RESMINYA, apartheid sudah tak ada lagi di Afrika Selatan. Namun, tak mudah membuang sistem rasialis yang sudah berakar begitu lama. Nteni Piliso adalah seorang pemain musik jazz di Johannesburg. Setiap kali datang ke tempat kerjanya -- sebuah bar milik orang kulit putih -- ia tetap lewat pintu belakang. Begitulah yang diajarkan pada Piliso sejak lahir. Ketika ditanya TEMPO kenapa, ia cuma menjawab datar, "Saya sadar, pintu depan kini sudah terbuka bagi orang seperti saya, namun kebiasaan sulit diubah." Di bawah sistem apartheid, seorang kulit hitam harus memiliki kartu izin untuk berada di tengah kota. Mereka diharuskan tinggal di perkampungan khusus di luar kota dan dilarang bekerja di perkantoran orang kulit putih, kecuali sebagai pembantu atau buruh. Bioskop dan toko-toko, dulu ditandai "hanya untuk orang kulit putih". Perkawinan antar-ras dilarang. Orang hitam tak punya hak suara dalam pemilu. Kaum kulit putih juga membuat 10 daerah khusus (homelands) bagi orang hitam. Kesepuluh daerah khusus ini dibagi berdasarkan etnik para penghuninya dan menempati cuma 13 persen dari seluruh area Afrika Selatan. Tersebar di seluruh negeri, homelands berupa tanah kurus yang miskin mineral. Sedangkan daerah yang kaya akan barang tambang dan subur tentu menjadi hak kulit putih. Orang putih menganggap daerah khusus sebagai negara terpisah dan meminta dunia juga mengakuinya sebagai negara merdeka. Untung, ini tak bersambut sehingga strategi orang-orang putih untuk menciptakan negara Afrika Selatan yang putih, bebas dari kulit hitam, tak tercapai. Dari semula moyang orang kulit putih memang bermimpi memiliki sepenuhnya negeri di ujung Afrika itu, tanpa harus membaginya dengan bumi putra. Itu sebabnya mereka ingin hidup terpisah. Dalam bahasa Afrikaans, asal Belanda, apartheid artinya memang separatisme atau sistem hidup terpisah. Sistem itu diberlakukan untuk pertama kalinya tahun 1860-an oleh pemerintah kolonial Belanda di daerah Transvaal. Tujuannya untuk mencegah penduduk asli Afrika memiliki tanah maupun hak guna atas tambang. Sejak mendaratnya pendatang pertama dari Negeri Belanda pada abad ke-17, suku-suku Afrika, terutama Zulu dan Xhosa, memang melawan terus. "Semula sistem itu bertujuan melindungi kebudayaan dan cara hidup para pendatang," kata Wilhelm Verwoerd, dosen filosofi di Universitas Stellenbosch, dekat Cape Town. Lama-lama, kebijaksanaan itu menjadi alat untuk menekan kaum mayoritas, agar kelompok minoritas kulit putih bisa mempertahankan kekuasaannya. Akhirnya, apartheid resmi diberlakukan tahun 1958. Adalah kakek Wilhelm Verwoerd, Hendrik Verwoerd, yang menjadi perdana menteri. Namun aksi protes, pemogokan, kerusuhan, dan pengucilan dari pergaulan internasional lama-lama membuat Afrika Selatan menyerah juga. Pada tahun 1983, akomodasi mulai dilakukan dengan mengubah parlemen sehingga berbentuk tiga kamar (tricameral). Satu kamar untuk orang putih, satunya untuk orang hitam, dan yang ketiga untuk kaum kulit campuran (colored), termasuk di dalamnya keturunan Melayu, Cina, dan India. Tiga tahun kemudian apartheid semakin kehilangan bentuk setelah larangan kawin antar-ras dicabut. Orang hitam tak lagi harus memegang kartu izin untuk masuk kota. Perubahan terjadi pada dekade 1990. Nelson Mandela dan tokoh ANC lainnya dibebaskan Februari 1990. Apartheid benar-benar bubar November 1993, ketika konstitusi terbentuk dan memutuskan diadakannya pemilu multiras, pekan ini. Merdeka, Afrika Selatan.YI dan YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini