Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gema protes 1.000 kali

Suara di Israel yang menentang invasi ke Libanon merisaukan, meskipun popularitas begin dan sharon naik. di AS simpati terhadap Israel mulai merosot. Israel menghadapi kurangnya simpati dunia. (ln)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTARA Israel membangkang perintah ausan? Tak persis demikian. Tapi Selasa 13 Juli yang lalu, 122 cadangan pada AD Israel menuduh secara terbuka bahwa pemerintah Begin menjalankan perang yang "agresif" dan "tak dapat dihalalkan" ke Libanon. Mereka -- di antaranya 17 perwira -- meminta agar tak ditugaskan di negeri di utara itu. Seorang sersan menceritakan bagaimana kesatuannya, di hari pertama perang, menghancurkan sebagian besar lapangan kota Sidon, Libanon. "Saya kira tak ada seorang pun dalam kesatuan kami yang merasa bangga dengan tindakan itu," ujar Yehuda Melter, seorang sersan cadangan lain yang juga profesor filsafat pada Universitas Tel Aviv. Dalam sejarah Israel, hal ini baru pertama kali terjadi secara menyolok: suara membangkang ketika perang. Tak heran bila terasa kerisauan di negeri yang mencoba tetap mempertahankan kebebasan bersuara para warganya itu. Di Tel Aviv, gerakan "Damai Sekarang" muncul dengan rapat umum yang mengesankan. Awal Juli menurut perkiraan, 70.000 orang pendukungnya kasih unjuk rasa di lapangan kotapraja. Dan gemanya pun menjalar. Di Yerusalem kemudian sekitar 1. 000 orang melakukan hal yang sama. Satu kelompok lain, terdiri dari 50 ibu yang kehilangan anaknya di perang di Libanon, tak mau ketinggalan. Berikutnya, sekitar 200 pemrotes muncul di depan kantor Perdana Menteri Begin. Mereka membacakan sepucuk surat seorang ayah yang anaknya gugur. Isi surat untuk Begin itu, antara lain, "Anda tak dapat mengembalikan anakku Yaron . . . tapi jangan pergunakan mayat kami untuk membangun sebuah rezim baru di Libanon." Menachem Begin, seperti bisa diduga tak beranjak dari pendiriannya. Dalam sebuah rapat kabinet ia konon mengatakan tak ada yang menggoyahkan keputusannya "untuk melakukan apa yang harus dilakukan di Libanon." Apalagi, memang, dia tak sendirian. Sekitar 600 orang muncul di depan Gedung Knesset (Parlemen) untuk mendukung tindakannya, setelah terjadinya demonstrasi antiperang. Di koran-koran Israel, para pendukung perang di Libanon memasang iklan satu halaman penuh. Isinya menganjurkan pemerintahan Begin agar tetap teguh. Yang lebih meyakinkan Begin ialah hasil pol pendapat umum yang diselenggarakan koran independen The Jerusalem Post. Sebagai akibat perang di Libanon, popularitas Begin bahkan naik, dari 40% di bulan Mei menjadi 51%. Lebih menang lagi orang yang disebut si "gemuk gila": Ariel Sharon bahkan melebihi popularitas Begin, 56%. Sampai sejauh kini, gerakan antiperang memang cuma menyangkut kelompok kecil. Termasuk kalangan cendekiawan -- dengan suara yang keras. Bekas guru besar kimia di Universitas Ibrani, Yeshayahu Leihowitz, 79 tahun, misalnya, menuduh garis pemerintah di Libanon sebagai "Judeo-Nazi". Dia menghimbau para prajurit Israel agar tak mau bertempur di luar batas Israel. Yang paling kontroversial tentulah tindakan wartawan Uri Avnery, penulis buku Israel Without Zionists. Ia berangkat ke Beirut Barat dan menjumpai Ketua PLO Yasser Arafat untuk sebuah wawancara. Meskipun pandangan Avnery sudah banyak diketahui di Israel, sebagai orang yang punya kontak dengan PLO, tak ayal menteri kehakiman negara itu mempertimbangkan untuk mengadilinya sebagai "berkhianat" (lihat "Saya Pastilah Seorang Zionis"). Memang ada rasa cemas di kalangan pemerintah menghadapi suara-suara yang menyimpang itu. Menteri Luar Negeri Yitzhak Samir, yang selalu berwajah masam, mengecam mereka sebagai sesuatu yang merusak. "Tiap suara, meskipun terpisah dan tak penting," ujarnya, "bergema 1.000 kali lebih keras di luar negeri." Itu, kata Samir, membantu "musuh di front propaganda." Dalam hal propaganda nampaknya Israel memang tengah menghadapi bahaya longsornya simpati. Selama ini dikenal sebagai negeri dari sebuah bangsa yang menderita oleh Hitler, Israel menduduki tempat yang baik di hati orang Amerika dan Eropa. Negeri ini juga -- dengan pengalaman pahit itu -- dianggap sangat memperhatikan hak-hak asasi warganya, satu contoh sistem demokrasi Barat yang tak ada duanya di Timur Tengah kini. Dan tak dapat diabaikan ialah peran lobby Israel yang sangat mempengaruhi banyak keputusan politik dan pendapat umum, terutama di Washington. Namun nampaknya suatu perubahan telah terjadi. Seymour Martin Lipset, guru besar terkemuka dari Universitas Stanford, California, dalam satu ceramah awal Juli yang lalu di Universitas Ibrani, Yerusalem, menyebutkan, bahwa sejak inisiatif perdamaian yang dilancarkan Presiden Sadat dari Mesir, pendapat orang di Amerika mulai berubah, terutama tentang wilayah Arab yang diduduki Israel. Dan ketika serbuan ke Libanon terjadi, perubahan kian nampak. Prof. Lipset mengutip satu hasil pol di saat awal invasi Israel ke Libanon. Dari sana terlihat, bahwa 54% responden tak menyetujui tindakan itu, dibanding 32% yang setuju dan 14% yang tak pasti. Bahkan 46% responden menyetujui bila bantuan AS ke Israel diputuskan sampai pasukan Israel ditarik dari Libanon, sementara 43% yang menyatakan tak setuju. Yang tak kurang penting ialah pendapat Lipset tentang kemungkinan politik AS terhadap Israel setelah ini, terutama dengan George Shultz menjadi menteri luar negeri. Bahayanya bagi Israel bukanlah karena Shultz punya kaitan dengan perusahaan Bechtel yang punya bisnis jutaan dollar dengan dunia Arab. Israel akan mengalami soal besar dengan Shultz, kata Lipset (yang juga tetangga dari menteri luar negeri itu), karena Shultz adalah "orang Kristen yang gemar berbuat baik" dengan simpati kepada pihak yang tertindas. Dan agaknya tak sulit dikatakan, bahwa kini yang tertindas bukanlah Israel di bawah Begin dan Sharon. Mungkin itulah sebabnya begitu selesai dikukuhkan Senat untuk jabatannya yang baru, pekan lalu Shultz menyebut niatnya memperbaiki hubungan dengan dunia Arab.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus