Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ke mana akan pergi?

Wawancara dengan Abu Iyad, tokoh kedua PLO, tentang kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi setelah kini PLO terkurung di beirut barat. (ln)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMENTARA Israel mengepung dan tak rela mundur, Philip Habib yang mewakili Presiden Reagan berdiplomasi kiri dan kanan -- mengusahakan kompromi, dengan tujuan memindahkan gerilyawan Palestina dari Beirut Barat. Ternyata sulit. Dan Gamma, satu jaringan media Prancis, mengiiim reporter Patrice Barrat ke kubu pertahanan PLO. Berikut ini petikan dari tanya jawabnya dengan tokoh kedua dalam PLO Abu Iyad, untuk TEMPO. Adakah terlintas di pikiran anda kemungkinan angkat kaki dari Libanon? Ke mana kami akan pergi? Satu-satunya tempat kepindahan yang kami setujui ialah Palestina. Mungkinkah anda meyakinkan orang Libanon bahwa PLO bukan suatu negara dalam suatu negara, bahwa bukan di sini rumah anda? Tak pernah kami bermaksud menjadi satu negara dalam satu negara. Adalah partai Phalangist yang memperluas konflik dalam tahun 1974. Israel mempersenjatainya, maka kami pun mempersenjatai diri, berbarengan dengan Gerakan Nasional Libanon, dan Gerakan Amal -- keduanya telah berkembang sekali selama tahun-tahun terakhir ini. Kami tentu saja membuat kesalahan, tapi begitu juga kaum Nasrani. Dalam April 1981 Bashir Gemayel sendiri mengatakan bahwa dia menghendaki pembunuhan sesarna orang Kristen supaya berhenti. Tony Frangiyeh terbunuh oleh golongan Kristen. Adakah dia pro-PLO? Tidak. Apakah anda merasa diburu, terpojok hari ini? Kami tidak terpojok. Memang betul bangsa kami menderita pembantaian oleh fasisme berbentuk lain. Tapi lihat perang Arab-Israel di masa lalu. Belum pernah siapa pun menghadang Israel seperti yang kami lakukan sekarang. Soalnya ialah belum pernah jelas posisi Arab. Israel dan pemerintah Libanon cuma ingin satu hal, yaitu kami angkat tangan kami dan menyerah. Jadi saya bisa mengatakan bahwa apa pun akibat suatu bentrokan, walaupun kami harus dikorbankan, generasi lain akan melanjutkan perjuangan untuk tanah air kami, dan tujuan Palestina akan tetap hidup. Saya bukannya sentimental bila saya berkata begini. Bagaimana anda menjelaskan sepinya reaksi masyarakat Palestina di wilayah pendudukan Israel di Gaza dan Tepian Barat, terhadap invasi Israel? Mereka telah bereaksi, tapi penguasa Israel menyensur informasi. Masyarakat Palestina di sana telah menjalani pemogokan. Mereka telah menyumbang gaji sehari untuk korban Libanon. Mereka telah menolak sumbangan UNRWA (badan PBB) supaya bantuan itu disampaikan saja untuk para korban krisis Libanon. Mereka telah berdemonstrasi. Israel kini melancarkan perang politik terhadap mereka. Tapi pertanyaan nyata ialah kenapa tidak ada reaksi dunia Arab. Dapatkah berbagai rezim Arab berkilah memang begitu sikap rakyat masing-masing? Tidak, tak mungkin bisa begitu. Rakyat Arab tampaknya dalam keadaan tertekan, tak bisa menyuarakan oposisi mereka. Jangan lupa, perang ini punya banyak tujuan bagi berbagai pihak. Ia telah menyelamatkan Saddam Hussein di Irak. Ia telah menyenangkan negara-negara Teluk, termasuk rezim-rezim yang tidak sependapat dengan kami di tempat lain. Apakah yang akan dilakukan PLO jika Libanon menandatangani perjanjian semacam Camp David? Selama kami masih ada, dengan Gerakan Nasional dan Gerakan Amal, tidaklah mungkin bagi Libanon menandatangani persetujuan semacam itu. Tapi sekiranya Israel menyerang dan menduduki seluruh Libanon, itu akan menjadi suatu kemungkinan. Adakah situasi sekarang mendorong kemungkinan Israel dan PLO salmg mengakui? Terus terang saja, dengan pembantaian oleh Israel dan kehadiran mereka, soal itu tidak terpikirkan. Ada peribahasa: "Jika anda meng hendaki damai, bersiaplah untuk perang." Tidakkah itu tepat hari ini, pertempuran sengit sebagai mendahului perundingan? Sesungguhnya ini bukan pertempuran terhormat. Ini suatu perang pemusnahan, melenyapkan suatu bangsa. Israel telah membuktikan dengan invasi mereka bahwa mereka hendak memusnahkan segala yang berbau Palestina di Libanon. Seorang wanita Libanon pernah datang menangis pada saya dan menceritakan pengalamannya bertemu dengan pasukan Israel. Mereka memisahkan orang Palestina dan orang Libanon. Itu normal. Tapi ketika seorang wanita Libanon hendak melindungi satu bocah Palestina, perwira Israel berkata: "Tidak, anak ini orang Palestina, dan harus ikut kami." Jika mereka menahan anak-anak, bagaimana mungkin kami berbicara dengan mereka?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus