Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Fast and Furious dari Tepi Barat

Palestina tidak hanya dikenal dengan intifadah dan cap teroris yang diberikan Amerika. Kebut-kebutan di jalanan dengan sopir perempuan mulai marak dan berkembang menjadi bentuk perlawanan baru terhadap pendudukan Israel.

28 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALANAN kosong di pinggiran Ramallah barat daya, Tepi Barat, Palestina, tampak berbeda pada Jumat tiga pekan lalu. Ratusan orang berkumpul di jalanan yang dibatasi pagar kawat di bagian pinggirnya itu. Deru knalpot sesekali memekakkan telinga. Pada waktu lain, terdengar suara ban mencicit bergesekan dengan aspal. Kumpulan ini tengah menyaksikan balapan. Mobil berbagai merek, seperti Volkswagen, Datsun, Peugeot, Subaru, Daewoo, dan BMW, berbaris di dekat garis start. Di bagian samping terdapat stiker besar wajah mantan pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina, Yasser Arafat, dan beberapa perusahaan sponsor. Balapan kali ini cukup penting karena menjadi seri keempat dari lima seri kejuaraan Palestina. Babak final akan diselenggarakan di Yeriko pada 15 November mendatang.

Di antara peserta berkelompok, ada empat perempuan. Inilah tim balap pertama dan satu-satunya yang semua anggotanya terdiri atas perempuan. Speed Sisters namanya. Tim ini dibentuk pada 2009 berkat bantuan konsulat Inggris di Yerusalem. Di samping sebuah Volkswagen Golf GTI hitam, berdiri kapten Speed Sisters, Betty Saa'deh. Sepintas ia tak tampak seperti perempuan Palestina kebanyakan. Rambutnya pirang, wajahnya dirias, kuku jari dilapis kuteks, dan bibir disapu lip gloss. Yang menunjukkan dia peserta adalah kostum balap merah terang yang membalut tubuhnya.

Nama Saa'deh kerap membuat para pengebut di jalanan di Palestina gemetar. Perempuan kelahiran Baja California, Meksiko, 31 tahun lalu, itu adalah juara balap Palestina 2011. Ia berhasil menang dalam empat seri balapan—dua di Yeriko serta satu di Ramallah dan Bethlehem—dan empat seri lainnya di Yordania. Balapan bukan dunia baru bagi Saa'deh. Ayahnya juara reli di Meksiko pada 1982 dan kakaknya pembalap di federasi otomotif Palestina. "Ketika berada di belakang kemudi, saya merasa mengalahkan pendudukan Israel," kata Saa'deh, yang bekerja di konsulat Meksiko di Ramallah.

Di tengah panasnya hubungan Palestina-Israel, balap mobil menjadi salah satu olahraga yang tumbuh pesat di Ramallah. Speed Test, balapan paling populer di Palestina, sudah digelar sejak 2005. Tetap saja berbagai keterbatasan di wilayah pendudukan membuat banyak kendala harus dihadapi. Peralatan dan suku cadang, selain sulit didapat, sangat mahal. Untuk mendapatkan suku cadang, mereka harus putar otak. Biasanya mereka menggunakan jasa sponsor, seperti perusahaan penyewaan mobil Dalet al-Barakeh.

Lintasan balap yang kerap digunakan sebagai tempat latihan berada tak jauh dari penjara Ofer. Kerangkeng militer yang terletak di jalanan antara Ramallah dan Givat Zeev itu salah satu penjara besar milik Israel di Tepi Barat, selain Megiddo dan Ktziot. Bangunan markas tentara Yordania pada Perang Enam Hari 1968 itu menjadi tempat tahanan ratusan warga Palestina sejak 1988.

Khaled Qaddoura, pendiri dan Ketua Palestine Motor Sports Federation, mengatakan Israel membuat pembalap Palestina sulit bergerak. Mobil tak bisa dibawa keluar ke Yordania atau Israel. Ia mengatakan pembatasan membuat pembalap dengan identitas Palestina tak bisa mengikuti balapan di tempat lain, termasuk Israel. Hukum Israel melarang pembalap dan mobil warga Palestina—yang dikenali dengan pelat nomor berwarna hijau—mengemudi di wilayah Israel. Mereka juga kerap tak boleh menyeberang ke Yordania, satu-satunya negara lain tempat pembalap Tepi Barat bisa bersaing.

Israel semakin menindas dengan menerapkan aturan keras sejak intifadah kedua meletus, September 2000-Februari 2005. Israel secara sistematis menutup Tepi Barat. Puncaknya, mereka membangun tembok pemisah sepanjang hampir 500 kilometer—sebagian besar dalam garis gencatan senjata 1967—yang sangat membatasi perjalanan warga Palestina ke Israel dan Yerusalem.

Memang tak semua merasakan kekangan. Noor Daoud menjadi satu-satunya pembalap di Speed Sisters dengan identitas Israel. Itu lantaran ia lahir di Houston, Texas, Amerika Serikat. Karena bisa bertanding di Israel, ia paling sering mendapat perlakuan tak enak dari kedua pihak. Jika ia datang ke Israel, banyak yang tidak suka ia berlomba. Tapi, saat ia kembali ke Ramallah, banyak kritik dari warga Palestina yang bertanya mengapa ia balapan di Israel. "Meskipun saya menjelaskan bahwa saya balapan untuk Palestina," kata perempuan pengguna BMW 2JZ GTE Twin Turbo keluaran 1998 ini.

Padahal perempuan 24 tahun ini telah mencatatkan prestasi lumayan. Ia juara Formula 3 Israel, ketika kejuaraan pertama di negara itu dilangsungkan di Eilar, pertengahan Desember 2011. Daoud menjadi orang Palestina pertama yang ikut serta dan langsung menang di kejuaraan balap Israel.

Di tengah keterbatasan di bawah penjajahan Israel, sektor otomotif tumbuh berkat kondisi perekonomian di Ramallah yang semakin baik. Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) menyebutkan ekonomi Ramallah dengan penduduk 83 ribu jiwa tumbuh empat kali lipat dibanding pada 2007, menjadikannya sebagai kota yang maju di Palestina. CNN menuliskan pertumbuhan yang signifikan di Ramallah terjadi dalam lima tahun terakhir.

Naser Absekarim, profesor ekonomi di Birzeit University, mengatakan tak seperti Gaza yang dikuasai kelompok Hamas, Ramallah lebih maju dan berkembang. Industri bermunculan. Perumahan, restoran, kafe bergaya Barat, dan klub malam bertebaran. Harga properti naik 30 persen dalam dua tahun terakhir. Sebagai pusat pemerintahan Otoritas Palestina, Ramallah menjadi kantor perwakilan negara dan organisasi internasional. "Mereka yang bekerja di Ramallah memiliki gaji tiga-empat kali lipat dibanding rata-rata orang Palestina," ucapnya.

Inilah yang kemudian melahirkan generasi yang menampilkan identitasnya. Salah satunya lewat balapan. Eileen Kuttab, asisten profesor bidang sosiologi dan Direktur Institut Studi Perempuan di Birzeit University, mengatakan selama ini perempuan dianggap hanya pelengkap dari sebuah rumah.

Speed Sisters menjadi ikon dunia balap di Palestina. Kehidupan mereka pernah difilmkan sineas Kanada, Amber Fares, berjudul sama dengan kelompok mereka, Speed Sisters. Balapan juga digunakan sebagai sarana perlawanan, tak jauh berbeda dengan cerita film Fast and Furious, tentang kelompok pembalap jalanan yang dipimpin Dominic Toretto (Vin Diesel) dan eks detektif FBI, Brian O'Conner (Paul Walker).

Anggota Speed Sisters memandang diri mereka sebagai duta Palestina. Marah Zahalka, 21 tahun, anggota termudanya, memiliki prestasi lumayan: juara Palestina 2009 dan 2010. Ia mahasiswi akuntansi di Arab American University di Jenin. Bagi wanita yang dibesarkan di kamp pengungsi Jenin ini, balapan dan kebebasan adalah bagian yang tak terpisahkan. "Tak ada yang saya inginkan selain menjadi pembalap profesional," katanya. "Tapi itu hanya akan saya lakukan di bawah bendera Palestina."

Raju Febrian (Al-Jazeera, CNN, The National, Hareetz, Maannews)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus