Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ratusan pengunjuk rasa membentangkan selembar spanduk bertulisan "Wali Kota Harus Mundur" di depan kantor Wali Kota Yuyao, Provinsi Zhejiang, Cina bagian timur, Selasa dua pekan lalu. Aksi yang berlangsung damai itu tiba-tiba ricuh. Para demonstran bentrok dengan polisi. Massa merusak dan membakar mobil di jalanan. Mereka geram atas penanganan bencana banjir yang lamban.
Topan Fitow menyebabkan banjir yang merendam sekitar 70 persen wilayah Yuyao awal bulan ini. "Selama banjir, orang-orang mengosongkan rak-rak di supermarket. Pemerintah justru sibuk mengatasi gosip," tulis harian lokal Southern Metropolis pada Jumat dua pekan lalu.
Penduduk Yuyao menuding surat kabar hanya berorientasi politik. Beijing News, misalnya, memberitakan pemerintah telah menurunkan relawan dan makanan ke lokasi bencana. Pernyataan itu dikutip dari wawancara dengan Ketua Partai Komunis Kota Yuyao, Mao Hongfang. Kantor berita Xinhua menerbitkan sejumlah foto yang menunjukkan tentara sedang membersihkan puing kota. Harian lokal The Yuyao Daily menyajikan artikel tentang bos partai yang mengunjungi Yuyao membantu penduduk.
Pemberitaan surat kabar berbeda dengan kenyataan yang diungkapkan pengunjuk rasa, yang menyebutkan bantuan baru 60 persen. Bahkan penduduk di pedesaan belum menerima bantuan apa pun. "Publik marah terhadap respons pemerintah, sedangkan pemberitaan di media massa timpang," kata Yu Guoming, Wakil Rektor Sekolah Jurnalisme Renmin University di Beijing.
Penduduk merasa penanganan bencana kali ini berbeda dengan penanganan gempa Sichuan berkekuatan 6,9 skala Richter pada April tahun lalu. Kala itu, reaksi pemerintah sangat cepat berkat kicauan warga di Sina Weibo—mikroblog dengan batasan 124 karakter semacam Twitter. Mereka berbagi informasi penanganan bencana, mengkoordinasi bantuan, dan mengunggah foto kegiatan di lokasi bencana yang menewaskan 180 orang itu. Bahkan mereka bebas mencaci jika pemerintah tidak mampu mengatasi bencana. Ketika itu, 5 juta komentar membanjiri Weibo.
Kondisinya sangat jauh berbeda dengan banjir Yuyao, yang cuma memunculkan 170 ribu komentar. "Banyak pengguna Internet takut posting-nya dianggap sebagai rumor dan dijerat hukuman," demikian tulis Southern Metropolis.
Nyali warga Cina menciut setelah Mahkamah Agung dan Kejaksaan mengesahkan undang-undang tentang rumor di Internet pada 9 September lalu. Undang-undang ini memperluas aturan hukum pencemaran nama. Selama ini, komentar berdasarkan kabar burung tanpa klarifikasi otoritas terkait berseliweran dengan bebas di jejaring sosial.
Kini komentar seperti itu bisa dikenai tuduhan menyebarkan fitnah bila dibaca 5.000 kali atau dikirim ulang 500 kali. Pelanggarnya bisa diganjar hukuman tiga tahun penjara serta denda. "Mereka yang dijerat hanya yang merugikan kepentingan nasional, seperti menyebabkan kerusuhan massal, mengakibatkan konflik etnis atau agama, dan merusak citra nasional di dunia internasional," kata juru bicara Mahkamah Agung, Sun Jungong.
Pengguna Sina Weibo mencapai 54 juta orang, meningkat 8,3 persen ketimbang tahun lalu. Akun yang terdaftar di Weibo 503 juta. Setiap hari sekitar 100 juta komentar meluncur. Twitter, yang diblokir di Cina, memiliki hanya 50 juta pengguna aktif pada 2011 dan 200 juta lebih akun aktif hingga Desember tahun lalu di seluruh dunia.
Kementerian Keamanan Publik mengatakan dunia maya adalah bagian dari ruang publik. Kementerian itu mengklaim hampir separuh komentar yang beredar di Weibo mengkritik dan menuduh pejabat pemerintah korup. Sebagian besar lainnya menggunakan fitnah untuk mendapatkan keuntungan pribadi. "Internet di Cina bukan ruang tanpa hukum," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri, Hong Lei.
Ratusan pemilik akun Weibo telah menjadi korban aturan baru itu. Salah satunya Yang Hui. Remaja 16 tahun ini ditahan selama sepekan karena dituduh menyampaikan informasi salah tentang kasus kematian seseorang bernama Gao di salah satu gedung bertingkat di Provinsi Gansu pada 12 September lalu. Menurut polisi, Gao tewas bunuh diri dengan terjun dari apartemennya. Namun Yang Hui menulis polisi telah berbohong dan menyebutkan Gao tewas dibunuh.
Penangkapan Yang Hui mendapat respons dari pengguna Weibo. Mereka menyerang polisi dengan membuka tabir kebobrokan pejabat keamanan setempat, Bai Yongqiang. Sejumlah pesan di Weibo menyebutkan Bai melakukan korupsi 50 ribu yuan atau sekitar Rp 88 juta sejak 1995 hingga 2006. Polisi akhirnya melepaskan Yang Hui setelah ia berjanji tidak mengulangi perbuatannya.
Aturan hukum baru ini disahkan setelah Presiden Cina Xi Jinping menginstruksikan perlawanan terhadap gosip di Internet dalam pidato pertemuan pejabat nasional di Beijing, 19 Agustus lalu. Pertemuan itu dihadiri semua pejabat negara dan pemimpin Partai Komunis. Menurut dia, informasi di Internet cenderung merugikan pemerintah.
Seperti dilansir VOA, 40 kasus korupsi terungkap setelah beritanya muncul di media sosial. Yang lebih memprihatinkan, publik Cina lebih mempercayai media blog itu ketimbang media pemerintah. "Kita harus merebut kembali wilayah media baru ini," ujar Xi kala itu.
Seorang sumber dari kalangan media menyebutkan Xi meminta Partai Komunis memenangi perang opini publik. Seorang wartawan senior televisi pemerintah mengatakan Xi juga menyoroti larangan bagi media menyebarkan nilai-nilai universal negara, seperti kebebasan pers dan hak-hak sipil. "Kontrol pemerintah atas informasi harus lebih ketat dan mempersempit ruang untuk media," kata sumber yang hadir dalam pertemuan itu.
Pengetatan aturan ini akibat kegagalan Weibo menyaring dan mengidentifikasi pemilik akun. November tahun lalu, Xi telah meminta semua komentar disortir. Sina Weibo merekrut sekitar 150 orang yang bekerja selama 24 jam untuk menghapus setiap posting tentang pornografi, kekerasan, hal yang menyinggung politik, dan rahasia pemerintah. "Kami biasanya menghapus lebih dari 3.000 posting per hari," kata bekas pegawai sensor di Weibo, yang namanya disembunyikan demi keamanan, kepada Reuters.
Ia menyebutkan sensor itu dilakukan tidak hanya berdasarkan kata kunci. Petugas sensor juga wajib membaca seluruh status pengguna satu per satu. Penelitian Universitas Harvard pada 2012 menyebutkan sekitar 13 persen komentar di Weibo telah disensor. Penelitian dilakukan dengan menganalisis 11 juta posting per hari. Namun, dalam prakteknya, masih ada yang kecolongan.
Maret lalu, pemerintah Cina mewajibkan Sina Weibo melakukan verifikasi atas semua akun yang terdaftar dengan merinci nama, alamat, dan nomor telepon seluler pemiliknya. Namun Weibo kesulitan menyelesaikan tugas ini lantaran jumlah akun saat itu mencapai 260 juta dan waktunya dibatasi hingga 16 Maret. Weibo gagal karena hanya mampu menyelesaikan 60 persen data.
Selebritas dunia maya yang memiliki jutaan pengikut juga akan mendapat pengawasan. Di antaranya akun Big V, yang memiliki lebih dari 10 juta pengikut, dan Charles Xue Biqun, pengusaha Cina-Amerika Serikat, dengan 12 juta pengikut. Mereka bisa ditangkap jika bertingkah. Ibaratnya, "kicauanmu harimaumu".
Sumber itu menambahkan, Xi juga memerintahkan para pejabat merangkul semua intelektual dan aktivis di dunia maya. "Dia ingin menghimpun sebanyak mungkin intelektual untuk mendukung agenda partai."
Eko Ari Wibowo (South China Morning Post, Reuters, The Verge, Global Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo