Penggantungan wartawan itu tak cuma menimbulkan ketegangan Irak-Inggris, tapi juga di Inggris sendiri. September 1989. Sebuah ledakan di kawasan militer, 30 km selatan Baghdad, membuat para wartawan yang diundang Pemerintah Irak untuk menyaksikan pemilu di Kurdistan, mengalihkan perhatiannya. Tapi mereka tak diperbolehkan masuk ke wilayah itu. Farzad Bazoft, wartawan koran Inggris The Observer, tidak menyerah. Menyamar sebagai dokter, didampingi perawat (benar-benar perawat) Inggris Nyonya Daphne Paris, akhirnya ia lolos ke kawasan ledakan. Ia memotret-motret dan mengambil contoh tanah. Kembali di Baghdad, Bazoft bercerita kepada para wartawan lain, bahwa penyamarannya bukanlah suatu kegiatan spionase. Ia ditangkap di bandar udara ketika hendak kembali ke London. 31 Oktober 1989, di televisi Irak Bazoft mengaku melakukan spionase untuk Israel. 15 Maret 1990, Bazoft, 31 tahun, dihukum gantung. Nyonya Paris dihukum penjara 15 tahun. SAMPAI Bazoft dikuburkan di London, kontroversi tuduhan itu tetap tak terpecahkan. Pihak Irak tetap menuduh wartawan tersebut melakukan tindak mata-mata. Kata Azmi Shafiq Al Salihi, duta besar Irak di London, "Kami melaksanakan hak kami, dan kami menunjukkan kepada publik bahwa ia melakukan spionase terhadap negeri kami." Irak, ternyata, didukung Kuwait, juga Arab Saudi. "Kami sering harus minum pil pahit karena Inggris," tulis editorial koran Kuwait Al Watan. "Kini giliran Nyonya Thatcher minum pil pahit itu." Bazoft, kelahiran Iran masuk ke Inggris pada 1975. Ayahnya karyawan perusahanaan minyak nasional Inggris. Hingga meninggalnya, pemuda yang cakap bicara Inggris daripada Parsi itu tak jelas benar kewarganegaraannya. Ia mendapat izin kerja dan kemudian terjun ke dunia pers. Ia punya minat besar meliput berita di Timur Tengah. Kariernya melonjak, ketika memberitakan revolusi Iran. Artikel-artikelnya dimuat di koran-koran Inggris. Juga beberapa kali Bazoft bekerja untuk televisi, dan Radio BBC, sebelum bergabung dengan The Observer pada 1986. Tentu pihak Inggris, terutama rekan-rekan Bazoft di The Observer -- salah satu dari tiga surat kabar Inggris yang terpandang -- menolak tuduhan tersebut. Donald Trefold, redaktur koran itu, menyangkal bahwa Bazoft adalah mata-mata. "Pengakuan itu didapatkan dengan paksaan dan sudah dicabut Bazoft dalam persidangan," kata Treford. Memang, oleh rekan-rekannya Bazoft dikenal sebagai pekerja keras yang selalu ingin menyajikan berita yang eksklusif. Tindakannya di pangkalan militer Irak itu juga dimaksudkan untuk menyelidiki kebenaran berita matinya ratusan korban ketika markas itu meledak. Koran Inggris The Independent melaporkan ada 700 korban, sementara pengumuman resmi Pemerintah Irak hanya menyebut 19 korban jatuh akibat depot penyimpanan minyak meledak. Tapi kontroversi itu tak cuma berkaitan dengan tuduhan Irak dan pembelaan Inggris. Di Inggris sendiri Bazoft menimbulkan debat. Di hari ia dieksekusi, Menteri Luar Negeri Inggris, Douglas Hurd, langsung menarik duta besarnya di Baghdad. Selain itu, Hurd pun mengumumkan penangguhan kunjungan ke Irak, dan menyatakan bahwa orang-orang Irak yang kini mendapat latihan kerja di Departemen Pertahanan Inggris akan dipulangkan secepatnya. Sementara itu, ada suara-suara di parlemen Inggris yang menghendaki tindakan yang lebih keras, umpamanya memberikan sanksi dalam bidang perdagangan atau menghentikan sama sekali hubungan diplomatik dengan Irak. Tapi sehari setelah ia dieksekusi, koran-koran Inggris memuat berita bahwa Bazoft pernah setahun dipenjarakan karena merampok US$ 760 dari sebuah bank pada 1981. Bujangan itu pun pernah empat kali menawarkan informasi kepada polisi Inggris antara tahun 1987 dan 1989. Tak dijelaskan informasi apa, tapi yang pasti tidak berkenaan dengan Irak. Maka, seorang anggota parlemen dari partai Tory, partai PM Thatcher, bertanya-tanya, apa yang menyebabkan Bazoft tetap diizinkan tinggal di Inggris setelah keluar dari penjara. Juga ada serangan terhadap The Observer, kenapa Bazoft yang dikirim ke Irak. Benar, perang Iran-Irak sudah berhenti sejak 18 bulan lalu, tapi permusuhan kedua negara itu tetap panas, dan Bazoft bagaimanapun adalah orang Iran. Ada yang berpendapat, munculnya biografi Bazoft dan kritik dari Tory adalah dalam rangka membelokkan perhatian dari debat perlukah Pemerintah Inggris menjatuhkan sanksi lebih berat. Konon, itu untuk melindungi sekitar 2.000 warga negara Inggris yang kini bekerja di Irak. Juga untuk memelihara hubungan dagang yang memang memasukkan devisa ke pihak Inggris. Tahun lalu, misalnya, ekspor Inggris ke Irak -- antara lain berupa bahan bangunan, kendaraan, dan bahan farmasi -- mencapai US$ 729 juta. Sedangkan Inggris mengimpor minyak dan produk pertanian senilai US$ 151 juta. Yang dilupakan pihak Inggris adalah kenyataan bahwa wartawannya di Irak bisa saja dituduh macam-macam, dan usaha diplomatik ternyata sia-sia (PM Thatcher kabarnya minta bantuan kepada Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar, Raja Yordania Hussein, dan Ketua PLO Yasser Arafat sebelum Bazoft digantung). Jadi, perlukah sanksi berat terhadap Irak? Yang segera muncul justru sikap tegas dari Irak. Sabtu pekan lalu kedutaan Inggris di Baghdad diserbu massa. Mereka meneriakkan slogan anti-Inggris, menyatakan siap menghadapi Inggris kalau mencampuri urusan dalam negeri Irak. Bunga Surawijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini