Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Festival ganja besar-besaran di Thailand digelar usai pemerintah setempat mulai melonggarkan Undang-undang seputar narkoba. Bau asap yang menyengat meruap saat orang-orang bersuka ria merayakan pelonggaran ganja dalam festival yang diadakan oleh kelompok advokasi ganja Highland Network, dua hari lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ribuan orang yang mendukung legalisasi ganja menghadiri festival dengan bahagia. "Begitu kami berhasil melewati sisi lain, kami bersemangat," kata Steve Cannon, 62, yang datang bersama teman-temannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya tidak tahu lagi berapa jumlahnya, tapi saya telah merokok (ganja) sepanjang sore ini,"ujar Cannon, musisi jazz Amerika, yang telah tinggal di Bangkok selama 15 tahun terakhir.
Sekitar 3.000 peserta melakukan perjalanan ke White Sands Beach di provinsi Nakhon Pathom, timur Bangkok. Di sana, kios-kios menjajakan barang-barang mulai dari T-shirt dan bong hingga kuncup serta brownies ganja. Barang-barang berdesak-desakan di panggung dan palisade bambu di sekitar danau yang indah. "Kami telah menunggu saat ini begitu lama," kata Victor Zheng, pemilik apotik gulma Nature Masters.
Dia menyarankan kepada pelanggan tentang produknya termasuk tanah yang diperkaya untuk budidaya dan kuncup serta bunga ganja untuk konsumsi. "Anda melihat orang-orang, mereka datang dan sangat bahagia," katanya. "Bukan hanya kami, pelanggan telah menunggu saat ini."
Pada 2018 Thailand melegalkan ganja sebagai obat, sebuah langkah penting oleh sebuah negara di Asia Tenggara. Di negara ini, sebelumnya undang-undang anti-narkoba terkenal keras.
Laporan analis menunjukkan bahwa selama dekade mendatang pasar ganja legal dapat bernilai mulai dari US$ 50-200 miliar karena negara-negara melonggarkan undang-undang seputar penggunaan pribadi dan medis. Sejumlah perusahaan pun ikut menangguk untung dari liberalisasi ganja, termasuk Charoen Pokphand Foods yang merupakan anak perusahaan makanan dan pertanian dari konglomerat raksasa CP Group.
Bulan lalu perusahaan mengumumkan rencana untuk mengembangkan produk makanan dan minuman yang diresapi dengan CBD, turunan ganja. Thailand adalah negara yang potensial menumbuhkan tanaman dan reputasi untuk produk pertanian berkualitas tinggi.
Meski dilonggarkan, pemerintah tetap menekankan bahwa penggunaan ganja di area abu-abu, seperti merokok di luar rumah masih bisa membuat pelakunya ditangkap. Pelanggar juga berpotensi menghadapi denda 25.000 baht serta tiga bulan penjara.
Salah satu pengusung festival Arun "Max" Avery, 35, mengatakan dia tidak khawatir dengan penerapan undang-undang tersebut dan publisitas di sekitarnya. Orang Thailand telah memasak, membuat, dan mengobati dengan ganja jauh sebelum larangan, katanya. "Jadi memiliki tanaman asli mereka kembali ke tangan mereka sungguh menakjubkan," ujarnya. "Orang-orang bebas melakukan apa pun yang mereka inginkan dengan ganja."
Joey, yang hanya memberikan nama depannya, terkikik sambil terengah-engah dan mengobrol dengan teman-temannya, bergoyang lembut. "Senang banget. Stres saya lepas," katanya. "Merokok membuat saya tersenyum."
Thailand telah lama dikenal dengan undang-undang narkoba yang keras, tetapi pemerintah terus meliberalisasi aturan dalam beberapa tahun terakhir. Thailand berharap bisa meraup untung dari pasar ganja global yang sudah berkembang pesat. Ganja yang diekspor terutama digunakan produk legal untuk makanan dan obat-obatan.
Baca: Ganja Legal di Thailand Mulai Hari Ini, Warga Antre Beli Permen Mariyuana
FRANCE 24