MYANMAR telah berubah menjadi neraka bagi suku Karen, Rohingya, dan Naga. Tak jarang ketiga suku minoritas itu diuber-uber pasukan pemerintah sampai ke dalam wilayah Muangthai, Bangladesh, dan India -- tiga negeri yang berbatasan dengan Myanmar. Selasa dua pekan lalu, misalnya, tentara Myanmar merangsek maju ke wilayah Muangthai dan sempat baku tembak sekitar 30 menit dengan pasukan perbatasan negeri Gajah Putih tersebut. Alasan Myanmar: pasukannya memburu pemberontak Karen yang menyelinap ke Doi Saeng, desa perbatasan yang terletak di wilayah Muangthai. Pangkal ketidaksenangan Myanmar atas tiga suku minoritas itu tampaknya terletak pada faktor agama, ciri fisik yang beda, dan tentu saja upaya mereka menuntut otonomi dari pemerintah pusat. Dari ketiga suku minoritas itu yang agak mirip pribumi Myanmar hanya suku Karen. Warna kulit orang Karen juga kuning, mata juga sipit, tapi mereka pemeluk Kristen Baptis. Dua suku lainnya, Rohingya dan Naga, lebih mirip segala-galanya dengan tetangga mereka: Rohingya berkulit gelap dan memeluk Islam seperti orang Bangladesh dan suku Naga mirip orang India dan juga beragama Hindu. Tak heran bila suku Rohingya dan Naga sering diperlakukan pemerintah Myanmar sebagai imigran gelap. Sikap pemerintah Myanmar terhadap ketiga suku minoritas itu menyebabkan hubungannya dengan negara-negara tetangga menjadi tegang -- terutama dengan Bangladesh, yang menjadi tempat pelarian bagi suku Rohingya sejak diuber-uber pasukan Myanmar Desember lalu. Sampai minggu lampau tercatat lebih 200.000 pengungsi Rohingya (naik 20 kali dari tahun sebelumnya) minta perlindungan di negeri tetangga tersebut. Meski Muangthai, Bangladesh, dan India mengambil sikap untuk melindungi kaum pelarian dari Myanmar itu, toh, mereka pusing juga menghadapi masalah pelik ini. Bangladesh, misalnya, sudah minta Amerika Serikat turun tangan menekan Yangoon agar tak memberlakukan kaum minoritas semena-mena. Pemerintah Myanmar, menurut pengakuan seorang pelarian Rohingya, telah menggiring kaum lelaki mereka untuk kerja paksa, kaum wanita diperkosa, rumah-rumah mereka dibakar, dan harta mereka dirampok. Mereka yang cobacoba protes didor di tempat. Pengamat politik di Yangoon melihat dua permasalahan yang memicu berbagai pergolakan di Myanmar. Pertama, adanya kelompok yang ingin menumbangkan pemerintah pusat. Kedua, masalah ketidakpuasan kelompok etnis tertentu yang menginginkan otonomi penuh. Mereka yang masuk kategori pertama, antara lain, pengikut Partai Komunis Burma (mayoritas berada di perbatasan dengan Cina), dan kelompok pengikut bekas pemimpin Burma, U Nu. Mereka yang berada dalam kategori kedua, antara kelompok etnis Shan, Lahu, Arakan, Karen, Kayah, Naga, Mon, Palaung, Pa O, Wa, Kachin, dan Chin. Namun, sampai sekarang ini belum ada kelompok pemberontak yang berhasil menjatuhkan pemerintah pusat. Pada Pemilu 1990, yang dilakukan atas desakan dunia internasional, Partai Liga Nasional Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi sekalipun berhasil memenangkan pemilu, toh, gagal memegang kendali pemerintahan, karena rezim militer yang berkuasa menolak menyerahkan tampuk kekuasaan. Malah Suu Kyi, pemenang Nobel Perdamaian dan puteri pahlawan Myanmar itu, sampai kini dikenakan tahanan rumah. Sementara itu, perlawanan bersenjata kelompok-kelompok etnis tertentu juga tidak membuahkan hasil. Suku Karen, misalnya, sudah bergerilya sejak 40 tahun lalu, toh, masih menjadi orang-orang yang diburu-buru. Mayoritas penduduk Myanmar menganggap orang Karen, yang bermukim di pegunungan yang berbatasan dengan Muangthai, suku yang rendah derajatnya. Mengapa orang-orang Karen mampu mengadakan perlawanan panjang? Mereka mendapat dana perjuangan dari "cukai" candu yang diselundupkan ke Muangthai. Diperkirakan setiap tahunnya mereka dapat pemasukan dari cukai candu sebesar 5%, sekitar Rp 30 milyar. Belum lagi dari cukai-cukai barang selundupan yang lain. Total diperkirakan pemberontak Karen memperoleh pemasukan Rp 40 milyar per tahun -- sebagian besar dari dana ini mereka pergunakan untuk membeli senjata dan obat-obatan. Tak heran bila pemberontakan suku Karen, yang melebihi perlawanan suku-suku lainnya, merepotkan penguasa Myanmar. Gelombang pembersihan terhadap suku Karen yang dilakukan pada 1989 dan 1990 ternyata belum membuahkan banyak. Maka, rezim Myanmar, menurut sebuah sumber militer, merencanakan melintasi perbatasan Myanmar-Muangthai untuk menggempur kamp Kawmura, basis Persatuan Nasional Karen (KNU), secara besar-besaran. Sedikitnya, pemerintah Myanmar telah menyiagakan satu batalyon tentara (sekitar 1.000 orang) untuk menggempur basis-basis KNU. Upaya penggempuran basis KNU telah diawali pasukan Myanmar pertengahan Maret lalu dengan menyerang lokasi Bukit Anjing Tidur, di hutan Manerplaw, yang terletak sebelah tepi barat Sungai Moei. Manerplaw adalah salah satu basis strategis gerilyawan KNU yang sudah lama diincar tentara Myanmar. Panglima Operasi, Mayor Jenderal Khin Nyut, terkenal sebagai tentara yang tak kenal kompromi, telah memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan kamp Manerplaw. Dalam serangan ke Manerplaw, sebuah sumber militer di Bangkok menyebutkan bahwa pemerintah Myanmar telah mengerahkan ribuan tahanan kriminal untuk membersihkan ranjau-ranjau darat yang dipasang pemberontak Karen di sepanjang jalan. Diperkirakan lebih 300 tahanan yang dijadikan tameng mati akibat ledakan ranjau. "Kami menamakan jalan-jalan itu sebagai lintasan maut," tutur Maung Mhi Aung, 34 tahun, napi yang berhasil melarikan diri ke kamp pemberontak Karen di Phobahta. Tak disebutkan berapa jumlah korban yang jatuh dalam penyerbuan ke Manerplaw. Maung memperkirakan ribuan orang, kebanyakan napi. "Seluruh hutan (Manerplaw) banjir darah dan penuh tubuh-tubuh bergelimpangan," katanya. Jatuhnya pusat pemerintahan tandingan di bawah Perdana Menteri Sein Wein ini ternyata tidak mengguncangkan semangat perlawanan pemberontak Karen. "Manerplaw itu selalu berjalan, di mana kami berdiri di situ ada Manerplaw," kata seorang pimpinan Karen. PM Sein Wein, yang ketika penyerbuan dilakukan tentara Myanmar tengah berada di Australia, yakin daerah basis perlawanan KNU akan segera direbut orang-orang Karen kembali seperti tahun lalu. Adakah impian Sein Wein bakal menjadi kenyataan? Siapa tahu. Sri Indrayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini