Perang telah mulai di Afrika Selatan.
-- Dr. Kissinger, 12 September di Washington.
**
48 jam setelah itu, Menlu Amerika itu sudah terbang ke Afrika
Selatan. Pesawat khusus yang ditumpangi Kissinger mula-mula
singgah di London. Dengan fihak tuan rumah dibicarakan satu
rencana yang melibatkan uang sebesar dua milyard dolar.
Kerja sama Washington-London itu sudah sejak lama tersiar
sebagai berita yang belum jelas. Tapi pekan silam, koran-koran
di seluruh dunia telah mengumumkan adanya rencana untuk
memberikan semacam ganti rugi kepada orang-orang kulit putih di
Rodesia untuk kesediaan mereka memberikan kesempatan politik
yang lebih luas kepada orang-orang kulit hitam di sana. Tapi
bahkan sebelum Kissinger tiba di Salisbury, ibukota Rodesia, Ian
Smith, perdana menteri negeri itu, sudah secara halus menolak
rencana tersebut. Smith, yang cuma didukung oleh 270 ribu orang
kulit putih di tengah jutaan orang kulit hitam, bahkan tidak
bersedia berbicara mengenai "pemerintahan mayoritas atau pun
satu orang satu suara".
Kissinger yang makin ngeri dengan perkembangan di Afrika Selatan
-- dan karena itu terus mengurusnya selama 3 bulan terakhir ini
-- kabarnya masih mempunyai kartu lain. Lewat pembicaraannya
dengan Perdana Menteri Afrika Selatan, Vorster, Smith kabarnya
diperkirakan bisa dipaksa untuk berunding. "Dalam keadaan
terkepung oleh tetangganya yang hitam dan perjuangan gerilya di
dalam negeri yang makin hebat, hanya Afrika Selatan yang bisa
memberikan bantuan kepada Rodesia", kata seorang diplomat di
Johannesburg akhir pekan silam. Dan kartu itulah yang akan
dipakai oleh Vorster dan Kissinger. Penolakan Smith akan
berakibat isolasi total dan blokade sempurna bagi Rodesia,
karena akhir-akhir ini hampir semua kebutuhan negeri itu harus
lewat Afrika Selatan.
Demostran
Dalam perjalanan ini Kissinger juga mampir di Tanzania dan
Zambia. Di sana Kissinger, yang disambut demonstrasi, mencoba
meyakinkan kedua negeri hitam -- tetangga Rodesia -- mengenai
usaha keras Amerika untuk menyelesaikan soal Rodesia dan Nambia
yang juga sedang bergolak. Belum diketahui hasil pembicaraan
dengan dua negeri hitam itu. Tapi sebuah koran Lusaka menyambut
baik usaha Kissinger, "sepanjang kita tidak dihalangi membantu
kegiatan gerilya hitam di Rodesia dan Namibia".
Rodesia barangkali saja bisa lebih cepat dibereskan. Tapi soal
Namibia dan kerusuhan di dalam negeri Afrika Selatan sendiri
masih merupakan masaalah yang cukup rumit. Keputusan PBB untuk
memerintahkan kepada Afrika Selatan, sebagai mandataris PBB,
untuk memerdekakan Namibia ternyata menimbulkan soal baru di
kawasan itu. Afrika Selatan melaksanakan keputusan PBB, tapi
pemerintah yang dibentuknya di Namibia adalah pemerintah yang
hanya menyenangkan Johannesburg dan amat mendongkolkan
orang-orang kulit hitam. Dan perjuangan berdarah pun terjadilah
di sana.
Soal Rodesia, Namibia dan kerusuhan rasial di Afrika Selatan itu
secara bersama menimbulkan suatu solidaritas hitam di benua itu.
Kissinger secara terbuka menyatakan kecemasannya terhadap
keadaan yang dianggapnya bisa menimbulkan "radikalisasi Afrika".
Tanda-tanda radikalisasi itu memang sudah nampak pada sikap
negara-negara Afrika hitam yang terang-terangan membantu gerilya
hitam di Afrika Selatan, Namibia dan Rodesia. Namun yang lebih
ditakutkan Kissinger adalah makin terbukanya pintu bagi Cina dan
Uni Soviet di bagian dunia itu, sebagai yang sudah terjadi di
berbagai tempat di Afrika Timur maupun Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini