SEBUAH prahoto putih dengan nomor pelat diplomat, yang ternyata palsu, V meluncur masuk kompleks kedutaan besar Amerika Serikat di Beirut Timur. Sopirnya sempat bertengkar dengan pengawal di gerbang depan, tapi dalam sedetik memacu prahoto kamikaze itu ke sasaran. Tembakan dilepaskan dan terlambat. Kendaraan bermuatan peledak sekitar 150 kg itu menggelegar pada jarak 20 meter dari gedung kedutaan. Prahoto itu terJungkir, sopirnya mati, dan sebuah lubang sebesar 3,6 m2 menganga di tanah dengan kedalaman 2,1 m. Serangan bunuh diri itu, yang terjadi Kamis pekan silam, mencatat jumlah korban paling kecil, dibanding dua peristiwa serupa yang menimpa kedutaan AS (April 1983) dan pangkalan Marinir dekat bandar udara Beirut (Oktober 1983). Sumber Libanon menghitung 23 tewas dan 72 luka-luka. Kedubes AS mencatat hanya 8 tewas, tanpa menyebutkan yang luka-luka. Tapi di antara yang luka-luka itu terdapat dubes AS Reginald Bartholomew dan dubes Inggris David Miers. Keduanya baru saja selesai berunding di lantai atas gedung bertingkat lima itu tatkala ledakan terjadi. Berulangnya tragedi "bom beroda" ini kabarnya karena kecerobohan AS sendiri. Bila saja mereka lebih serius menanggapi peringatan lewat telepon, yang sebelumnya dua kall dlsampalkan, agaknya serangan prahoto maut itu dapat dicegah. Seorang penelepon, yang mengaku dari organisasi Jihad Islam, pada 7 September mengatakan, ". . . akan ada serangan terhadap sebuah instalasi penting milik AS di Timur Tengah." Seminggu kemudian seorang penelepon tak dikenal menghubungi sebuah kantor berita di Beirut. Katanya: "Jihad Islam siap menggebrak kota-kota besar Amerika, bahkan menghantam sarana-sarana negara itu di Amerika Latin ataupun Eropa." Tidak puas dengan ancaman, penelepon melengkapinya dengan pesan kecil ditujukan kepada Presiden Ronald Reagan. "Hai kamu, Gubernur Gedung Putih, tunggulah pukulan menyakitkan sebelum kamu terpilih kembali. Gebukan ini pasti lebih ganas dari yang sudah-sudah." Dalam hal yang disebut tera hir, si penelepon keliru. Pemboman pertama kali terhadap kedutaan besar AS, yang waktu itu berlokasi di Beirut Barat, menewaskan paling sedikit 63 orang, penyerbuan truk maut di pangkalan Marinir menewaskan 289 orang - 241 tentara AS dan 48 tentara Prancis. Kendati prahoto putih yang memakai nomor pelat palsu tidak sempat membentur sasaran, getaran yang dltlmbulkannya lumayan juga. Kaca jendela gedung-gedung yang berdekatan pecah-pecah, sedangkan gedung kedutaan besar AS rusak bagian depan. "Ledakannya kuat sekali, seperti memecahkan anak teiinga saya," kata seorang wanita Libanon yang tlnggal beberapa kilometer di luar Beirut Timur. Dalam tempo satu jam sesudah ledakan, seorang penelepon mengaku bahwa Jihad Islam bertanggung jawab dan akan menyerang sasaran lainnya sampai tidak satu pun orang Amerika tersisa di Beirut. Reaksi Presiden Reagan? Dibangunkan dari tidurnya setelah ledakan itu, Reagan dengan wajah murung berkomentar, "Gerakan teroris internasional mengancam berbaga bangsa, tidak cuma kita .... Pemerintah akan melakukan apa saja untuk menghentikannya, katena sama sekali tidak mungkin bagi kita untuk bersembunyi dalam lubang dan tidak berbuat apa-apa." Hari itu Reagan tidak punya kesibukan di Gedung Putih, karena akan melakukan kampanye pemilu ke Lowa dan Michigan. Mematahkan aksi teroris bukanlah perkara gampang. Dua bulan lalu, gedung kedutaan besar AS sengaja dipindahkan dari kawasan Beirut Barat yang rawan ke Beirut Timur, antara lain, alasannya untuk menghindarkan serangan teroris. Kabarnya, gedung baru itu dlkawal sedemikian ketat hingga diberi julukan "Benteng Amerika". Alat-alat pengaman elektronik bersembulan dari tiap pojok gedung. Hanya saja pintu gerbang baja belum sempat dipasang - satu ttk lemah yang telah dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh organisasi Jihad Islam. Siapa mereka itu? Ada teori menyebutkan, Jihad Islam hanya nama sandi, sedangkan organisasinya sendiri tidak ada. Nama sandi ini dipakai oleh penelepon misterius untuk mengancam atau mengaku bertanggung Jawab. Tapi teori lain percaya bahwa Jihad Islam adalah organisasi yang menonjol dan punya cabang di Syria serta Iran. Tapi tidak satu pun bukti yang dapat mendukung keyakinan ini. Sementara itu, tim wartawan surat kabar The Washington Post yang mempelajari tiga aksi teror - di kedutaan besar AS dan pangkalan Marinir di Beirut Barat, serta di kedutaan besar AS di Kuwait, Desember 1983 - menemukan beberapa persamaan: alat senjata, dan cara pelaksanaannya. Bahkan, beberapa pelakunya juga dari kelompok yang sama. Para pelaku pemboman itu berikut peralatannya, begitu pula perintah pelaksanaannya yang cukup terperinci, diselundupkan dari Iran. Bahwa Iran terlibat, terbukti dari siaran Radio Teheran yang menuntut pembebasan teroris. Kalau tidak, kata mereka seusai aksi pada Desember silam, Kuwait akan menerima pembalasan setimpal. Kelompok teroris, yang disebut berasal dari Iran ini, dikabarkan bergabung dalam sekte Al Dawa, yang juga punya hubungan dengan organisasi Syiah Libanon militan, Amal, di bawah pimpinan Hussein Musavi. Seorang kemenakan Hussein terlibat dalam pemboman di Kuwait. Sedangkan dalam pemboman di Beirut Barat terlibat seorang kolonel angkatan darat Syria dan seorang anggota Saiqa, kelompok PLO yang dikontrol Syria. Tapi keterangan Sheikh Mohammed Fadlallah, seorang pemimpin Syiah Libanon di Beirut, baru-baru ini, membuat teka-teki Jihad Islam semakin membingungkan. Ia menegaskan kepada wartawan AP, "Sebagai organisasi, mungkin Jihad Islam tidak ada sama sekali. Nama itu hanya mewakili sesuatu atau sarana yang perlu penyamaran. Mungkin mereka Islam . . . atau segelintir orang yang memberi cap teroris bagi Islam. Orangorang ini bisa jadi agen rahasia Barat atau orang-orang Kristen Libanon."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini