Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Jiang Di Takhta Berduri

Komite sentral PKC menunjuk Jiang Zemin menggantikan Deng Xiaoping sebagai ketua komisi militer pusat. Ekonomi cina memburuk. Tokoh-tokoh seperti Yang Baibing, Li Peng, Yang Shangkun, bersaing.

18 November 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENEBAK kapan Deng Xiaoping mengundurkan diri, bagaikan menebak isi buah manggis. Sejak 1980 berulang-ulang dikatakannya bahwa ia akan pensiun "tahun depan". Tapi, itu tak pernah terjadi. Kamis pekan lalu, terjadilah apa yang tak disangka-sangka itu. Deng mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Ketua Komisi Militer Pusat (KMP) dalam Komite Sentral Partai Komunis Cina (PKC) -- kedudukan resmi terakhir yang dipegangnya. Keputusan itu diumumkan seusai Sidang Pleno kelima Komite Sentral PKC, yang berlangsung tertutup selama empat hari. Sebagai pengganti orang kuat Cina itu Komite Sentral memilih Sekjen PKC Jiang Zemin. Keputusan itu, apabila dilihat dari permukaan, memberi indikasi bahwa masalah suksesi kepemimpinan di RRC telah selesai. Di kursi pimpinan sekarang telah duduk tokoh-tokoh "muda". Benarkah suksesi di Cina sudah tuntas? Banyak pengamat Cina meragukannya. Namun, penempatan Jiang, 63 tahun, dalam posisi strategis itu bisa dijadikan ukuran sampai di mana Deng masih berpengaruh. Kuat dugaan, pengunduran diri Deng hanya langkah simbolik. Sampai akhir hayatnya, Deng akan tetap berpengaruh. Perkiraan Deng akan terus bermain di belakang layar didasarkan pada suatu keputusan rahasia dalam Sidang Pleno Pertama Komite Sentral PKC ke-13 pada 1987. Ketika Presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev berkunjung ke Beijing, Mei lalu, keputusan rahasia itu dibocorkan Zhao Ziyang kepada tamunya. Bunyi keputusan itu, antara lain, "Apabila suatu masalah penting muncul, maka itu harus dibawa ke Deng Xiaoping untuk mendapatkan persetujuan." Kabarnya, salah satu kritik keras terhadap Zhao Ziyang adalah tindakan pembocoran rahasia partai itu. Terpilihnya Jiang sebagai pengganti Deng dalam KMP cukup mengagetkan banyak orang. Beberapa hari terakhir, tersiar kabar tentang adanya rivalitas antara Deng dan Presiden Yang Shangkun, yang juga duduk dalam KMP, perihal maksud Deng memilih Jiang sebagai orang kuat Komisi. Yang dan sejumlah tokoh militer senior menentang rencana itu. Alasan Yang: Jiang tak punya latar belakang militer, dan belum memiliki pengalaman memegang kemudi perpolitikan tingkat pusat. Atas dasar itu bisa ditafsirkan bahwa Deng telah melakukan suatu "pengorbanan politik". Ini terlihat jelas dari susunan personalia KMP. Yang Shangkun, 82 tahun, tetap menduduki jabatan Wakil Ketua I KMP, sedangkan adik Yang, Yang Baibing, 69 tahun, yang juga Komisaris Politik Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) diangkat sebagai Sekjen KMP. Kursi Wakil Ketua II diduduki oleh Liu Huaqing, 73 tahun, bekas Kepala Staf Angkatan Laut. Formasi personalia KMP itu diduga hasil suatu kompromi. Deng bisa menunjuk Jiang dengan syarat Yang Tua tetap menduduki Wakil Ketua I dan Yang Muda sebagai Sekjen. Ada kesan, dalam organisasi yang menjembatani PKC dengan TPR itu, Deng pun menjalankan permainan keseimbangan. Jiang adalah tokoh yang diharapkan akan terus mendukung reformasi. Ia disokong bekas Panglima AL, Liu Huaqing. Keduanya diharapkan dapat "menjinakkan" Yang Bersaudara yang menganut garis keras. Selama beberapa pekan terakhir, muncul berbagai spekulasi tentang adanya pertarungan tersembunyi Deng-Yang untuk menguasai TPR. Menurut desas-desus itu, Deng ingin sekali mematahkan dominasi Yang Bersaudara di pucuk pimpinan tentara. Caranya dengan mengajak Yang Tua pensiun bersama Deng. Usaha itu gagal. Lalu, Deng menciptakan suatu organisasi baru. Diharapkan, badan yang menurut rencana akan diberi nama Kelompok Utama Masalah-masalah Militer akan diketuai Deng dan Yang dengan syarat: mereka mengundurkan diri dari keanggotaan KMP. Jurus ini juga gagal, dan akhirnya diambillah jalan kompromi. Dengan naiknya Jiang, paling tidak untuk sementara, masalah kepemimpinan nasional Cina sudah teratasi. Tapi, tak berarti bahwa segalanya sudah beres. Jiang menghadapi setumpuk masalah yang harus diatasi. Apabila ia berhasil mengatasi persoalan-persoalan itu, citranya sebagai birokrat daerah yang membosankan akan menguap. Ujian pertama buat Jiang akan datang dari Perdana Menteri Li Peng, tokoh konservatif yang jadi saingan utamanya. Li didukung tokoh-tokoh tua, seperti Chen Yun, Peng Zhen, dan Wakil Perdana Menteri Yao Yilin. Sudah lama Li berambisi menduduki kursi Ketua Partai. Diduga, Li akan menghalangi setiap langkah Jiang menempatkan reformasi pada relnya. Salah satu keputusan Sidang Pleno ke-5 Komite Sentral adalah dijalankannya program penghematan dalam bidang ekonomi. Li berada dalam posisi untuk menghalangi reformasi dan dijalankannya penghematan dan perencanaan terpusat, seperti dikhotbahkan "dewa" ekonomi konservatif Chen Yun. Perebutan kekuasaan bisa saja terjadi andai kata Deng tiba-tiba meninggal. Tantangan yang paling besar bagi Cina memang datang dari masalah ekonomi. Untuk menjaga agar reformasi dan modernisasi berjalan lancar, RRC membutuhkan modal dari luar. Tapi, akibat peristiwa Tiananmen, kredit dan bantuan teknik dari Amerika dan Jepang terhenti. Mereka masih menantikan kata "menyesal" dari Beijing atas terjadinya pembantaian pada 3 dan 4 Juni lalu. Apakah RRC mau mengubah sikap demi kepentingan modernisasi? "RRC punya pengalaman nyata," kata Prof. Muneyoshi Date, ahli sejarah politik dan kemiliteran terkemuka dari Universitas Takushoku, Tokyo, kepada TEMPO. "Tahun 1960-an, Cina benar-benar memerlukan dana demi pembangunan dari Uni Soviet. Tapi, demi prinsip berdikari dan enggan didikte Moskow, Cina memutuskan hubungan dengan Soviet. Sekarang, pengalaman itu bisa terulang lagi: Cina dihadapkan pada dua pilihan antara kediktatoran Partai dan pembangunan ekonomi. Ada kemungkinan Cina memilih yang pertama." Ada segi lain dari keburukan ekonomi yang harus dihadapi Cina, dan merupakan kerikil bagi reformasi. Laju inflasi adalah 30%, walaupun yang diakui resmi 16%. Cadangan devisa juga melorot dari US$ 17,4 milyar (pada Juni) jadi US$ 10 milyar. Utang luar negeri yang harus dibayar Cina pada tahun depan adalah US$ 7 sampai 9 milyar utang jangka pendek, dan US$ 44 milyar utang jangka panjang. Maka, Jiang bagaikan duduk di takhta berduri. A. Dahana dan Saiichi Okawa (Tokyo)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus