DUA bulan terakhir ini masa penuh cobaan bagi perdana menteri Muangthai Prem Tinsulanonda. Ia, kini 64 tahun, pertengahan September lalu, telah meninggalkan Bangkok menuju Amerika Serikat untuk memeriksakan penyakit jantungnya. Prem akan tinggal di sana selama satu bulan. Sementara itu, di dalam negeri, di samping konflik perbatasan dengan Kamboja dan Laos (Lihat: Buku Putih fari Vientiane), ada beberapa keruwetan politik yang muncul hampir bersamaan dan memerlukan penanganan bijaksana. Misalnya usul seorang anggota Parlemen untuk membahas kembali amendemen konstitusi yang bertujuan agar perwira tinggi dinyatakan berhak duduk dalam kabinet. Amendemen serupa sebenarnya sudah ditolak dalam pemungutan suara Parlemen Maret 1983. Tidak heran bila upaya menampilkan usul itu untuk kedua kalinya membangkitkan tanggapan riuh. Tapi debat mengenai amendemen itu tidak ditolak. Ia hanya ditunda sampai sidang berikutnya. Amendemen kontroversial itu agaknya tidak berdiri sendiri. Bertujuan melestarikan peran militer yang sempat berjaya selama 52 tahun, antara lain dengan 14 kudeta - amendemen itu dikaitkan dengan orang kuat militer Jenderal Arthit Kamlang-Ek. Panglima tertinggi angkatan bersenjata Muanthai itu, yang kini berusia 60 tahun, akan pensiun September tahun depan. Sekelompok tokoh militer, yang rupanya tidak mau kehilangan Arthit, lalu melancarkan kampanye, yang bisa juga dianggap "tekanan", terhadap pemerintah. Lewat sebuah pernyataan terbuka dariMayor Jenderal Pichit Kullavanijaya, mereka minta Prem, yang juga menjabat menteri pertahanan, supaya memperpanjang masa jabatan Arthit dua tahun lagi. Pichit, yang menjabat wakil Komandan Daerah Militer I memastikan bahwa pernyataan itu didukung semua jajaran angkatan bersenjata Muangthai. Seperti halnya amendemen, pernyataan Pichit menimbulkan berbagai tanggapan. Selain dianggap terlalu dini, dukungan untuk Arthit Juga ditafsirkan sebagai upaya penggalangan kekuatan secara terang-terangan dalam tubuh angkatan bersenjata. Ini jelas menyulitkan Prem yang diketahui lebih dekat dengan wakil kepala staf angkatan bersenjata Letnan Jenderal Chaovalit Yongchaiyuth. Tidak.hanya itu. Prem seolah-olah didesak untuk membalas jasa Arthit, yang berhasil menggagalkan kudeta perwira muda, April 1981. Adalah berkat kesigapan Arthit, Prem dapat bertahan di kursi perdana menteri sampai sekarang. Tapi kudeta gagal itu pula yang menjadi jenjang bagi Arthit ke puncak karier. Ia sampai 1981 boleh dikata amat kurang dikenal. Walaupun mahasiswa melancarkan aksi protes, pernyataan Pichit akhirnya disambut baik Prem. Dalam suratnya ke alamat wakil panglima angkatan bersenjata, Jenderal Sueb Aksananukroh, Prem antara lain menulis: "Usul perpanjangan jabatan Arthit adalah usul yang baik. Saya akan mengurusnya lewat saluran hukum." Sesudah itu, ketegangan mereda. Dan Pichit langsung menanggapi keterangan Prem. "Perpanjangan untuk Jenderal Arthit semata-mata diusulkan sesudah terjadinya penangkapan terhadap sejumah tokoh komunis yang bermaksud menciptakan kerusuhan di dalam kota," ujar Pichit. Sebaliknya, beberapa pengamat menduga bahwa isu komunis itu sengaja dibikin guna memberi alasan kuat bagi militer untuk bertindak. Dengan kata lain, supaya terbukti adanya keadaan rawan sementara Prem lagi sakit-sakitan. Betulkah? Dalam wawancara dengan majalah Newsweek, edisi 24 September, politisi dan bekas perdana menteri Kukrit Pramoj memang membenarkan adanya bahaya komunis, yang katanya membina hubungan dengan Vietnam. Tapi ia membantah dugaan bahwa Arthit berminat jadi menteri pertahanan. Sasaran jenderal itu, menurut Kukrit, adalah kursi menteri dalam negeri yang berwenang penuh mengatur negara. Terlepas dari analisa Kukrit, yang sebenarnya terjadi di bawah permukaan ialah gejala perpecahan dalamtubuh militer. Diduga ada dua kelompok kuat: kelompok Arthit dan kelompok Chaovalit, yang memihak Prem. Chaovalit dianggap terlalu banyak bermain-main dengan ide sosialis, sedangkan Prem belakangan dianggap terlalu peragu dan senantlasa terombang-ambing dalam ketidakpastian. Pichit, yan tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya akan kegawatan yang bisa timbul andai kata Prem meninggal, bukan tidak tahu bahwa Chaovalit, selama di bawah naungan PM berhasil menempatkan "orang-orang mereka" sebagai satu kekuatan di tubuh angkatan bersenjata. Dan bukan mustahil Chaovalit yang bakal naik. Garis serupa itu pula yang sedang digarap Arthit untuk mengimbangi saingannya. Maka, masalah reshuffle militer, yang rutin diadakan tiap tahun, kini jadi pembicaraan hangat. Reshuffle ini sengaja dipercepat karena Prem berangkat ke AS. Kabarnya dalam rangka itu Pichit diorbitkan sebagai komandan Daerah Militer I, yang berkuasa di Bangkok dan sekitarnya. Namun, tiba-tiba Sabtu lalu Jenderal Arthit menegaskan, "Daftar reshuffle tidak boleh dibocorkan." Perintah ini diduga ada kaitannya denan sejumlah perwira muda, sebagian besar kolonel, yang memohon ampun dan minta diaktifkan kembali. Mereka itu adalah pelaku kudeta 1981 yang digagalkan Arthit, tapi karena perkembangan politik sekarang mencari perlindungan pada jenderal itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini