SUNGGUH dianggap sepi. Batas waktu yang ditetapkan Presiden
Carter supaya Uni Soviet menarik mundur pasukannya dari
Afghanistan ternyata lewat begitu saja. Bahkan sekutu AS tidak
bulat hati untuk memboikot Olympiade Moskow. Umpamanya,
pertemuan para Menlu 9 negara yang tergabung dalam Masyarakat
Ekonomi Eropa (MEE) yang berlangsung di Roma (19 Februari) tegas
menolak usul Carter untuk mengenakan sanksi atas Moskow. Mereka
cenderung ingin membicarakan pendekatan yang mungkin bagi
penyelesaian krisis Afghanistan itu.
Konperensi para Menlu MEE itu berpendapat, "krisis ini bisa
diselesaikan secara konstruktif dengan membiarkan Afghanistan
netral dan berada di luar kompetisi kekuatan yang ada." Lord
Carrington, Menlu Inggris, mengusulkan cara pemecahan ini dengan
alasan 'agar Soviet tidak kehilangan muka'.
Inisiatif Inggris ini sebenarnya bukanlah hal baru. Jauh sebelum
itu Carter juga pernah mengajukannya, tapi dengan berbagai
syarat yang harus clipenuhi Soviet terlebih dahulu. Mungkin di
sinilah letak bedanya.
Dalam surat balasannya kepada Presiden Tito -- yang menghimbau
AS untuk melanjutkan usaha ke arah peredaan ketegangan -- Carter
telah menyatakan bersedia turut memberikan jaminan bagi
netralitas Afghanistan. Hal ini diungkapkan jurubicara Gedung
Putih pekan lalu. Tapi yang jadi soal, seperti ditulis
International Herald Tribune, "apakah bangsa Afghanistan sudah
ditanyai bahwa mereka memang ingin netral?"
Memang masalah netralitas ini hampir tidak berguna lagi sejak
superpower menjadi penentu kelangsungan suatu pemerintahan di
Dunia Ketiga. Namun 'netralitas' ini masih perlu didengungkan.
Begitupun, secara tegas RRC menolak usul itu. "Serahkanlah hal
itu kepada rakyat Afghanistan, dan Mosko harus segera keluar
dari wilayah itu, kata seorang pejabat RRC, yang dikutip Voice
of America.
Dalam suatu pertemuan dengan Armand Hammer, seorang industrialis
Amerika, Presiden Leonid Brezhnev telah memberikan isyarat bahwa
Moskow siap menarik mundur pasukannya. "Asal segala bentuk
campur tangan asing yang mengancam langsung pemerintahan dan
rakyat Afghanistan menghentikan kegiatannya," kata Brezhnev.
Tapi pada hari yang sama, Soviet mulai lagi mengirimkan pasukan
tambahan dan bahan perlengkapan bagi keperluan militer ke
Afghanistan.
Pernah sehari penuh lapangan terbang Kabul (27 Februari) sibuk
melayani pesawat terbang Soviet yang datang silih berganti
setiap 30 menit. Hal itu diceritakan oleh turis Barat yang
datang di New Delhi dari Kabul kepada pers. Menurut cerita
pelancong itu, tambahan pasukan Soviet makin datang setelah
terjadi huru-hara anti Soviet yang menewaskan ratusan
tentaranya.
Kalaupun Soviet menerima usul netralitas tadi, mungkin hanya
merupakan pilihan sementara, sambil ia menantikan hasil
pertarungan yang tak menentu di negara itu. Yang jelas istilah
'campur tangan negara asing' semakin kabur sejak terjadinya
invasi Soviet di Afghanistan ini.
Rakyat Afghanistan secara langsung merasakan akibat
pertarungan sesama bangsanya dalam melawan Soviet. Dari berita
yang sampai lewat para pengungsi di Peshawar, diketahui
pembunuhan terus berlangsung. Bahkan sumber intelijen AS
mengatakan 2 desa di Afghanistan telah dibom oleh Soviet.
Artinya ada perang, sesuatu yang mengerikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini