Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Situasi kompetisi

Ahli masalah asia khususnya cina berceramah di jakarta. mengungkapkan hubungan-hubungan bilateral ke beberapa negara.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LUCIAN W. Pye datang lagi, entah untuk ke berapa kalinya. Datang bersama istrinya, selama 2 pekan ini Dr. Pye memberikan serangkaian ceramah di Jakarta dan kota-kota Indonesia lainnya. Dia dikenal sebagai ahli masalah Asia, khususnya Cina. Lahir tahun 1921 di Provinsi Shanshi, Cina, dia menulis buku di samping mengajar ilmu politik, seperti di Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan bekerja sebagai penasihat pemerintah Amerika Serikat. Dia juga penasihat Rand Corporation, badan riset swasta AS terkenal dalam hubungan internasional. Peranan Dr. Pye ternyata cukup menarik TEMPO menginterpiunya pekan lalu. Sedikit petikan: Menurut Presiden Marcos, sekarang muncul 2 aliansi baru di Asia. Yaitu Amerika Serikat, Jepang dan Cina di satu pihak, sedang Uni Soviet, Vietnam dan India di pihak lain. Bagaimana pendapat anda tentang ini? Berbicara tentang aliansi di dunia harus diakui bahwa hubungan AS dengan Jepang adalah yang paling kuat. Sama halnya hubungan Soviet dengan Hanoi atau Soviet dengan India. Tapi sampai sekarang huhungan AS-Cina masih bersifat sangat sementara, seperti halnya Cina-Jepang. Dan apa yang disebut aliansi baru ini dasarnya tak lebih dari harapan dan pendapat orang yang berpijak dari apa yang akan terjadi pada masa depan. Yang jelas sampai sekarang AS belum bersedia memberikan bantuan militer kepada Cina. Berbeda dengan apa yang dilakukan Soviet untuk India atau Hanoi. Setelah perang Vietnam berakhir ada kesan bahwa AS akan meninggalkan kawasan ini. Tapi keadaannya sekarang berubah, bahkan kelihatan AS akan memperkuat kehadirannya di sini. Hal apa yang menyebabkan perubahan itu? Tadinya pemikiran strategis militer AS untuk meninggalkan kawasan ini sebagian besar karena sudah ada hubungan baik dengan Beijing di samping problem yang kami lihat semula sudah berubah. Begitupun, tidak seluruh kekuatan militer AS ditarik. Dalam waktu yang sama peranan sektor swasta Amerika bahkan makin meningkat dan sangat aktif. Terutama dalam hubungan ekonomi dan intelektual. Namun perubahan yang paling berarti terjadi lagi ketika invasi Soviet di Afghanistan setelah krisis Iran. Hal ini membuat orang Amerika merasakan adanya suatu situasi kompetisi. Padahal sebelum itu sudah ada usaha meredakan ketegangan (detente). Soalnya ini bukan lagi merupakan kompetisi ideologi. Saya kira sudah lama ideologi menjadi hal yang tak begitu penting lagi. Kita lihat saja dalam waktu belakangan ini negara komunis sudah saling bertempur sesamanya. Soviet vs Cina, Cina vs Vietnam. Hampir semua negara lebih mengutamakan pasaran ekonomi, bahkan juga Cina. Ada pendapat bahwa Cina sekarang ini merupakan partner muda (junior partner) AS setelah Jepang di Asia. Apakah ancaman bahaya komunis yang selama ini dikhawatirkan ASEAN akan dengan sendirinya hapus? Saya tak sependapat untuk menempatkan Cina sebagai partner muda AS, walaupun kami mempunyai kepentingan yang paralel di berbagai bidang, terutama keprihatinan kami dalam melihat gelagat Soviet. Kini pertama kali dalam sejarah modern kami mempunyai hubungan baik dengan keduanya, Cina dan Jepang, sekaligus. Ketika Cina berhadapan dengan militer Jepang pada tahun 1930-an kami membantu Cina. Setelah Perang Dunia II kami membantu Jepang menghadapi Cina. Tentu saja dari segi ancaman kami tidak pernah menganggap Cina begitu kuat. Dan kami tidak melihat Cina seperti dulu ketika masih dibantu Soviet. Sekarang kami melihat Cina sebagai negara yang sedang mencoba membangun. Begitupun, dari segi komitmen ideologi -- ini sangat penting -- ternyata mereka (Cina) masih tetap melakukan 3 hal. Pertama, masih menampung pelarian politik. Kedua, masih meneruskan siaran radio bawah tanah yang membantu gerakan revolusioner di negara ASEAN. Ketiga, masih terus membantu gerakan komunis revolusioner. Namun pada dasarnya Cina bukanlah masyarakat yang revolusioner lagi. Kalaupun mereka membantu gerakan itu, bukanlah itu terpusat pada kebijaksanamya, tapi semata-mata karena negara lain juga melakukan hal yang sama yaitu kegiatan rahasia di luar negaranya. Yang lebih penting saya kira Cina menginginkan sekali hubungan yang lebih baik dengan negara-negara di Asia Tenggara. Seperti yang kita lihat Cina menentang Hanoi untuk melindungi negara ASEAN. Begitupun saya sependapat dalam hal retorika mendukung gerakan revolusioner memberi kesan berbahaya. Saya berharap mereka akan menghentikannya. Bagaimana pendapat anda tentang masih tertundanya normalisasi hubungan Indonesia-Cina? Kesan saya Deplu Indonesia sedang berusaha mempersiapkan dibukanya kembali hubungan itu. Bahkan keterangan Presiden Soeharto ketika acara perpisahan dengan Dubes Jerman (Barat) memberi kesan bahwa pemulihan hubungan hanya tinggal soal teknis belaka. Namun masalah kebijaksanaan RRC tentang hoakiau memang agak membingungkan. Dari Manila terdengar gagasan akan perlunya organisasi ASEAN ditingkatkan menjadi suatu pakta militer. Apakah ini akan lebih baik buat ASEAN? Saya betul-betul tak setuju dengan ide itu. Itu adalah soal terakhir yang harus dilakukan. Terpenting ialah apakah negara ASEAN sudah merasa bersesuaian satu sama lain. Dan yang lebih baik adalah menguji hubungan yang sudah ada. Saya tidak melihat adanya ancaman baik dalam hal hubungan AS-Cina atau Jepang, bahkan Indocina sekalipun. Adalah sangat impulsif bila ASEAN harus melangkah ke arah pakta itu. Ada semacam desakan terutama dari ASEAN bahwa pemecahan masalah Kambodia hanya bisa kalau Vietnam menarik mundur pasukannya dan dibentuk suatu pemerintahan netral di negara itu. Pendapat anda tentang hal ini? Dalam masalah Kambodia tak ada satu negara di dunia yang bisa memegang peranan khusus untuk memecahkannya. Amerika sendiri dalam politik luar negerinya telah menyerahkan kepada ASEAN untuk memegang peranan dan AS akan mendukungnya. Tapi ASEAI menyerahkan kembali kepada AS agar memegang peranan. Problem yang paling dasar adalah tidak seorangpun yang percaya ada tokoh yang netral yang bila memimpin Kambodia. Amat disayangkan, Pangeran Sihanouk sudah memisahkan diri dari setiap orang. Dia bukanlah alternatif yang mungkin lagi. Sedang Pol Pot sulit untuk mendapat dukungan. Ada semacam anggapan dari kelompok oposisi di bebcrapa negara Asia. -- seperti di Filipina misalnya yang menuduh AS sebagai pendukung rezim penindas. Bagaimana tentang citra Amerika ini? AS tidak memiliki semacam kedutaan besar revolusioner yang bisa mengubah keadaan dunia. Banyak orang yang mengharapkan AS menggulingkan suatu pemerintah dan menggantikannya dengan yang lain. Memang dalam beberapa tahun terakhir ini AS membiarkan berlangsungnya status quo. Orang Amerika hampir tak memberikan reaksi terhadap aksi yang dilakukan Soviet di beberapa negara, seperti di Angola. Tapi belakangan ini banyak yang menganggap itu salah. Yang jelas ketika Syah Iran dijatuhkan, AS tidak membantunya. Dan ini jelas sesuai dengan janji Carter.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus