Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
AKIN Ozturk tidak lagi berseragam militer. Di sebuah kantor polisi di Kota Ankara, perwira bintang empat Angkatan Udara Turki itu hanya mengenakan kaus kerah bermotif loreng putih-biru-hijau. Kedua tangannya diikat ke belakang dengan kabel. Ozturk menundukkan kepala, wajahnya kuyu, kuping kanannya dibalut perban.
Ozturk, 64 tahun, ditahan bersama 26 pria lain, yang semuanya pejabat militer, tiga hari selepas kudeta gagal di Turki, Senin pekan lalu. Mayoritas mereka berasal dari kesatuan Angkatan Udara dan Polisi Militer. Dengan tangan terikat, mereka diminta berbaris. Satu per satu tahanan itu disuruh menyebut nama dan pangkat sembari direkam video.
”Sebutkan nama dan pangkatmu. Apa jabatanmu di militer?” kata seorang polisi yang menginterogasi satu barisan berisi lima pria, salah satunya Ozturk. ”Saya Sadik Karoglu, brigadir jenderal, Komandan Pelatihan Gendarmerie (Polisi Militer—red.),” jawab seorang pria berkacamata dan berkaus kerah hijau yang berdiri di ujung kanan barisan. Selepas diabsen, mereka digiring memasuki ruangan lain untuk dicecar pertanyaan.
Ozturk, anggota Dewan Tinggi Militer (YAS) dan bekas Kepala Staf Angkatan Udara Turki, sedianya pensiun pada Agustus mendatang. Namun, alih-alih mengakhiri karier militer secara terhormat dalam pertemuan dua tahunan YAS, nama Ozturk justru tercoreng. Ia dituding sebagai dalang kudeta pada 15 Juli lalu. ”Ozturk termasuk 85 jenderal yang dianggap terlibat makar,” demikian diberitakan kantor berita Anadolu.
Polisi juga menangkap Komandan Angkatan Militer Kedua Turki, Jenderal Adem Hududi. Seperti Ozturk, Hududi, yang berwenang menjaga wilayah perbatasan Turki dengan Suriah, Iran, dan Irak, dianggap sebagai pentolan aksi pemberontakan. ”Saya bukan orang yang mengatur atau mengarahkan upaya kudeta. Saya tidak tahu siapa yang melakukannya,” ucap Ozturk, membantah tudingan.
l l l
JUMAT, 15 Juli 2016, Turki rusuh. Ratusan tentara keluar dari barak. Dengan tank dan kendaraan perang, mereka memblokade akses menuju Jembatan Bosporus di Istanbul. Bandar Udara Ataturk sempat dikuasai selama dua jam. Di Ankara, puluhan tank dikerahkan untuk mengepung gedung parlemen dan istana kepresidenan. Jet-jet F-16 terbang rendah, mondar-mandir sambil meraung mengitari langit ibu kota Turki tersebut.
Di tengah malam yang pekat, helikopter melancarkan tembakan, menyasar jalanan dan gedung-gedung, termasuk kendaraan polisi, membuat warga kocar-kacir melarikan diri. Dalam sejumlah tayangan video, deru mesin jet dan berondongan senapan mesin dari helikopter terdengar kencang. Di beberapa tempat, polisi baku tembak dengan tentara.
Kudeta militer itu berdarah, tapi melempem. Di jalan-jalan di Istanbul dan Ankara, pecah bentrokan antara pasukan pembangkang dan massa pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan dan polisi. Hampir 300 orang tewas, sepertiganya dari kubu pro-makar, dan sedikitnya 1.400 lainnya terluka. Dalam hitungan jam, gerakan makar itu dilumpuhkan.
Militer, yang semula dituding sebagai dalang tunggal kudeta, buru-buru menangkis tuduhan. Komandan Pasukan Khusus Jenderal Zekai Aksakalli mengutuk keras upaya menggulingkan Erdogan. Ia menegaskan bahwa makar hanya melibatkan sebagian kecil faksi di militer. ”Mereka mencoba kudeta, tapi gagal,” ujarnya kepada stasiun televisi swasta NTV.
Di Istanbul, Erdogan murka. Pendiri partai penguasa berhaluan Islam konservatif, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), tersebut menyerukan aksi balas dendam terhadap para pembelot. ”Kami akan terus membersihkan semua lembaga negara dari ’virus’. Seperti kanker, ’virus’ ini telah menyebar,” kata pria 62 tahun ini kepada para pendukungnya.
Setelah menekuk upaya makar, Erdogan menggelar ”bersih-bersih” massal. Dengan daftar di tangan, ia menyingkirkan lebih dari 60 ribu orang. Tentara, polisi, hakim, jaksa, guru, dosen, pegawai pemerintah, hingga ulama dilibas. Mereka ditangkapi, dipecat, atau dicekal karena dicap sebagai ancaman. ”Sebanyak 7.500 tentara ditahan,” begitu menurut The Guardian dan BBC. Belakangan, Erdogan juga menuding seteru utamanya, Fethullah Gulen, telah menyutradarai makar dari pengasingan di Pennsylvania, Amerika Serikat.
l l l
DI Turki, militer berbuat makar bukanlah kabar baru. Sejak dibentuk Mustafa Kemal Ataturk pada 1923, Republik Turki telah enam kali diguncang kudeta. Lima di antaranya sukses, kecuali peristiwa 15 Juli lalu itu. Upaya intervensi militer sebelum itu terjadi pada 28 Februari 1997. Saat itu, tanpa memuntahkan satu peluru, tentara melengserkan Necmettin Erbakan, perdana menteri dari partai penguasa berhaluan Islam, Partai Kesejahteraan.
”Bagi Presiden Turki, militer adalah oposisi terakhir yang kuat,” begitu Time melaporkan. Militer telah lama memandang diri mereka sebagai pengawal konstitusi sekuler, dasar negara Turki pasca-era Kekhalifahan Ottoman. ”Militer telah menjatuhkan setiap rezim yang dianggap melenceng terlalu jauh dari warisan sekuler Ataturk, bapak pendiri Turki.”
Penduduk Turki mengenal peristiwa campur tangan militer pada 1997 sebagai ”kudeta via surat”. Kala itu para pemimpin militer menyampaikan sebuah memorandum, yang memicu proses pengunduran diri Erbakan. Mundurnya Erbakan, pendiri partai yang menjadi cikal-bakal partai tunggangan politik Erdogan, AKP, diikuti oleh pecahnya pemerintahan koalisi.
Cevik Bir, kini 77 tahun, salah seorang jenderal yang turut merumuskan kudeta 1997, pernah menggambarkan peristiwa itu lewat sebuah metafora. ”Di Turki terdapat pernikahan antara Islam dan demokrasi. Anak dari pernikahan itu adalah sekularisme. Sekarang anak ini sedang sakit. Angkatan Bersenjata Turki adalah dokter yang dapat menyelamatkan anak ini. Hanya kami yang dapat meramu obat untuk memulihkannya,” Bir menuliskan.
Selepas Erbakan, militer rupanya belum akur dengan rezim sipil. Dari Erbakan, perseteruan berlanjut ke Erdogan. Di mata para pemimpin senior militer, Erdogan telah lama dituding mencoba mengubah Turki menjadi negara Islam. ”Ia memperkenalkan agama di sekolah-sekolah, mencabut larangan mengenakan jilbab di tempat umum, dan memberi kewenangan lebih kepada tokoh-tokoh agama,” begitu menurut Irish Time.
Namun Erdogan berkali-kali menegaskan bahwa Turki akan selalu menjadi negara nasionalis sekuler. Di Turki, negara berpenduduk 80 juta orang dan mayoritas muslim, AKP sangat populer. Sejak partai konservatif ini dibentuk pada 2001, dukungan terhadap mereka terus menguat. Militer dan kubu oposisi dibikin ketar-ketir bila Erdogan bakal semakin otoriter.
Rivalitas Erdogan dengan militer bermula pada 2003. Saat itu ia baru setahun menjabat perdana menteri. Erdogan menuding para pejabat tinggi sekuler di Angkatan Darat telah merancang kudeta. Melalui ”Operasi Palu Godam”, Erdogan melancarkan aksi ”pembersihan” di tubuh militer dan birokrasi. ”Ratusan orang diadili dalam kasus itu,” demikian menurut The Telegraph. Gerakan ”bersih-bersih” itu berlangsung hingga 2004.
Pada 2007, militer Turki mengumumkan ”e-kudeta”. Mereka melansir pernyataan online yang berisi sikap keberatan atas pencalonan Abdullah Gul, yang juga pendiri AKP, sebagai presiden. Lewat AKP, Gul, kini 65 tahun, memenangi 47 persen suara dalam pemilihan umum. ”Militer berusaha memaksakan kehendak, tapi rakyat menolak,” ujar seorang diplomat Uni Eropa di Ankara kepada The Economist. Situs Foreign Affairs melaporkan bahwa militer kala itu menentang Gul karena istrinya, Hayrunnisa Gul, berjilbab.
Menurut diplomat itu, ”Tentara terus kehilangan kekuatan sejak kejadian pada 2007.” Kudeta elektronik bahkan menambah ketegangan antara AKP dan kelompok sekularis. Ini terbukti pada 2009, ketika pemerintah kembali melancarkan ”pembersihan” di tubuh militer. Erdogan saat itu menuduh faksi di militer, bernama Ergenekon, terlibat dalam rencana kubu ultranasionalis untuk menggulingkan pemerintah.
Untuk kesekian kalinya Erdogan memakai jurus lawas, yaitu menyalahkan militer. Dan kali ini giliran ”faksi” Angkatan Udara dan Polisi Militer yang kecipratan apes. ”Tampaknya para pemberontak yang sangat teratur ada di Angkatan Udara,” kata Arda Mevlutoglu, wartawan Turki yang berfokus di bidang militer, kepada The Daily Beast.
Anggota pasukan anti-Erdogan diperkirakan berjumlah ribuan. Mereka diduga terinspirasi oleh Fethullah Gulen. Di lingkup internal militer, menurut Mevlutoglu, ”kelompok” ini menguasai sedikitnya empat unit jet tempur F-16, empat pesawat pengisi bahan bakar KC-135, sepasang helikopter Blackhawk, lebih dari satu helikopter tempur Cobra, dua helikopter AS532, enam pesawat angkut C-160 dan C-130, serta empat unit pesawat A400.
Sekali tepuk kena dua ekor nyamuk. Erdogan, yang semula menuding militer, kemudian juga menunjuk Gulen. Ulama 75 tahun ini disebut telah menyiapkan ”struktur bayangan” dengan menempatkan para loyalisnya di setiap institusi di Turki. ”Kelompok teror yang dipimpin Gulen telah ’merusak’ angkatan bersenjata,” ujarnya. Di Pennsylvania, Gulen menuding balik bahwa Erdogan adalah dalang kudeta yang sebenarnya.
l l l
RECEP Tayyip Erdogan lolos dari lubang jarum. Bapak empat anak ini terpaksa mengakhiri lima hari pelesiran di sebuah resor di kota pesisir Marmaris di barat daya Turki pada malam kudeta. Bersama istrinya, Emine Erdogan; anak perempuan dan menantu; serta cucunya, Erdogan dilarikan ke Bandara Dalaman, satu jam berkendaraan ke arah tenggara.
Dari lapangan udara yang menghadap Laut Mediterania itu, Erdogan langsung diterbangkan ke Istanbul, kota sejauh 465 kilometer di utara Marmaris. Menumpang Gulfstream IV, pesawat jet milik pemerintah Turki, ia sekeluarga menyelamatkan diri dari serbuan pasukan pemberontak, yang mengepung resor beberapa saat kemudian.
”Seandainya terlambat pergi 10-15 menit saja, saya akan dibunuh atau ditangkap,” kata Erdogan dalam sebuah wawancara dengan CNN, tiga hari selepas insiden tersebut. Menurut Erdogan, pada malam yang mencekam itu, lewat pukul 22.00, ada 28 tentara menunggang tiga helikopter yang mencoba menyergapnya.
Di Marmaris, peringatan menghampiri Erdogan pada saat yang tepat. ”Saya mendapat informasi bahwa di Istanbul, Ankara, dan beberapa kota lain sedang terjadi gerakan makar,” ujarnya. Selain Erdogan, Perdana Menteri Binali Yildirim, yang malam itu berada di Istanbul, hampir menjadi korban. Beruntung Yildirim juga lolos dari serangan.
Erdogan boleh saja mengaku hampir menjadi korban kudeta. Namun para pemimpin militer sebenarnya telah mengetahui rencana makar sejak enam jam sebelum serangan. ”Informasi masuk dari Badan Intelijen Nasional (MIT),” begitu menurut harian Hurriyet. Bahkan, menurut seorang sumber intelijen, Kepala MIT Hakan Fidan disebut berkomunikasi intensif dengan Erdogan dan Yildirim ihwal rencana kudeta itu.
Namun, alih-alih mencegah, Erdogan menanti kudeta meletus. Ia dengan lihai menjadikan itu sebagai momentum menumpas lawan politiknya. ”Pemberontakan ini adalah berkah dari Tuhan untuk kita. Ini akan menjadi alasan untuk membersihkan tentara kita,” kata Erdogan kepada kerumunan besar pendukungnya setiba di Bandara Ataturk dari Marmaris.
MAHARDIKA SATRIA HADI (ANADOLU, MIDDLE EAST EYE, THE GUARDIAN, HURRIYET, ANADOLU, NEW YORKER, AL JAZEERA)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo