DEWI Demokrasi gagal menjalankan tugasnya, dan sekarang akan dilelang di tempatnya merapat. Kapal pembawa alat-alat siaran yang rencananya akan menyebarkan gagasan-gagasan demokrasi ke Daratan Cina itu mendapat halangan di mana-mana. Di Singapura, walaupun mendapat bantuan perbekalan makanan dan air, ia dilarang berlabuh. Di Hong Kong, walaupun memperoleh sambutan meriah dari kalangan pelajar dan mahasiswa, ia mendapat sambutan dingin dari para penguasa pulau itu. Mahasiswa dan pelajar Taiwan menyambut kedatangannya. Tapi Pemerintah Taiwan yang takut oleh ancaman Pemerintah RRC, dan sejalan dengan sikap barunya yang lebih fleksibel terhadap daratan Cina, menolak memberikan fasilitas. Malahan, alat pemancar kuat yang dijanjikan tak kunjung tiba. Lebih-lebih lagi, paspor awak kapal ditahan. Sedianya kapal yang berbobot mati 1.140 ton itu akan berlayar menuju Tokyo, mengambil alat pemancar lain, sebelum menjalankan tugasnya menyiarkan propaganda demokrasi di lautan internasional pada 4 Juni nanti. Namun, Pemerintah Jepang, juga di bawah tekanan Cina, bersikap tak bersahabat pula. Sekretaris Kabinet Misoji Sakamoto mengatakan Rabu lalu, "Kapal itu menyatakan secara terbuka akan mengadakan siaran liar. Dengan demikian, ia akan melanggar hukum internasional." Toh halangan tak membuat lupa para pencetus ide ini untuk tetap mengirimkan pesan-pesan demokrasi ke seluruh Cina. Kata Xu Tianfang, juru bicara gerakan demokrasi, "Kami akan memberi tahu seluruh dunia tentang keputusasaan kami, dan moralitas ganda berbagai negara dalam bersikap terhadap Dewi Kemerdekaan." Ia menuduh Cina, Amerika, Jepang, dan Taiwan telah bersekongkol mengandaskan usaha penyebarluasan demokrasi di Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini