Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Thailand mengerahkan pesawat, kapal, dan tim penyelamat di lepas pantai tengahnya pada Selasa, 20 Desember 2022, untuk berpacu dengan waktu menemukan 30 marinir yang hilang. Mereka meninggalkan kapal perang yang tenggelam pada akhir pekan di perairan berombak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal perang HTMS Sukhothai, korvet buatan Amerika Serikat yang digunakan sejak 1987 terbalik di Teluk Thailand. Kapal itu awalnya dihantam gelombang setinggi empat meter atau sekitar 13 kaki dan angin kencang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru Bicara Angkatan Laut Thailand Laksamana Ruth Manthatpain mengatakan kapal mengalami kerusakan mesin saat mengambil air dan tenggelam sebelum tengah malam pada Minggu, 18 Desember 2022, sekitar 20 mil laut lepas pantai.
Kapal itu membawa 105 personel militer, 75 di antaranya diselamatkan tetapi puluhan lainnya harus meninggalkan kapal dengan rakit dan mengenakan jaket pelampung.
Komandan angkatan laut regional, Wakil Laksamana Pichai Lorchusakul mengatakan penemuan orang-orang itu pada Selasa akan sangat penting mengingat waktu mereka telah terpapar unsur-unsur tersebut.
Lorchusakul mengatakan pada Senin malam, bahwa jaket pelampung, perangkat sejenis, dan teknik terapungnya memberi kami waktu 48 jam untuk menyelamatkan nyawa mereka. "Kami akan berusaha melakukan sebanyak yang kami bisa untuk menyelamatkan mereka."
Pada Selasa, 20 Desember 2022, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Thailand mengerahkan beberapa kapal, kendaraan udara tak berawak (UAV) dan helikopter untuk menemukan 30 marinir yang masih hilang. Sebelumnya, ada satu laki-laki ditemukan pada Senin malam, 19 Desember 2022, di perairan provinsi Prachuap Khiri Khan, dalam kondisi pelampung menempel ditubuhnya.
"Dia mengambang di air selama 10 jam. Dia masih sadar, jadi kami bisa membawanya keluar dari air dengan aman," kata Kapten Kraipich Korawee-Paparwit, komandan HTMS Kraburi, salah satu kapal perang yang terlibat dalam misi pencarian.
Kerabat yang hilang berkumpul di pusat penyelamatan menunggu kabar dari orang yang dicintai.
"Saya sangat prihatin dengan segala sesuatu dengan kondisi cuaca dan angin seperti ini. Sudah terlalu lama (bagi mereka berada di laut) untuk berjuang melawan pasang surut dan cuaca," kata Malinee Pudphong, bibi dari seorang anak hilang, pelaut berusia 21 tahun bernama Saharat Esa.
Meskipun kecelakaan militer dengan pesawat tidak jarang terjadi di Thailand, insiden yang melibatkan kapal angkatan laut jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
REUTERS
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.