Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gelas Perdamaian dari Utara

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hawa keriaan membalut Kota Dukan di Irak Utara ketika dua sesepuh suku Kurdi-Irak berkumpul dalan sebuah silaturahmi istimewa, Rabu pekan silam. Telah delapan tahun pemimpin Partai Demokratik Kurdi (KDP), Massoud Barzzani, dan Ketua Partai Persatuan Patriotik Kurdistan (PUK), Jalal Talabani, ini bertikai. Maka, pesta rekonsiliasi di minggu silam itu menjadi simbol bahwa kedua pemimpin ini sudah sepakat melupakan segala perseteruan di masa silam. Delapan tahun silam, pengikut Barzzani dan Talabani terlibat sebuah konflik berdarah memperebutkan wilayah Kurdi di Irak Utara. Maka, rekonsiliasi di atas menandai tahap penting dalam perjuangan bangsa Kurdi melawan represi Saddam Hussein. Dalam pertemuan tersebut, Barzzani dan Talabani menyetujui rancangan konstitusi untuk wilayah otonomi Kurdi dalam Republik Federal Irak. Republik federal ini, dalam cita-cita bangsa Kurdi, akan lahir tatkala Saddam Hussein tumbang dari kekuasaannya—dengan atau tanpa serangan Amerika Serikat. "Kami menyokong penyelesaian masalah Kurdi secara demokratis dan federatif. Dan kami mendukung keutuhan wilayah Irak," kata Barzzani. Barzzani dan Talabani juga menandatangani persetujuan normalisasi hubungan mereka. Kantor perwakilan akan segera dibuka di wilayah kekuasaan mereka masing-masing. Para tawanan yang dikurung dalam konflik pada 1994 pun segera dilepas. Inilah hasil jerih payah AS mendamaikan kedua kelompok ini dalam upaya menggulingkan Saddam Hussein. Amerika berharap, Saddam Hussein akan lebih mudah dijatuhkan bila kedua kelompok Kurdi-Irak ini bersama kelompok oposisi Irak lainnya bersatu. Lebih-lebih jika skenario serangan AS terhadap Irak tak bisa dilakukan. Kurdi-Irak menikmati pemerintahan otonomi sejak Perang Teluk berakhir pada 1991. Sejak saat itu, diberlakukan zona larangan terbang secara sepihak bagi pesawat Irak di Irak Utara oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Artinya, Provinsi Erbil, Dahouk, dan Suleimaniya di Irak Utara praktis di luar kontrol pemerintah pusat. Dengan perlindungan itu, KDP dan PUK bisa menyelenggarakan pemerintahan bersama tanpa takut diganggu Bagdad. Ironisnya, selama ini kedua partai Kurdi-Irak tersebut menjalin hubungan baik dengan Turki, tetangga Irak yang menindas 13 juta penduduk Kurdi-Turki. Penindasan ini pula yang mengobarkan perang selama dua dasawarsa di negara itu. Warga Kurdi-Turki bahkan bertekad mendirikan negara merdeka, lepas dari Turki. Hubungan saling menguntungkan antara Kurdi-Irak dan AS serta aliansinya terganggu ketika pecah pertikaian antara Barzzani dan Talabani pada 1994. Puncaknya adalah pada 1996, ketika Barzzani mengundang Saddam Hussein mengirim pasukannya untuk membantu KDP merebut kota Irbil dari tangan PUK. Tapi, pesawat tempur AS segera memukul mundur pasukan Irak keluar dari zona larangan terbang. Amerika berupaya keras menjadi comblang kedua pemimpin Kurdi itu. Maka, terjadilah gencatan senjata pada 1998. Sejak itu hubungan mereka perlahan-lahan pulih. Keduanya pun segera merundingkan dengan serius upaya penyingkiran Saddam Hussein—seperti yang dicita-citakan Amerika. Celakanya, Turki, yang selama ini ikut melindungi Kurdi-Irak, menjadi pusing kepala oleh perdamaian kedua partai tersebut. Perdana Menteri Turki, Bulent Ecevit, mulai mengendus bau tak sedap bahwa rancangan konstitusi yang disepakati KDP dan PUK adalah langkah menuju negara Kurdi di wilayah utara Irak. "Meski tak mereka katakan, kami menentang pendirian sebuah negara Kurdi," kata Ecevit. Barzzani dan Talabani dalam pernyataan resminya memang menepis dugaan rekonsiliasi mereka mengarah ke pembentukan negara. Tapi Turki tetap khawatir. Alasannya? Jika serangan AS terjadi dan Saddam Hussein tersingkir, stabilitas politik Irak pasti terganggu. Dalam suasana vakum pemimpin itu, Kurdi-Irak tak mustahil mendirikan negara merdeka. Nah, Ecevit khawatir, bila hal itu sampai terjadi, kelompok Kurdi-Turki juga akan terdorong mendirikan negara merdeka di wilayah barat daya Turki. Masalah lain adalah Provinsi Kirkuk, yang terletak 240 kilometer di utara Bagdad. Kirkuk yang kaya minyak adalah bekas wilayah kekuasaan Ottoman, yang menjadi cikal-bakal Turki modern setelah Perang Dunia I. Kaum nasionalis Turki, yang merupakan aliansi Ecevit dalam parlemen, hingga saat ini masih mengklaim Kirkuk sebagai wilayah Turki yang harus direbut dari Irak. Padahal, jika Kurdi-Irak menjadi negara merdeka, Kirkuk akan menjadi wilayah vital bagi mereka. Tak mengherankan jika Turki tetap menentang serangan AS ke Irak. Sampai saat ini. Raihul Fadjri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus