Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hilang Harta di Tangan Jaksa

Sejumlah harta terdakwa kasus korupsi yang berstatus sitaan "raib" di tangan jaksa. Satu-satunya cara memintanya lagi adalah dengan menggugat kejaksaan.

28 Oktober 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gudang itu luasnya hampir seluas lapangan futsal. Di atas salah satu jendelanya terpampang papan nama yang terselimuti debu: "Koperasi Unit Desa (KUD) Gurun Panjang, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat". Saat Tempo mendatangi bangunan bercat putih itu dua pekan lalu, pintunya tertutup rapat. Sebuah gembok besar "mengikat" dua bilah pintunya.

Diintip dari celah-celah pintu, di dalamnya terlihat sejumlah alat pertanian. Itu, misalnya, traktor tangan, traktor mini, dan mesin perontok padi. Ada pula belasan ban traktor yang kempis. Semua barang tersebut juga penuh debu. "Barang-barang itu sudah sekitar enam tahun tidak dikeluarkan," kata Ujang, salah seorang pengurus koperasi tersebut, kepada Tempo.

Menurut pria 40 tahun itu, status alat-alat tersebut adalah sitaan Kejaksaan Negeri Painan. Sejak peralatan itu "dikandangkan" kejaksaan, kegiatan KUD Gurun Panjang, yang letaknya sekitar 60 kilometer dari Padang, langsung berhenti. Pengurus KUD pernah mengajukan permohonan agar mereka dibolehkan memakai alat-alat itu, tapi kejaksaan tak memberi jawaban. "Padahal kami ingin mengaktifkan kembali KUD dengan membuat huller di sana," ujar Ujang.

Alat pertanian yang teronggok di gudang Koperasi Gurun Panjang hanyalah sebagian dari 247 unit alat dan mesin pertanian yang menjadi sengketa antara Direktur Utama PT Alsintan Makmur Jaya, Kreatikto Boentoro, dan Kejaksaan Negeri Painan. Pada Januari 2008, Boentoro mengajukan gugatan Rp 263 miliar kepada kejaksaan setelah ia bebas dari tudingan melakukan korupsi program pemberian kredit pengadaan traktor pertanian kepada KUD di Kabupaten Pesisir Selatan.

Pada 2006, Boentoro dituduh melakukan korupsi kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) Cabang Painan. Menurut kejaksaan, dengan memakai nama debitor palsu, bekerja sama dengan Kepala BPD Syamsul Hakim dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Pesisir Selatan Syamsudarman, Boentoro membobol duit BPD Painan Rp 9,16 miliar. Kejaksaan pun lantas menyita seluruh aset Boentoro.

Tapi, di pengadilan, dakwaan jaksa dinyatakan tak terbukti. Kreditnya, menurut hakim, tak bisa digolongkan macet karena pembayaran cicilannya lancar. Maka, pada 17 April 2006, hakim pun membebaskan Boentoro. Hal yang sama terjadi di tingkat kasasi. Majelis hakim kasasi yang dipimpin Parman Soeparman pada 23 November 2006 menyatakan Boentoro tak bersalah. Hakim kasasi memerintahkan kejaksaan mengembalikan aset Boentoro, termasuk satu ruko di Kelurahan Pasar Ambacang, yang menjadi kantor Boentoro, dan tiga mobil pikap.

Perintah pengembalian itu ternyata tak serta-merta membuat Boentoro gembira. Bukan hanya lantaran pengembalian itu tak terjadi, sejumlah alat pertanian yang disita tersebut juga rusak. Sebagian suku cadangnya juga rusak. Maka Boentoro pun menggugat kejaksaan. Gugatan ini membuahkan hasil. Pengadilan Negeri Painan memerintahkan kejaksaan membayar ganti rugi Rp 7,39 miliar kepada Boentoro. Dalam putusannya, hakim menyatakan, selama dalam sitaan, alat bukti menjadi tanggung jawab jaksa. Kejaksaan melawan dengan mengajukan permohonan kasasi. Pada 31 Mei 2012, Mahkamah Agung menilai putusan Pengadilan Negeri Painan sudah tepat.

Ditemui Tempo, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Painan Jovan membantah jika pihaknya dituding tak mau mengembalikan barang-barang sitaan itu. Menurut dia, saat putusan Mahkamah Agung diterima kejaksaan, barang-barang itu masih di bawah tanggung jawab pengadilan negeri.

Tapi, saat putusan bebas, barang sitaan tak bisa serta-merta dikembalikan. Itu, kata dia, karena butuh waktu. "Sebab, saat itu kejaksaan masih memikirkan upaya peninjauan kembali." Selain itu, menurut Jovan, putusan Mahkamah Agung tak mencantumkan rentang waktu pengembalian tersebut. "Katanya hanya 'segera', tak ada waktunya. Apalagi ini ada administrasi yang harus kami selesaikan," ucapnya.

Soal kerusakan dan kehilangan alat pertanian milik Boentoro, Jovan mengaku tak tahu-menahu. Pihaknya, kata dia, tak pernah membuka gudang Koperasi Gurun Panjang—tempat alat bukti disimpan—sejak kasus ini dilimpahkan ke pengadilan negeri. "Kami simpan di sana karena kami tak punya gudang," ujarnya.

Perihal alat bukti yang raib atawa rusak di tangan kejaksaan juga terjadi pada harta Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kediri periode 1999-2004, Zainal Musthofa. Pada 11 September lalu, setelah bebas dari penjara lantaran upaya hukumnya—peninjauan kembali—dikabulkan Mahkamah Agung, Zainal kaget mengetahui asetnya sudah dilego kejaksaan. "Padahal sewaktu disita kejaksaan berjanji tak akan menjual harta benda saya yang disita," ucapnya ketika ditemui Tempo di kediamannya dua pekan lalu.

Zainal ditetapkan kejaksaan sebagai tersangka korupsi pada 2007. Dia dituduh "memainkan" dana tunjangan fasilitas anggota DPRD Kabupaten Kediri periode 1999-2004. Saat itu, Zainal menyetujui pemberian fasilitas tunjangan perjalanan dinas, operasional kerja, hingga jaminan asuransi bagi semua anggota DPRD, yang berjumlah 44 orang. Bukan hanya itu, mereka juga diberi gaji tetap setiap bulan Rp 7 juta. Adapun ketua dan wakil ketua mendapat Rp 8 juta.

Dalam hitungan kejaksaan, perbuatan Zainal merugikan duit negara Rp 10,7 miliar. Saat itu, kejaksaan menyita harta Zainal, yakni 20 bidang tanah dan bangunan, satu sepeda motor Kymco, satu sepeda motor Kawasaki Ninja, serta satu mobil Toyota Kijang. Pada 1 Agustus 2008, Pengadilan Negeri Kediri menghukum Zainal tiga tahun penjara, mendendanya Rp 100 juta, serta mengharuskannya membayar uang ganti rugi Rp 303 juta.

Tapi, di tingkat banding, hakim menyatakan Zainal tak bersalah dan memerintahkan ia dilepaskan dari penjara. Menurut hakim, perbuatan Zainal bukan tergolong korupsi, melainkan hanya pelanggaran peraturan pengelolaan keuangan daerah. Jaksa pun mengajukan permohonan kasasi. Pada 10 Mei 2011, Mahkamah memenangkan kejaksaan. Zainal kembali melawan, mengajukan permohonan peninjauan kembali. Jaksa keok lagi. Pada 7 Juli lalu, Mahkamah mengabulkan PK-nya. Seluruh harta Zainal diminta dikembalikan.

Saat menghirup udara bebas, Zainal kaget melihat "nasib" hartanya yang selama ini disita kejaksaan. Rumahnya di Desa Balongjeruk, Kediri, kosong melompong karena isinya raib entah ke mana. Di ruang tamunya hanya terlihat karpet, tempat ia menerima tamu. "Saya dizalimi habis-habisan. Setelah saya membayar ganti rugi, didenda, dan dipenjara, harta saya disita dan dijual," katanya. Zainal menyatakan akan menggugat kejaksaan jika mereka tak segera mengembalikan hartanya yang sudah telanjur dilelang. "Saya akan melayangkan surat tertulis kepada Kepala Seksi Pidana Khusus."

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kediri Sundaya mengakui pihaknya sudah menjual sebagian harta Zainal. Tapi, menurut dia, 20 sertifikat tanah milik Zainal sudah dikembalikan. Sundaya mengatakan kejaksaan hanya menjalankan putusan kasasi yang berkekuatan tetap. Pihaknya juga hanya bertugas menyetorkan hasil penjualan ke kas negara. "Kami tidak mengurusi penjualannya," ucapnya. Ihwal ancaman Zainal, Sundaya menyatakan akan tetap mengupayakan jalan keluar terbaik. Hanya, karena benda-benda itu sudah telanjur dilelang, kejaksaan akan mengembalikannya dalam bentuk uang.

Menurut pengamat pakar hukum pidana Universitas Gadjah Mada, Eddie Hiariej, pengelolaan barang sitaan di Indonesia memang masih lemah. Selama ini, menurut dia, kejaksaan tak memiliki kejelasan dalam mengelola barang bukti yang disita. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata pun, kata Eddie, tak ditegaskan siapa bertanggung jawab jika ada kerusakan atau kehilangan barang bukti selama proses hukum. Satu-satunya cara yang bisa dilakukan jika barang sitaan hilang atau rusak adalah dengan melakukan gugatan perdata. "Memang ini kelemahan sistem hukum kita," ujarnya.

Febriyan (Jakarta), Andri El Farouqi (Painan), Hari Tri Wasono (Kediri)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus