan silam, pemungutan suara di senat menghasilkan 50 mendukung pencabutan embargo dan 49 mempertahankannya. Jika benar tak ada lagi larangan memasukkan senjata bagi Muslim Bosnia, diharapkan akan banyak sumber yang bersedia memasok kebutuhun militer ke sana. Lantas, apakah Serbia akan menjadi segan menghadapi Bosnia? Tak ada jaminan. Sebab kelompok ultranasionalis Rusia, pendukung Serbia, tentunya tak akan tinggal diam, dan mereka akan mendesak pemerintahnya memperkuat pasukan bangsa yang mereka dukung itu. Dengan demikian, perang yang telah menewaskan sekitar 200 ribu orang itu akan makin marak. Atau terjadi persaingan bebas antara Muslim Bosnia dan Serbia, yang bisa menyulut perang besar-besaran. Dan inilah yang dikhawatirkan oleh PBB, yang sejak awal sudah tak menyetujui rencana Amerika mencabut embargo militer atas Bosnia. NATO, yang sebagian anggotanya menempatkan pasukan perdamaian di sana, juga tak akan mendukung Amerika. Tanpa dukungan internasional, tidak mudah bagi Amerika untuk melaksanakan rencananya. MCH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini