Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kriangsak mundur, prem maju

Krisis politik akibat kenaikan harga minyak, mulai mereda. janji menegakkan demokrasi dan menyelenggarakan pemilu.

8 Maret 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEKALI ini tidak perlu dengan kudeta, suatu ciri khas Muangthai. Jenderal Kriangsak Chomanan telah rela mengundurkan diri. Hingga terbuka jalan bagi Jenderal Prem Tinsulanonda menjadi perdana menteri yang baru. Tampaknya skenario ini akan meredakan krisis politik yang melanda Muangthai terutama karena pemerintahah Kriangsak sudah kehilangan kepercayaan rakyat. Dalam sidang parlemen, Jenderal Prem berhasil awal pekan ini mengalahkan bekas PM Kukrit Pramoj dengan jumlah suara 399 banding 79. Kemenangannya ini memang sudah diduga. Sejak kaum oposisi bersama-sama organisasi buruh, mahasiswa dan nelayan melancarkan protes ke arah PM Kriangsak -- akibat kenaikan harga minyak -- nama Prem sudah dicanangkan sebagai calon pengganti. Terlebih-lebih setelah Jenderal Kriangsak mengumumkan pengunduran dirinya (29 Februari). Prem, bujangan yang berumur 59 tahun itu, dikenal sebagai 'serdadu sejati' yang menyintai profesinya. Selama 40 tahun mengabdi di Tentara Kerajaan Muangthai, dia adalah tokoh yang dihormati karena tidak termasuk kelompok tentara yang korup. Bahkan ketika dia menjabat panglima di wilayah timur laut Muangthai yang membawahi 16 provinsi, Prem dianggap paling berhasil mendekati penduduk. Kebijaksanaannya yang disebut 'politik mendahului militer' membuat dia sukses dalam mengatasi kerusuhan di wilayah itu. Sangat Khawatir Apakah Prem akan berhasil memenuhi tuntutan kaum oposisi, yaitu menurunkan harga minyak? Ini masih tetap tanda tanya besar. Ketika mendengar dirinya terpilih, Prem dengan tenang mengatakan, "saya sangat khawatir menerima jabatan itu." Dia adalah Menteri Pertahanan, anggota kabinet Kriangsak yang semula menaikkan harga minyak. Sebagian kalangan politisi di Bangkok rupanya realistis. "Terpilihnya Prem bukan karena kami percaya bahwa dia dapat memecahkan masalah ekonomi tapi karena kami memerlukan seseorang yang mampu mempersatukan bangsa." Memang masalah mempersatukan bangsa semakin menonjol di Muangthai. Terutama karena negara ini belum begitu lama memasuki era demokrasi parlementer. Negara ini selama puluhan tahun berada di bawah rezim militer. Kriangsak sendiri dalam pidatonya di depan parlemen, ketika mengumumkan pengunduran dirinya, mengutamakan masalah persatuan ini. Apalagi dia melihat bahwa aksi kaum oposisi melulu bertujuan menjatuhkan kabinetnya. "Kita membutuhkan persatuan dan kerja sama. Tidak sepantasnya perpecahan timbul hanya karena perjuangan kekuasaan," kata Kriangsak. Namun pengunduran diri Kriangsak, 62 tahun, betul-betul di luar dugaan. Scmula ia mengritik habis-habisan tindakan kaum oposisi di mimbar sidang luar biasa gabungan Senat dan Parlemen. "Untuk menjamin kelangsungan pemerintah demokrasi parlementer, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan perdana menteri," katanya kemudian. Tindakannya ini tentu saja mendapat sambutan luar biasa dari kalangan yang selama ini menuntutnya agar meletakkan jabatan. Cuma Kukrit menuduh Kriangsak sebagai orang yang tak jujur. "Dia tembak kami, kemudian dia lari," kata Kukrit yang merasa tak diberi kesempatan untuk menjawab tuduhan Kriangsak terhadap aksi kaum oposisi. Kriangsak baru 3 pekan lalu mengubah susunan kabinetnya. Toh tak mampu ia mengatasi krisis politik yang disebabkan kenaikan harga bahan bakar minyak itu. Berbagai pendekatan yang dilakukannya dengan kelompok oposisi tetap tidak membuahkan hasil. Sementara itu kekhawatiran berbagai kalangan akan terjadinya kudeta sebagai suatu penyelesaian rupanya menghantui Kriangsak juga. Karena selama ini penyelesaian politik di negara itu selalu melalui kudeta. Bahkan Kriangsak muncul dalam gelanggang politik juga setelah berlangsung kudeta berdarah, 6 Oktober 1976. Ratusan mahasiswa di Universitas Thammasat tewas dan sekitar 3000 lainnya ditahan ketika itu. Setelah peristiwa berdarah itu, Kriangsak diangkat menjadi Sekjen Dewan Reformasi Administrasi Nasional (NARC) yang diketuai oleh Admiral Sangad Chaloryoo. Sedang waktu itu Thanin Kraivichien ditunjuk oleh Raja Bhumipol Adulyadej sebagai perdana menteri. Tapi karena kekejaman pemerintahan Thanin ini tidak populer, pihak militer sekali lagi mengambil oper kekuasaan pada November 1977. Dan muncullah Kriangsak sebagai perdana menteri. Pada mulanya Kriangsak populer di kalangan rakyat. Terutama karena janjinya untuk menegakkan demokrasi dan menyelenggarakan pemilihan umum. Dan Kriangsak benar melaksanakan janjinya. Bahkan amnesti diberikannya kepada mahasiswa yang lari ke hutan dan bergabung dengan Partai Komunis Thai setelah kudeta 6 Oktober '76. Di sini terbukti dia sebagai tokoh pemersatu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus