WALAU Eropa sudah mulai masuk musim dingin, situasi di Bosnia masih tetap panas. Walau masalah di republik bekas Yugoslavia itu sudah dicoba dipecahan di London dua pekan lalu, dan di Jenewa pekan lalu. Celakanya, belum lagi pertemuan Jenewa berjalan sehari, sebuah pesawat Italia yang mengangkut bantuan selimut untuk orang Bosnia diduga ditembak jatuh, keempat awaknya tewas. Di Jenewa, peserta sidang memperingatkan pihak yang bertikai di Bosnia, akan langkah keras yang bakal diambil PBB jika terbukti pesawat Italia itu ditembak jatuh. Insiden pesawat itu membuktikan bahwa apa yang dicapai di meja perundingan belum tentu sesuai dengan yang di lapangan tempur. Ada dua isu prioritas yang dibahas di Jenewa, yakni soal bagaimana seluruh perangkat perang di Bosnia bisa dikontrol PBB (artinya mencegah sesedikit mungkin pertempuran), dan masalah bagaimana mencegah "tragedi manusia" dalam musim dingin (mencegah kematian warga yang terperangkap di kota-kota yang terkepung dan para pengungsi yang kekurangan makanan dan selimut). Isu yang pertama sudah mulai dirintis, dengan kabar diserahkannya sejumlah besar persenjataan Serbia di seputar Sarajevo di bawah pengawasan pasukan pelindung PBB di Bosnia. Tapi pihak Serbia pagi-pagi sudah mengancam bakal melanjutkan perang jika PBB tak bertindak terhadap pasokan senjata dari luar untuk pihak Bosnia. Seperti diketahui, beberapa hari terakhir ini pasukan Bosnia di kota-kota yang terkepung melancarkan perlawanan hebat. Pasukan Serbia dikalahkan di sejumlah tempat. Konon, ini karena ada pasokan senjata baru. Di Gorazde, misalnya, yang sebelumnya hampir sesepi kota hantu, isolasi Serbia dapat dipecah sedikit. Sebelumnya pihak Serbia mengaku dengan sukarela meninggalkan sejumlah tempat di seputar Gorazde. Belakangan ketahuan, sejumlah pasukan Serbia keok dalam pertempuran. Pemimpin Serbia di Bosnia, Radovan Karadzic, dalam suratnya pada Sekjen PBB, menuding pihak muslim Bosnia menggunakan senjata racun yang katanya diperoleh dari Turki. Tapi tak ada pihak yang bisa mengkonformasikan dakwaan Serbia ini. Benarkah pasukan Bosnia mendapat pasokan senjata dari luar? Dari mana pihak Bosnia memperoleh senjata-senjata baru? "Kami membelinya dari pihak mana pun yang mau menjualnya pada kami. Cuma itu yang bisa saya katakan," tutur Alija Izetbegovic, presiden Bosnia-Hercegovina dalam wawancara dengan majalah Newsweek. Menurut Izetbegovic, kabar adanya bantuan senjata, pasukan, dan duit dari negara-negara Islam cuma rumor. "Sejauh ini kami cuma menerima bantuan kemanusiaan. Bantuan senjata bukan dari negara Islam pun bakal kami terima," tambahnya. Sementara itu, masalah bantuan makanan dan keperluan lain di musim dingin, yang menjadi prioritas pertemuan Jenewa, sudah gencar disuarakan. Para pejabat PBB menyebut bantuan berskala besar untuk penyediaan makanan, obat-obatan, dan tempat berlindung untuk lebih dari dua juta pengungsi -- kebanyakan di republik-republik bekas Yugoslavia -- sangat diperlukan. Untuk itu badan urusan pengungsi PBB meminta bantuan lebih dari US$ 400 juta pada masyarakat internasional. "Musim dingin bisa sama-sama mematikan seperti dalam perang," kata pejabat PBB. Di Jenewa, konperensi damai berjalan lambat. Ketua sidang melangsungkan pertemuan tertutup dengan tiap delegasi pihak yang bertikai secara terpisah. Hajrudin Somun, wakil Bosnia dalam pertemuan Jenewa, menyatakan kekhawatiran bahwa konperensi itu bakal mencari alasan untuk tak bertindak di Bosnia dan bersikap lembek pada pihak Serbia. Menurut Somun, dalam lima bulan perang, sebelum atau sesudah pertemuan damai, pihak Serbia selalu mengumbar janji menerapkan gencatan senjata, yang tak pernah dipenuhinya. Dan masyarakat internasional tak mampu berbuat apa-apa. Karena itu, kata Somun, Serbia berhasil merebut banyak wilayah Bosnia. Kini 70% wilayah Bosnia sudah dikuasai pihak Serbia. Karadzic, setelah pertemuan damai London, sudah menyatakan kesediannya untuk mengembalikan wilayah yang sudah direbut. Pertanyaannya seberapa banyak yang mau dikembalikan, karena pihak pemerintah Bosnia menuntut pengembalian seluruh daerah yang direbut Serbia dalam perang. Sementara itu, di pihak lain, di kubu Serbia pun terjadi gejolak. PM Yugoslavia Milan Panic dituding kubu garis keras Serbia sudah menjual kepentingan Serbia dalam pertemuan damai di London. Kubu nasionalis Serbia di Parlemen, pekan lalu, mengajukan mosi tak percaya untuk menendang Panic. Tapi, Jumat pekan lalu, sang PM berhasil menggagalakan mosi tak percaya di parlemen Yugoslavia itu. Namun, Panic masih menghadapi tantangan Presiden Republik Serbia Slobodan Milosevic, yang disebut-sebut sebagai dalang "pembersihan etnis" di Bosnia. Kemenangan Panic, tokoh yang pragmatis, setidaknya membuktikan bahwa di kubu Serbia sendiri terjadi silang pendapat soal Bosnia. Bisa jadi, banyak pihak di Serbia yang mulai muak dengan aksi kekerasan dan juga khawatir akan dampak blokade ekonomi, seandainya dunia internasional menerapkan isolasi total pada pihak Serbia. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini