Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Departemen Penyelidikan Pidana (CID) Kepolisian Diraja Malaysia menangkap lima influencer — empat perempuan dan satu laki-laki — karena mempromosikan prostitusi online, video seks, dan obat stimulan seksual tanpa izin di media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penyelidikan awal mengungkapkan bahwa selain menjual 'produk' mereka, para tersangka bahkan melakukan hubungan seksual dengan pelanggan mereka dengan biaya tertentu," kata Direktur CID Bukit Aman, Komisaris Datuk Seri Mohd Shuhaily Mohd Zain, seperti dikutip The Star, pada Jumat, 14 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Shuhaily, kelompok ini dipimpin oleh seorang perempuan Malaysia berusia 27 tahun yang dikenal sebagai Miza Ozawa, yang memiliki catatan kriminal karena pernah menyerang ibunya sendiri. Miza bersama dengan seorang perempuan Indonesia berusia 26 tahun dan seorang pria Indonesia berusia 20 tahun adalah aktor dalam video seksual eksplisit yang mereka jual secara online. Dua perempuan lainnya, berusia 17 dan 20 tahun, adalah warga Malaysia dan menjadi kru produksi video mereka.
“Kami yakin mereka mendapat penghasilan sekitar 20.000 ringgit (sekitar Rp 70 juta) sebulan karena setiap langganan video seks dihargai antara 450 dan 550 ringgit (Rp 1,5-2 juta),” kata Shuhaily.
Polisi, kata Shuhaily, telah menyita uang tunai 30.000 ringgit (Rp 104 juta), laptop, dan beberapa ponsel dalam penggerebekan tersebut. “Mereka akan ditahan hingga 20 Juni.”
Pelacuran telah memasuki era digital di Malaysia. Menurut The Sun, Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (MCMC) telah memblokir 385 situs web yang menawarkan jasa seks online selama 2020 hingga Agustus 2023. MCMC menyatakan telah menerima 445 keluhan yang berhubungan dengan prostitusi dan jasa seks online melalui platform-platform media sosial.
MCMC mengaku telah melakukan inisiatif pemberdayaan melalui program Click Wisely (Klik Bijaks) yang berfokus pada peran bersama semua pihak. Mereka juga telah berkolaborasi dan berkoordinasi dengan penyedia platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan X untuk menyetop konten yang mengandung prostitusi online. “Kami menekankan pentingnya swasensor untuk melindungi dari bahaya online. Prakarsa kami adalah membantu membangun resistensi tingkat tinggi terhadap potensi berisiko di Internet dan media baru,” kata MCMC.