WALTER Sisulu, 80 tahun, adalah Wakil Presiden ANC, partai terbesar di Afrika Selatan. Ia mungkin tak setenar ketuanya, Nelson Mandela. Tapi sejarah perjuangannya menghantam apartheid tak kalah panjangnya. Sisulu juga sempat mendekam di penjara Pulau Robben selama 25 tahun. Setelah ANC diizinkan berdiri kembali, empat tahun lalu, Sisulu ditugasi menyusun kembali struktur dan kebijaksanaannya. Wartawan TEMPO Yuli Ismartono mewawancarainya di markas ANC, Johannesburg, pekan lalu. Petikannya: Anda telah mengikuti perjuangan ANC dari mula. Kini kemenangan sudah di ambang. Bagaimana perasaan Anda? Tak ada kata-kata tepat yang dapat menggambarkan kemenangan kami. Ini adalah detik-detik yang menggemparkan. Saya teringat pada pahlawan-pahlawan yang memulai gerakan perjuangan ini. Saya tak sabar lagi. Kami orang hitam telah menunggu berabad-abad untuk memperoleh hak suara ini. Apa masalah terbesar yang dihadapi Afrika Selatan baru? Masalah terbesar adalah harapan rakyat yang sangat berlebihan. Ini dapat dimaklumi menimbang penderitaan mereka di masa lalu. Pemerintah baru nanti harus mengubah harapan-harapan rakyat agar lebih realistis. Misalnya? Seorang wanita menulis surat kepada surat kabar The Star. Dia mengatakan, "Mandela sudah satu tahun bebas, tapi saya belum juga mendapat rumah seperti yang dijanjikan ketika kami berkampanye agar ia dibebaskan." Pikiran semacam itu yang harus kami ubah. Penghuni perkampungan Soweto, misalnya, mengharapkan pemerintah mulai membangun rumah-rumah baru satu hari setelah pemilu. Ada yang mengira akan langsung mendapat pekerjaan. Jutaan rakyat kami sudah lama menganggur. Yang lain menginginkan pendidikan bermutu. Anda tahu, sistem pendidikan kami sudah hancur. Itu kan hak rakyat, yang selama apartheid tak pernah mereka rasakan. Apakah pemerintah baru mampu memenuhinya? Itulah yang saya maksud dengan harapan yang berlebihan. Mana mungkin pemerintah baru mampu memenuhi tuntutan itu dalam satu atau dua hari? Tentu kami berusaha dan akan mengikuti rencana pembangunan yang realistis. Misalnya, kami akan membangun dua juta perumahan rakyat dalam waktu lima tahun, dan pendidikan secara cuma-cuma untuk SD. Jika rakyat tak mau menerima kenyataan, apakah akan rusuh kembali? Memang sulit. Rakyat sudah terbiasa melakukan pemogokan untuk menuntut haknya. Mogok sini, protes sana. Itulah yang kami lakukan terhadap rezim lama, dan cara itu akan ditiru oleh rakyat sekarang. Namun, rakyat perlu tahu bedanya. Dulu kami melawan penjajah, sekarang tidak. Pemerintah baru ingin mengajak rakyat membangun bersama. Kerusuhan kan sudah menjadi kebiasaan. Bagaimana bisa diubah? Kekerasan dan kerusuhan di Afrika Selatan itu buatan penjajah kulit putih. Itu bukan sifat kami, bukan pula karena keadaan ekonomi. Harus diakui, kemiskinan membuat kriminalitas menonjol. Tapi kerusuhan politik yang terjadi selama ini adalah hasil penindasan orang kulit putih. Kami yakin, lewat pembangunan, kerusuhan dan kriminalitas akan menurun. Bagaimana hubungan pemerintah baru dengan negara-negara tetangga? Sudah sejak tahun 1950-an kami mengusulkan perlunya kerja sama regional untuk menyelesaikan masalah Afrika secara kolektif. Itulah bibit pembentukan Organisasi Persatuan Afrika (Organization of African Unity). Apalagi sekarang. Afrika Selatan akan menjadi pintu gerbang perdagangan Afrika. Maka, perkembangan ekonomi kami bergantung juga pada kemajuan tetangga kami.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini