HARI-hari ini pastilah sangat melelahkan bagi Perdana Menteri Spanyol, Felipe Gonzales. Ketika tampil di saluran televisi nasional, Kamis dua pekan lalu, ia tampak lebih tua. Wajahnya capek. Padahal, saat itu ia harus meyakinkan rakyat Spanyol bahwa pemerintahnya tetap terkendali. Untuk itu, kendati tampak sedikit gugup, ia menolak tegas tuntutan oposisi agar mundur dari kursi perdana menteri. Ia juga menampik desakan agar segera menggelar pemilu. Yang lagi dihadapi Gonzales adalah guncangan dua tuduhan skandal korupsi yang melibatkan beberapa orang kepercayaannya. Sebenarnya, persekongkolan penggelapan uang negara ini bukan barang baru bagi Spanyol. Jumlahnya juga tak seberapa. Tapi, kasus "sepele" ini mampu menggoyang pemerintahan Partai Sosialis pimpinan Gonzales, yang sudah memerintah sejak 12 tahun lalu. Sejumlah bekas pejabat tinggi negara yang selama ini terkenal bersih ditangkap. Bahkan sejumlah menteri dan tokoh partai harus mundur. Kelompok oposisi pun mencoba mengail beberapa keuntungan politis. Akibatnya, Spanyol dalam pekan- pekan terakhir ini terjerembab ke dalam krisis politik. Skandal yang pertama melibatkan Luis Roldan. Bekas kepala polisi paramiliter ini dituduh menggelapkan pajak, menerima uang sogok, dan menyelewengkan kekuasaan. Sebuah dokumen rahasia konon membuktikan bahwa Roldan, semasa menjabat kesatuan militer tiga tahun lalu, "berbisnis" dengan satu organisasi kriminal Prancis. Roldan, menurut bukti itu, memberikan katebelece kepada sindikat penjahat tadi agar bisa membeli apartemen milik pemerintah Spanyol dengan harga miring. Sebagai balas jasa, ia mendapat info tentang kekuatan teroris Basque yang sedang diubernya. Yang kedua sedikit lebih seru. Kali ini melibatkan Mariano Rubio, seorang tokoh sentral pergerakan Partai Sosialis. Kabarnya, ia ikut "bermain" jual beli saham ketika menjabat gubernur bank sentral, dua tahun lalu. Keuntungan dari sana, konon, jumlahnya cuma 130 juta piseta (Rp 1,8 miliar), disimpan dalam rekening rahasia di sebuah bank swasta. Bank ini dikelola oleh Manuel de la Choncha, teman dekat Rubio yang pernah menjabat direktur bursa efek Madrid. Memang tak ada aturan di Spanyol yang melarang seorang gubernur bank sentral ikut jual beli saham. Tapi, langkah Rubio menyimpan uangnya di rekening "gelap" dituduh sebagai tindakan untuk menghindari kewajiban membayar pajak dan "memalsukan dokumen publik". Mestinya, dengan jumlah keuntungan sebesar itu, pentolan demonstran mahasiswa sosialis yang pernah dipenjara rezim Franco ini menyisihkan sekitar Rp 85 juta untuk membayar pajak. Dalam kasus ini pun belum ditemukan bukti-bukti yang kuat, kecuali sebuah cek senilai Rp 27.500 yang diteken Rubio. Atas tuduhan ini, Rubio dan Choncha ditangkap. Mereka dikumpulkan dalam satu sel yang sama di penjara Carabanchel yang terkenal itu. Sedangkan Roldan sempat melarikan diri sebelum ditangkap. Pemerintah segera mengumumkannya sebagai buron dan terus diuber smpai ke luar negeri. Tapi rakyat rupanya belum puas. Di Spanyol, tempat jurang kaya miskin begitu lebar, skandal korupsi sekecil apa pun gampang menyulut iri hati dan antipati kepada kaum empunya. Lolosnya Roldan, misalnya, dicurigai sebagai siasat pemerintah memperdayai rakyat. Gencarnya prasangka seperti itu membuat sejumlah pejabat tinggi yang terserempet dengan kasus ini merasa gerah. Maka, mereka pun pada mengundurkan diri. Di antara mereka adalah teman-teman terdekat PM Gonzales yang ikut berjasa memenangkan pemilu tahun lalu, yaitu menteri dalam negeri, menteri pertanian, dan bahkan pemimpin parlemen dari Partai Sosialis, Carlos Solchaga. Yang terakhir ini adalah bekas menteri keuangan yang membawahkan dan mengawasi Rubio, semasa masih aktif. Mundurnya beberapa pejabat negara ini tak juga meredakan suasana. Kelompok oposisi terbesar, Partai Rakyat, menuntut perombakan total seluruh jajaran kabinet. Mereka bahkan mendesak Gonzales meletakkan jabatan dan segera menyelenggarakan pemilu. Keadaan makin keruh lantaran kondisi ekonomi tak menguntungkan Gonzales. Spanyol sedang terpuruk ke dalam krisis terburuk selama 30 tahun terakhir. Pendapatan kotor nasional malah melorot 1% dari tahun sebelumnya. Tingkat pengangguran hampir 25%, terbesar di Eropa. Yang parah, terhadap dolar, piseta makin tak bernilai. Setahun ini, mata uang Spanyol itu "terdevaluasi" hampir 25%. Benturan ekonomi dan politik ini membuat Gonzales terpojok. Lebih-lebih, berbeda dengan tiga masa pemerintahan sebelumnya, Partai Sosialis kali ini bukan lagi pemegang mayoritas tunggal di parlemen. Untuk memantapkan pemerintahan, ia harus berkoalisi dengan Partai Catalan dan Basque. Repotnya, kedua partai yang mewakili kelompok etnis itu tahu bagaimana memainkan kartunya. Cengkeraman Partai Sosialis dalam pemerintahan federal Spanyol tergantung ke arah mana kedua partai gurem ini mengalir. Mereka bisa berbalik memihak Partai Rakyat dan bersama-sama menjungkalkan Gonzales dengan mendesak diadakannya pemilu. Karena itu, kalaupun toh akhirnya mereka mendukung Gonzales, itu tak diberikan dengan gratis. Agaknya, mereka menawarnya dengan imbalan sejumlah konsesi politik. Partai Catalan, misalnya, punya kesempatan menekan Gonzales agar memberikan otonomi fiskal di wilayahnya. Begitu juga Basque. Dalam jangka panjang, mereka berharap bisa merealisasi impiannya: mendirikan negara berdaulat yang lepas dari Spanyol. Dwi S. Irawanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini