Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gembok veto sulit ditembus

Komposisi dewan keamanan pbb dianggap tidak demokratis. sekjen pbb menawarkan agar gerakan nonblok berperan lebih aktif dalam pbb. anggota gerakan nonblok belum kompak.

12 September 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA satu isyu yang banyak didukung peserta KTT Non-Blok di Jakarta yang selesai Ahad lalu: demokratisasi PBB. Mereka menuntut diadakannya pembaruan organisasi dunia itu, khususnya Dewan Keamanannya (DK), yang praktis didominasi Amerika Serikat setelah ambruknya Uni Soviet. Suara lantang antara lain datang dari Malaysia, Iran, Pakistan, dan Kuba. "Komposisi keanggotaan DK tidak adil karena tidak mewakili suara mayoritas penduduk dunia," ujar PM Malaysia Mahathir Mohamad. Sejumlah peserta menunjuk pada kasus terakhir mengenai larangan terbang bagi semua pesawat dari bumi Irak -- di bawah garis lintang 32 derajat -- oleh trio AS, Inggris, dan Prancis, ketiganya anggota tetap DK, dengan memakai senjata resolusi 688. Padahal, menurut resolusi itu, keputusan tindakan militer harus disetujui dulu oleh Sekjen PBB, berdasarkan suara terbanyak dalam sidang umum. Dua anggota DK yang lain, Rusia (sebagai warisan Uni Soviet) dan RRC, memang tak bisa bicara banyak dalam keadaan mereka sekarang. Tapi kemungkinan diubahnya badan ekslusif itu amat kecil. Tak kurang dari Sekjen PBB mengakui keterbatasannya. "Ini bukan tugas sekretaris jenderal. Wewenang saya dalam hal ini terbatas oleh piagam PBB," kata Sekjen Boutros Boutros-Ghali di Hotel Jakarta Hilton pekan lalu. Ada satu celah yang ditawarkan oleh Sekjen PBB kalau ingin mengubah struktur DK: gerakan Nonblok harus berperan lebih aktif dalam PBB. Gerakan Nonblok, "Tidak bisa cuma bersikap pasif, tapi partisipasinya harus ditingkatkan," kata Boutros-Ghali. "Harus aktif berperan dalam proses pengambilan keputusan." Menurut Sekjen Boutros, saat pemungutan suara dalam sidang umum, hampir 50 persen anggota sidang sering tidak memberi suaranya. Sikap "pasif" seperti dikatakan Sekjen PBB tentu bukan tanpa alasan. Setiap usul perubahan dalam keanggotaan DK harus disertai amandemen piagam PBB. Ini cuma bisa dilakukan jika disetujui oleh dua pertiga anggota PBB. Tapi ini batu penghalang yang tampaknya bikin banyak anggota negeri berkembang jadi malas-malasan -- amandemen tersebut sebelumnya harus disetujui bulat oleh kelima anggota tetap DK. Jadi celah yang dilihat oleh Sekjen PBB boleh dibilang "praktis digembok oleh Pasal 108 dan 109 Piagam PBB," kata pengamat politik internasional Prof Juwono Sudarsono kepada Wahyu Muryadi dari TEMPO. Maksudnya, ya, suara bulat tadi. Andai kata kelompok Nonblok kelak berhasil meraih tiga suara dalam sidang umum PBB, apa gunanya kalau satu saja di antara kelima anggota tetap itu memakai hak vetonya. Cina sekalipun, yang sejak zamannya Maozedong dulu sampai Dengxiaoping sekarang selalu mengaku kawan sejati gerakan Nonblok, hingga kini tidak pernah mengusulkan perubahan pasal-pasal itu. Sebab Cina tentu tak ingin berada di luar klub elite tersebut. Dengarlah apa yang diucapkan Menlu RRC Qian Qichen pekan lalu. "Kami berpendapat isyu ini sebaiknya dipertimbangkan secara hati-hati. Jangan terburu-buru membuat keputusan," katanya. Mengetuai delegasi negerinya, Menlu Qichen hadir di Jakarta sebagai pengamat, sesuai dengan keputusan para menteri luar negeri Nonblok yang bersidang di Bali bulan lalu. Formula lima negara anggota tetap ditambah sepuluh negara anggota bergilir setiap tiga tahun ditelurkan di San Francisco tahun 1945. Waktu itu PBB yang baru dibentuk dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, menempuh sistem pemilihan satu negara dengan satu suara. Sekalipun terasa lebih demokratis, cara tersebut dipandang akan menimbulkan kekacauan. Maka sidang di San Francisco pun akhirnya menyetujui pilihan kedua, yang dianggap lebih pragmatis. Yakni, pelaksanaan PBB akan lebih lancar jika didukung oleh kekuatan politik, ekonomi, dan militer ke lima negara itu: AS, Inggris, Prancis, Uni Soviet, dan Cina (baca: Taiwan). Banyak negara berkembang menerima formula yang dipandang efisien ini, termasuk Indonesia. Baru di tahun 1971, setelah melalui pemungutan suara yang cukup seru dalam Sidang Umum PBB, RRC diterima sebagai anggota DK menggantikan Taiwan. Perjuangan untuk menembus dinding tebal DK memang tidak mudah. Lebih-lebih karena belum semua anggota gerakan Nonblok kompak dalam masalah yang satu ini. Bahkan masih ada anggota yang suaranya tidak seirama dengan kebanyakan anggota gerakan Nonblok yang ingin melihat DK yang lebih adil. Dan suara itu datang dari Pangeran Norodom Sihanouk. "Saya puas dengan status Dewan Keamanan PBB yang sekarang," kata Ketua Pemerintahan Sementara Kamboja itu kepada TEMPO pekan lalu. "Badan itu telah banyak membantu Kamboja." Adalah Dewan Keamanan PBB yang menyetujui untuk mengucurkan bantuan sebanyak US$ 1,2 milyar sebagai biaya proses perdamaian di Kamboja. Termasuk untuk pengamanan, persiapan pemilu dan pemulangan 350.000 pengungsi dari perbatasan Muangthai. Dan Sihanouk, yang lama bermukim di Beijing, tentu tak ingin bersuara yang bisa dianggap "sumbang" oleh RRC. Jalan untuk memperbaiki lembaga dunia PBB memang masih panjang dan berliku-liku. Jalan itu barangkali akan bisa dirintis melalui kelompok kerja tingkat tinggi. Itu termaktub dalam Pesan Jakarta (The Jakarta Message) sebagai salah satu hasil KTT Gerakan Non-Blok ke-10 yang barusan usai. Yuli Ismartono (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus