MASALAH tanker samudera yang disewa beli oleh Pertamina semasa
Ibnu Sutowo, rupanya belum beres juga Sebuah tanker milik
Pertamina kini masih ditahan oleh pemerintah Singapura sebagai
semacam "sandera".
Adapun tanker yang ditahan oleh Pengadilan Tinggi Singapura
adalah "Permina 108" dan "Permina Samudera XIV", atas permintaan
Matropico Compania Naviera SA, pemilik dari tanker "Ibnu" --
berbobot mati 133.951 ton yang dicarterkan secara sewa beli
kepada Pertamina. Yang menjadi tuntutan Naviera dari Panama
itu adalah tak dilunasinya pembayaran carter tanker "Ibnu" sejak
Oktober tahun lalu sebesar AS$ 7.230.711. Akhirnya atas
pembelaan pengacara Pertamina Lee & Lee di Singapura, pengadilan
di sana membebaskan Permina Samudera -- tapi tetap menahan
Permina 108.
Dalam acara dengar pendapat dengan Komisi VI DPR minggu lalu,
ada yang menanyakan soal itu kepada Menteri Pertambangan Sadli.
Tapi Menteri, yang beranggapan soal tanker itu "sangat
sensitif", hanya mengakui bahwa "semua tanker samudera yang
disewa beli oleh Pertamina kini nongkrong di pelabuhan dan tak
dioperasikan". Ini juga pernah dikemukakannya kepada TEMPO
beberapa waktu yang lalu. Tapi ia tak menyebutkan baik jumlah
maupun pengusaha kapal yang melakukan tuntutan serupa seperti di
Singapura.
Kemudian majalah Far Eastern Economic Review yang terbit 17
September lalu, mengatakan "beberapa pemilik kapal telah
menuntut atau mengancam akan menuntut Pertamina agar melunasi
kontrak-kontrak tanker yang disewa beli atau dicarter itu". Hal
itu mereka lakukan untuk menembus perundingan kembali yang
menurut majalah itu mengalami "jalan buntu".
Beberapa hal yang menarik untuk dikemukakan dari tulisan dalam
The Review adalah:
þ Di bulan Mei-Juni tahun ini, para pemilik dari 9 tanker merasa
mereka tak akan memperoleh apapun kalau soalnya tak diajukan ke
pengadilan di Inggeris dan AS. Menurut para pemilik kapal yang
tak disebutkan namanya itu, fhak Pertamina dalam pembelaannya
menyatakan tak merasa berkewajiban untuk menanggungnya. karena
bekas Dirut Pertamina Ibnu Sutowo telah bertindak di luar
wewenang yang diberikan padanya.
þ Salah satu dari pemilik tanker itu adalah maskapai minyak
Inggeris Burmah Oil, yang kabarnya memiliki tagihan AS$ 27 juta
-- dan setiap bulan bertambah tagihannya sebanyak AS$3 juta.
Tapi kasus dengan Burmah ini kabarnya sudah bisa "diselesaikan".
Perusahaan Astrofino Delmar di Panama disebut bekerjasama dengan
Burmah Oil dalam pemilikan beberapa tanker. Kabarnya Burmah
telah didesak oleh Astrofino untuk mengajukan Pertamina ke
pengadilan, tapi merasa enggan karena timbulnya persoalan dalam
pengangkutan LNG dari Indonesia ke Jepang (lihat Laporan Utama).
þ Persoalan yuridis akhir-akhir ini berkembang di seputar
perusahaan Matropico Naviera SA, juga dari Panma. Adalah
Matropico yang menuntut ditahannya milik (assets) Pertamina di
New York, karena Pertamina dituduh tak menepati perjanjian untuk
melunasi pembayaran sejumlah AS$ 6.184.000 dalam sewa beli
tanker. Pengacara Pertamina di AS Burke & Parsons kabarnya telah
mendesak agar kasus penuntutan itu dialihkan ke London. Kabarnya
seluruh hutang Pertamina dalam masalah tanker itu meliputi
jumlah AS$ 2.700 juta. Jika perundingan kembali itu mencapai
penyelesaian, banyak fihak sependapat bahwa hutang tanker
Pertamina itu bisa ditekan sampai sekitar AS$ 1.500 - 1.600
juta. Seluruh tanker yang jadi sengketa berjumlah 25, milik
lebih dari selusin perusahaan asing.
þ Dalam perundingan kembali yang dipimpin oleh Menteri PAN Dr
Sumarlin dan Menteri Perdagangan Radius Prawiro, kabarnya
Indonesia akan tetap bertolak dari UU tentang Pertambangan
Minyak dah Gas Bumi Negara (Pertamina) pasal 27. Maka sesuai
dengan pasal tersebut, kontrak-kontrak tanker yang terjadi itu
dianggap tak punya kekuatan hukum, karena bekas dirut Pertamina
telah bertindak ultra vires melampaui wewenang yang termaktub
dalam pasal undang-undang itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini