SADDAM Hussein mencoba menebus kekalahannya. Mengerahkan 21 divisi tentara, lebih dari 2.000 tank, dan 450 pesawat tempur, Irak kembali menjarah Kuwait, dan kali ini terus ke Arab Saudi. Invasi ini memaksa Amerika turun tangan lagi. Dikirimkanlah hampir 5 divisi serdadu, 15 skuadron pesawat tempur, 4 skuadron pesawat pengebom, dan 9 pesawat pengangkut, dan satu ekspedisi kapal laut. Perang tersebut memang belum terjadi. Dan mungkin juga tak akan terjadi. Itu hanyalah skenario dari Pentagon, departemen pertahanan Amerika, yang bocor dan diungkapkan oleh dua surat kabar besar AS pekan lalu: New York Times dan Washington Post. Itulah cara Pentagon mempertahankan rencana anggaran belanjanya, sewaktu Kongres tampaknya gemar memotongnya. Sejak tahun pertama pemerintahan Bush, anggaran belanja militer turun terus. Tahun 1989, misalnya, anggaran itu hampir US$ 295 milyar. Pada zaman perang dingin, tak sulit bagi Pentagon mempertahankan rencana anggarannya. Kini, setelah Soviet musuh Amerika nomor satu tiada lagi, tampaknya depertemen pertahanan itu harus memutar akal untuk sejumlah uang. Salah satunya, itu tadi, skenario perang yang bakal melibatkan Amerika di masa depan. Selain soal Irak menyerbu Kuwait, ada enam skenario lagi yang disusun oleh Paul Wolfowitz, bekas duta besar Amerika untuk Indonesia yang kini adalah salah seorang asisten menteri pertahanan. Dalam dokumen setebal 70 halaman tersebut, ditulis pula bahwa Korea Utara dengan kekuatan 1,2 juta tentaranya yang didukung 5.000 tank dan 600 pesawat tempurnya bakal mengalahkan Korea Selatan, yang hanya didukung 800.000 tentara. Untuk menyelamatkan Korea Selatan, Amerika perlu membantunya dengan mengirimkan 5 divisi tentara, 16 skuadron pesawat tempur dan 4 skuadron pesawat pengebom. Skenario perang Pentagon lain yang terpaksa melibatkan AS adalah serbuan Irak ke Kuwait ternyata bersamaan dengan serbuan Korea Utara ke Selatan invasi pasukan Rusia ke Lithuania kudeta oleh para perwira Panama pendukung Jenderal Noriega yang kini sedang diadili di Amerika kudeta militer di Filipina dan ancaman perang global yang bisa menjadi perang dingin kedua. Segera saja dokumen ini mengundang komentar dari anggota Kongres. Seorang pejabat di departemen luar negeri AS pada Washington Post bilang, skenario perang Pentagon "seperti sebuah novel". Seorang pejabat yang lain berkomentar, seandainya benar Rusia menyerang Lithuania, Amerika tak perlu mengirimkan tentara ke sana karena tak ada kepentingan Amerika di negara itu. Soal Irak, kata seorang anggota Kongres pada Komisi Pertahanan, "kurang masuk akal." Saddam Hussein membutuhkan waktu lama untuk memulihkan kekuatan militernya. Itu tak akan tercapai sampai akhir abad ke-20 ini. Dan Korea Utara? Sulit membayangkan negara yang kini masih komunis itu bisa menyiapkan serangan demikian dahsyat, kata anggota Kongres itu. Soalnya, Korea Utara sedang mengalami krisis ekonomi yang tak kalah parahnya dengan krisis ekonomi di bekas Uni Soviet. Sampai akhir pekan lalu tak ada tanggapan dari departemen pertahanan AS, termasuk dari menteri pertahanannya, Dick Cheney. DP
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini