SETELAH dua tahun membeku, usul ASEAN mengenai perdamaian di Kamboja mulal mendapatkan tanggapan positif dari Vietnam. Prosesnya dimulai sejak pekan terakhir bulan silam setelah Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja mengadakan kunjungan ke Kota Ho Chi Minh dan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Vietnam Nguyen Co Thach. Mochtar berada di kota itu dari 27 sampai 29 Juli lalu. Ia mengatakan, pertemuannya dengan Co Thach dinilai "sangat positif", terutama menyangkut hubungan bilateral kedua negara. Hasil baru kunjungan Mochtar itu adalah kesediaan Vietnam menerima usul Indonesia dalam menyelesaikan kemelut Kamboja. Mochtar, yang datang sebagai wakil ASEAN, akan mengundang kedua pihak yang bertentangan di Kamboja, yaitu pemerintahan Heng Samrin dan Pemerintah Koalisi Demokrasi Kamboja (PKDK), bertemu di Jakarta dalam suatu "cocktail party". Pertemuan itu dimaksudkan sebagai kumpulkumpul informal yang akan ditingkatkan dengan mengundang negara-negara lain yang berkepentingan. "Saya kira pertemuan tak resmi ltu merupakan usul yang baru. Baru dalam arti mulai adanya saling pengertian," kata Mochtar. Walau hasil misi Mochtar tidak kolosal, toh itu merupakan babak baru yang dicapai ASEAN dalam mencari jalan keluar dari kemelut Kamboja. Lantaran sampai sebegitu jauh Vietnam selalu menolak bertemu dengan koalisi yang dipimpin Pangeran Norodom Sihanouk itu. Tapi Cina, sponsor utama pemerintah koalisi Sihanouk, buru-buru menolak usul Mochtar. Dalam sebuah pesan yang ditujukan kepada pemerintah koalisi, Presiden RRC Li Xiannian mengatakan negaranya akan tetap memegang sikap tradisionalnya, yakni mendukung Sihanouk dan koalisinya. Menurut sebuah sumber diplomatik di Beijing, Li mengatakan pula Mochtar itu tak mungkin disetujui RRC, karena sikap RRC sudah jelas: Vietnam harus menarik dulu kehadiran militernya dari Kamboja sebelum pembicaraan serius diselenggarakan. Yang menarik untuk dikaji adalah sikap di balik keputusan baru Vietnam itu. Pertama, barangkali sikap itu merupakan usaha memperbaiki citra politik. Para penguasa baru Hanoi mungkin sedang berusaha memperlihatkan diri kepada dunia luar -- terutama terhadap Asia Tenggara -- bahwa mereka bisa juga luwes. Kesediaan bertemu dengan pemerintah koalisi takkan banyak mengubah realitas yang ada di Jazirah Indocina bahwa Vietnam adalah penguasa di sana. Selain itu, regenerasi pimpinan partai dan pemerintah di Vietnam juga memungkinkan adanya fleksibilitas itu. Para pemimpin baru tak usah malu untuk mengubah sikap keras tak mau berunding yang dianut para pemimpin sebelumnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini