WAKIL Presiden Al Gore dari Amerika Serikat menyebutnya "pesta untuk seluruh dunia". Upacara pelantikan Nelson Mandela sebagai presiden hitam pertama dari Afrika Selatan, Selasa pekan lalu, memang layak disebut sebagai "ibu dari segala pesta". Tak kurang dari 169 negara mengirim wakil, baik itu presidennya sendiri, wakilnya, raja, pangeran, putri, maupun menteri. Seantero Afrika Selatan pun berpesta-pora. Suasana bulan madu ini entah kapan akan berakhir. Yang jelas, Mandela harus segera siap menghadapi berbagai masalah. Afrika Selatan, hingga taraf tertentu, masih memiliki segala faktor negatif -- seperti dialami negara Afrika lainnya. Misalnya saja matinya sekitar 15.000 orang dalam waktu empat tahun terakhir gara-gara perseteruan berkepanjangan antara pendukung Mandela yang tergabung dalam partai ANC dan pendukung partai Inkatha. Sekalipun mereda dalam pemilu kemarin, perseteruan ini dengan mudah dapat meletus kembali. Selain itu, ancaman dari kelompok ekstrem kulit putih (AWB) tak dapat diremehkan. Rabu pekan lalu, enam anggota AWB dijatuhi hukuman mati karena membunuh empat orang kulit hitam di Johannesburg. Dapat dipastikan, mereka akan membalas dendam. Menimbang suasana rawan ini, tak aneh jika Mandela ketika dilantik menyerukan: "Kita harus melupakan masa silam. Kini saatnya menyembuhkan segala luka." Untungnya, Afrika Selatan punya modal yang lebih dari sekadar berteriak dalam pidato. Ada kelas menengah kulit hitam yang cukup modern. Ekonomi yang diwariskan oleh rezim kulit putih juga tergolong maju -- sekalipun masih timpang. Bantuan dari masyarakat internasional dipastikan juga akan mengalir. Amerika Serikat sudah berjanji akan memberi bantuan US$ 600 juta. Bantuan sebesar ini setara dengan kenaikan harga emas, komoditi utama Afrika Selatan, sebanyak US$ 10 per ounce selama tiga tahun terus-menerus. Dan yang terpenting, Afrika Selatan memiliki Mandela yang punya karisma cukup kuat untuk menyatukan seluruh negeri. Sekalipun sudah tua, 76 tahun, dalam wawancara khusus dengan majalah Time, ia mengaku masih sanggup berburu dan menembak banteng. Namun, ada juga kekurangan Mandela. Ia punya konsep tentang pemerintah nasional Afrika Selatan yang membuat orang rada khawatir. Dalam pidato kemenangannya seusai pemilu, ia dengan tegas menguraikan bahwa yang ia maksud dengan pemerintah nasional Afrika Selatan yang bersatu: ia memberikan perintah dan yang lain mesti menurut. Dengan kata lain, Mandela ingin satu pemerintah nasional yang kuat. Dengan latar belakang keragaman etnik, keinginan Mandela ini bisa menjadi bumerang. Sejauh ini, Mandela belum mewujudkan konsepnya karena ia gagal mencapai mayoritas mutlak. ANC hanya meraih 63% suara, kurang 3% dari batas yang memungkinkan ANC melakukan apa saja yang mereka mau pada konstitusi Afrika Selatan (TEMPO, 14 Mei 1994). Kekurangan ini juga membuat Mandela harus berkompromi dalam penyusunan kabinet. Kompromi inilah yang oleh banyak pengamat malah dianggap bisa menyelamatkan Afrika Selatan. Mangosuthu Buthelezi, bekas seteru utama Mandela, akhirnya masuk kabinet dan menempati posisi kunci sebagai menteri dalam negeri. Kedudukan Buthelezi ini akan membuatnya berurusan dengan berbagai masalah di Provinsi KwaZulu-Natal, daerah asalnya sendiri. Seperti diketahui, Propinsi KwaZulu-Natal adalah daerah paling panas di Afrika Selatan yang menjadi ajang utama pertempuran antara pendukung Mandela dan Buthelezi. Pengangkatan Buthelezi sebagai menteri dalam negeri juga akan menyelamatkan Mandela dari rongrongan Raja Zulu, Goodwil Zwelithini, yang sudah lama menuntut sebuah pemerintahan terpisah. Buthelezi, yang juga paman Raja Zwelithini, dapat menolong Mandela membereskan masalah ini tanpa membuat Afrika Selatan terpecah belah. Selain kepada Buthelezi, Mandela juga harus memberikan beberapa posisi kunci kepada Partai Nasional pimpinan bekas presiden F.W. de Klerk. Dua jabatan wakil presiden dipegang oleh Thabo Mbeki (ANC) dan De Klerk. Kursi menteri keuangan, misalnya, akhirnya tetap dipegang oleh Derek Keys. Padahal, pada pekan-pekan terakhir menjelang pelantikannya, nama Keys sudah diisukan akan dicopot dari jabatan yang sangat strategis itu. Langkah ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan investor terhadap Afrika Selatan (lihat Lomba Bisnis di Negeri Mandela). Tentu saja tidak dalam semua hal Mandela harus mengalah. Partai Nasional akhirnya juga harus mengalah dalam perebutan posisi-posisi kunci di bidang keamanan. Tadinya, De Klerk minta salah satu dari kekuasaan di bidang pertahanan atau kepolisian. Mandela berkeras menguasai kedua bidang yang mahapenting itu. "Saya katakan tidak. Kami adalah satu-satunya pihak yang harus berurusan dengan ekstremis kulit putih," tutur Mandela. Baik Mandela, De Klerk, maupun Buthelezi tampaknya memang harus menerima kenyataan bahwa mereka tak dapat mempertahankan kesatuan Afrika Selatan sendirian. Setiap orang memerlukan bantuan orang lain dan sejumlah kompromi. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini