Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi terhadap UU Narkotika. Dengan demikian, narkotika golongan I seperti ganja tetap dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan alias medis, seperti ketentuan yang saat ini berlaku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," demikian kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan atas perkara 106/PUUXVIII/2020, di Gedung MK, Rabu, 20 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan ini diajukan oleh enam pemohon. Di antaranya Dwi Pertiwi, Santi Warastuti, dan Nafiah Muharyanti yang masing-masing memiliki anak dengan cerebral palsy dan membutuhkan pengobatan dengan narkotika golongan I.
Majelis hakim mengurangi sejumlah pertimbangan dalam putusan ini. Dalam salah satu pertimbangan, MK menyebut pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di beberapa negara.
Di antaranya Argentina, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Yunani, Israel, Italia, Belanda, Norwegia, Peru, Polandia, Romania, Kolombia, Swiss, Turki, Inggris, Bulgaria, Belgia, Prancis, Portugal, Spanyol, Selandia Baru, dan Thailand.
Namun, fakta hukum tersebut dinilai tidak serta-merta dapat dijadikan parameter, bahwa seluruh jenis narkotika dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan diterapkan oleh semua negara. Hal ini disebabkan adanya karakter yang berbeda.
"Baik jenis bahan narkotikanya,struktur dan budaya hukum masyarakat dari negara yang bersangkutan,termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan," kata Hakim MK Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan poin 3.12.2.
Dalam perspektif ini, MK mengakui bahwa diperoleh fakta hukum banyak orang yang menderita penyakit-penyakit tertentu dengan fenomena yang mungkin dapat disembuhkan dengan pengobatan yang memanfaatkan jenis narkotika golongan tertentu. "Namun hal tersebut tidak berbanding lurus dengan akibat besar yang ditimbulkan apabila tidak ada kesiapan," kata Daniel.
Khususnya berkaitan dengan struktur dan budaya hukum masyarakat. Termasuk di dalamnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan belum sepenuhnya tersedia.
Terlebih, narkotika golongan I termasuk dalam kategori narkotika dengan dampak ketergantungan yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemanfaatan narkotika golongan I di Indonesia harus diukur dari kesiapan unsur-unsur sebagaimana diuraikan tersebut di atas. "Sekalipun terdapat kemungkinan keterdesakan untuk pemanfaatannya," kata Daniel.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.