MENINGGALKAN Hotel Beau Rivage di Lausanne, Swiss, Selasa pekan lalu, pemimpin Druze Walid Jumblatt sempat beramsal, "waspadalah pada pertengahan Maret." Inilah kata bersayap yang 20 abad lalu mendahului pembunuhan Julius Caesar, penguasa Romawi itu. Jumblatt memang semakin gencar melontarkan kata-kata bengis, sejak pertemuan rujuk sembilan hari Libanon dinyatakan usai. "Inilah hari duka bagi Libanon," katanya di depan sejumlah reporter. "Pertumpahan darah tak mungkin dicegah." Ia pun menuduh para pemimpin Kristen yang "tidak mengakui realitas" Libanon, dengan umat Islam sebagai mayoritasnya. Di garis hijau, yang memisahkan Beirut Barat dan Timur, hujan peluru menyambut berakhirnya konperensi rujuk nasional. Pada putaran pertama, 16 tewas dan 50 luka. Komite empat partai yang bertugas mengawasai gencatan senjata sama sekali tidak digubris. Menurut sumber pemerintah Libanon, hasil konperensi "sangat minimal". Hanya ada sebuah dokumen tentang "identitas Arab" bagi Libanon, pengukuhan gencatan senjata, dan pembentukan komite 23 orang yang bertugas mempelajari pembaruan konstitusi. Tuntutan kelompok Islam bagi hak-hak politik yang lebih besar tak sampai menjadi keputusan. Sementara itu, di Beirut, milisi Druze terlibat kontak senjata sengit dengan Al Murabitun, milisi Islam Suniyang disponsori Libya. Menurut radio Falangis, 125 tewas dan cedera dalam bentrokan ini. Tapi polisi hanya mengumpulkan lima jenazah. Murabitun memang tid1ak diwakili dalam sidang di Lausanne. Pemimpin mereka, Ibrahim Qoleilat, minggu ini dikabarkan berjumpa dengan Muammar Qaddafi di Tripoli. Di situ juga ada Abu Musa, Abu Saleh, dan Ahmad Jibril, para tokoh garis keras PLO yang memusuhi Yasser Arafat. Dari Lausanne, dalam perjalanan pulang ke Beirut, Presiden Amin Gemayel dan pemimpin Syiah Nabih Berri singgah di Paris. Kunjungan ini toh tidak mencegah Prancis untuk menarik tentaranya dari Libanon, Ahad silam. Sementara itu, Walid Jumblatt terbang ke Inggris. Setelah diterima Richard Luce, pejabat kementerian luar negeri untuk urusan Timur Tengah, Jumblatt meramalkan, "perang saudara akan berkobar lebih dahsyat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini