Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBELUM pemilihan umum sela Filipina digelar pada 13 Mei lalu, hasilnya sudah bisa diprediksi. Menurut The -Guardian, pemilu untuk memilih 12 senator, anggota Kongres, dan pengisi sejumlah pos penting pemerintah lokal itu sudah ditebak bakal memperkuat dukungan politik bagi Presiden Rodrigo Roa Duterte dan membuka jalan Duterte meloloskan sejumlah agendanya.
Dalam survei pada akhir Maret lalu oleh lembaga independen Social Weather Stations, 81 persen responden mengaku puas atas kinerja pemerintah Duterte yang sudah berjalan tiga tahun. Tingkat kepuas-an ini naik 6 poin dibanding dalam survei pada Desember 2018. Responden mengaku paling puas atas upaya pemerintah membantu orang miskin dan paling tidak puas dalam soal inflasi.
“Pemilihan umum dipandang sebagai ujian terhadap popularitas Duterte dan menjadi peluang baginya untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dengan mendapatkan kendali atas Senat, yang telah terbukti menjadi penghalang bagi rencana kebijakannya dalam tiga tahun pertama masa kepresidenannya,” kata analis di Fitch Solutions.
Hasil pemilu sela yang diumumkan pada Rabu, 22 Mei lalu, mengkonfirmasi prediksi itu. Komisi Pemilihan menyatakan sekitar 61 juta pemilih memberikan kemenangan kepada sejumlah calon senator yang didukung Duterte. Rinciannya, sembilan calon senator yang berafiliasi ke Duterte lolos dan tiga lainnya adalah kandidat yang bukan dari kubu resmi oposisi.
Dari sembilan senator itu, tiga nama yang cukup tersohor dan dikenal dekat dengan Duterte adalah Ronald dela Rosa, Bong Go, dan Imee Marcos. Selain ketiganya, tiga anak Duterte meraih kemenangan dalam pemilihan ini: Sara Duterte sebagai Wali Kota Davao, Sebastian Duterte menjadi Wakil Wali Kota Davao, dan mantan wakil wali kota Paolo Duterte sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Beberapa kebijakan Duterte yang kemungkinan besar lolos karena berkurangnya penentang di Senat adalah kembalinya hukuman mati, diturunkannya usia pertanggungjawaban pidana menjadi di bawah 15 tahun, dan revisi Konstitusi 1987, terutama untuk memungkinkan peralihan ke bentuk pemerintah federal.
Ronald dela Rosa lama dekat dengan Duterte. Ia menjadi Kepala Kepolisian Davao saat Duterte menjabat wali kota di sana selama 2013-2016. Saat Duterte menjadi presiden, Rosa menjabat Kepala Kepolisian Nasional Filipina. Dialah yang memimpin perang obat bius mematikan pada masa pemerintahan Duterte. Menurut pria 57 tahun itu, awalnya ia akan maju sebagai kandidat Gubernur Davao Del Sur. Tapi ia kemudian didukung menjadi calon senator.
Dalam perang antinarkotik Filipina, menurut data resmi, polisi diyakini telah membunuh hampir 5.300 orang yang dicurigai menjual atau menggunakan narkotik sejak Duterte memulai kampanye ini. Namun kelompok-kelompok pegiat hak asasi manusia memperkirakan jumlah korban tewas jauh lebih banyak, yaitu lebih dari 20 ribu orang. Aparat keamanan Filipina mengatakan pembunuhan itu bisa dibenarkan.
Ramon Casiple, Direktur Eksekutif Institute for Political and Electoral Reform, menyebutkan perang obat bius Duterte berkontribusi terhadap lolosnya Rosa dengan dukungan 19 juta suara. “Ada dukungan populer untuk kampanye antinarkotik, bahkan ketika orang tidak mendukung pembunuhan,” tutur Casiple. “Dela Rosa memperoleh perhatian nasional karena perang antinarkotik itu.”
Adapun Bong Go dikenal sebagai pembantu lama Duterte. Pria yang memiliki nama lengkap Christopher Lawrence Tesoro Go itu politikus yang menjadi Asisten Khusus Presiden selama Juni 2016-Oktober 2018. “Banyak orang Filipina percaya pada janji-janji perubahannya, termasuk kampanye tanpa henti melawan kriminalitas, korupsi, dan obat-obatan terlarang,” ujar Go tentang dukungan publik kepada Duterte.
Kandidat senator lain yang didukung Duterte adalah Maria Imelda Josefa “Imee” Romualdez Marcos. Politikus itu putri mantan diktator Filipina, Ferdinand Marcos. Ia meraih dukungan 15,8 juta suara meski telah dikaitkan dengan kekayaan keluarganya yang tidak dapat dijelaskan.
Hasil pemilihan sela ini, tulis Al Jazeera, membuat cengkeraman Duterte lebih kuat di Senat. Kini hanya tersisa empat dari 24 senator yang menjadi lawan Duterte, berkurang dari enam pada periode sebelumnya. Selain tak lolos, senator penentang Duterte tidak maju lagi dalam pemilihan lalu. Salah satunya Antonio Trillanes. Leila Norma Eulalia Josefa Magistrado de Lima juga tak maju karena dijerat kasus perdagangan narkotik.
De Lima dulu adalah pengacara, aktivis hak asasi manusia, politikus, dan profesor hukum. Dia diangkat Presiden Gloria Macapagal-Arroyo sebagai Ketua Komisi Hak Asasi Manusia pada Mei 2008 dan bertugas sampai 2010. Ia kemudian ditunjuk Presiden Benigno S. Aquino III menjadi Menteri Kehakiman.
Dia mundur dari posisi menteri pada 12 Oktober 2015 untuk berfokus pada pencalonannya di Senat dalam pemilihan umum 2016 dan menang. Selama di Senat, dia dikenal sebagai pengkritik perang narkotik Duterte. Pada Februari 2017, beberapa hari setelah mengumpulkan penghargaan internasional untuk kampanyenya melawan pembunuhan di luar proses hukum di negeri itu, ia ditangkap dan didakwa terkait dengan perdagangan narkotik selama menjadi Menteri Kehakiman.
Tidak seperti Dewan Perwakilan Rakyat, yang setuju dengan perang Duterte terhadap narkotik, deklarasi darurat militernya di selatan negara itu, dan langkah-langkah lainnya, Senat dipandang lebih independen dari Malacanang. Sebelumnya, ada enam anggota oposisi yang berada di blok minoritas, sementara sisanya bersekutu dengan Presiden. Peta itu kini berubah sesuai dengan hasil pemilihan 13 Mei lalu.
Setidaknya tujuh senator diperlukan untuk memblokir amendemen konstitusi, yang disahkan dengan perlindungan terhadap kediktatoran pada 1987, setahun setelah Ferdinand Marcos digulingkan lewat pemberontakan “kekuatan rakyat” yang didukung tentara. Dengan hanya tersisa empat kursi, sejumlah agenda Duterte diyakini akan lolos dari Senat.
Beberapa kebijakan Duterte yang kemungkinan besar lolos karena berkurangnya penentang di Senat adalah kembalinya hukuman mati, diturunkannya usia pertanggungjawaban pidana menjadi di bawah 15 tahun, dan revisi Konstitusi 1987, terutama untuk memungkinkan peralihan ke bentuk pemerintah federal.
Anggota Senat yang baru menepis anggapan bahwa mereka akan menyetujui semua kebijakan pemerintah. “Apakah saya terlihat seperti tukang stempel?” tutur Bong Go. Tapi Go menekankan bahwa ia akan mendukung perang Presiden melawan kriminalitas, korupsi, dan obat-obat-an terlarang, juga menyokong undang-undang yang memberlakukan kembali hukuman mati untuk kejahatan keji dan perdagangan narkotik.
Senator De Lima, yang kini masih ditahan di Markas Besar Kepolisian Nasional Filipina di Manila, mengatakan Filipina mempertaruhkan “periode di bawah kekuasaan orang kuat dalam waktu lama” jika sekutu Duterte mendapat kendali lebih besar di Senat. “Ini akan membawa Filipina kembali ke titik awal dalam proyek demokratisasi dan modernisasi politiknya,” ucapnya.
ABDUL MANAN (THE GUARDIAN, NEW YORK TIMES, RAPPLER, THE PHILIPPINE STAR)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo