Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menunggu shultz meniti tali

Pemerintah Libanon menuntut penarikan mundur semua pasukan Israel, Suriah dan Palestina dari Libanon. pasukan multinasional mengawasi penarikan gerilyawan PLO dari beirut barat. (ln)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Menunggu shultz meniti tali
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
AKHIRNYA pemerintah Libanon mengumumkan -- untuk pertama kalinya-deklarasi yang menuntut penarikan mundur semua pasukan Israel, Suriah dan Palestina. Pasukan multinasional dimintanya pula mengawasi penarikan gerilyawan PLO dari Beirut Barat. Deklarasi itu, walaupun tidak akan mengatasi krisis, setidaknya membuktikan bahwa pemerintah Libanon masih ada dan patut diajak bicara. Presiden Ronald Reagan memang tidak alpa akan kehadiran Elias Sarkis dkk. terbukti dari pernyataannya pekan silam bahwa ia menyetujui pengiriman marinir Amerika "jika diminta" pemerintah Libanon. Masalahnya yang pokok bukan marinir atau pasukan multinasional. Masih belum ada cara bagaimana mencabut gerilyawan PLO dari bunker-bunker mereka. Sementara Israel berkenan pekan lalu memberlakukan gencatan senjata ke-6, tapi sejak Selasa ada-ada saja yang terjadi. Di pusat kota Beirut terjadi ledakan hebat, misalnya. Akibatnya seorang tewas dan 40 cedera. Sebelumnya wilayah sekitar Istana Baabda digempur keras, kemudian sebuah rumahsakit di dekatnya kena giliran. Jet tempur Israel sering terbang rendah "untuk mengintai atau menciptakan jenis kerusakan mana saja yang mereka bisa lakukan," demikian komentar jubir militernya. Dan memang Kamis pagi manuver itu meningkat dalam duel artileri. Pelabuhan udara Beirut kali ini sebagai gelanggangnya. Maka berakhirlah gencatan senjata ke-6 yang cuma berusia 3 hari. DARI Tel Aviv satu siaran radio memberitakan PM Menachem Begin memberi waktu tak terbatas pada utusan Presiden AS Philip Habib sebagai penengah yang dipercayakan mengurus evakuasi PLO secara damai. Tapi upaya diplomasi Habib tampaknya menunggu hasil pertemuan di Washington antara Reagan, Menlu tertunjuk George P. Shultz, Menlu Arab Saudi Pangeran Saud al-Faisal dan Menlu Suriah Abdel Halim Khaddam sebagai wakil Liga Arab. Sebelum pertemuan ini berlangsung, berbagai sumber di Beirut meragukan akan adanya kemajuan berarti di Libanon. Pertemuan itu sendiri belum tentu dapat segera terjadi. Karena situasi menggawat di front Iran-Irak, bisa dimaklumi kalau Menlu Saud al-Faisal dan Menlu Khaddam menunda kunjungan ke Washington. Tapi alasan mereka ialah menunggu konfirmasi Senat untuk pengangkatan Shultz sebagai Menlu. Konfirmasi Senat sudah diperolehnya. Dan Shultz sudah bersuara bahwa untuk sebuah otonomi Palestina harus ada perundingan. "Dalam perundingan itu nanti, wakil-wakil Palestina harus ikut serta," satu point baru yang tidak disebut-sebut dalam persetujuan Camp David. Shultz, bekas orang penting Bechtel Inc., sejak lama bersahabat baik dengan negara-negara Arab moderat. Ada spekulasi bahwa Shultz mencoba meniti tali rapuh diplomasi demi menjaga keseimbangan antara sekutunya, Israel, dan sahabatnya para Arab moderat. Ketika ditanya tentang PLO, Shultz menjawab luwes, "Organisasi itu mungkin sekali menjadi salah satu wakil rakyat Palestina nanti dengan syarat PLO harus lebih dulu mengakui Israel dan menghentikan terorisme." Sementara itu tuntutan Israel agar PLO keluar dari Beirut Barat dan hengkang selama-lamanya dari Libanon, sampai kini disetujui semua pihak yang bersangkutan, kecuali (sekutu PLO) Uni Soviet. Yang belum diketahui ialah negara Arab mana yang bersedia menampung gerilyawan Palestina. "Pemimpin PLO bermain amat dingin," demikian Daniel Dishon dari Pusat Studi Timur Tengah di Tel Aviv. 'Mereka memainkan kartu-kartu yang tersisa sedemikian rupa untuk menciptakan kondisi tertentu sebelum persenjataan mereka dilucuti." Bahwa pemimpin PLO Yasser Arafat bertahan dalam perjuangan hidup mati di Beirut, jelas membangkitkan kekaguman rakyat Palestina di Tepi Barat dan Gaza. Sekarang ini dukungan mereka pada PLO tidak terguncangkan lagi, apa pun intimidasi yang dilancarkan Menteri Pertahanan Israel Ariel Sharon terhadap mereka (lihat Ke Mana Akan Pergi?). Tidak ada jadwal pasti untuk pengunduran PLO. Dalam keadaan terkepung, dijepit oleh 300 tank dan 35.000 tentara Israel, plus blokade makanan, PLO mungkin saja memilih mati syahid. "Mereka menyadari tidak ada orang yang mau mencungkil mereka dari bunker-bunker di Beirut Barat: tidak Israel, dan pasti tidak Amerika. " Begitu tulis analis Ronald Steel dalam koran Los Angeles Times. Seorang pejabat penting Israel mengungkapkan bahwa meski ada syarat pengunduran 11 pasal dari Arafat, Pemerintah Begin tidak yakin bahwa PLO akan bersedia pergi. "Saya sendiri sama sekali tidak percaya bahwa mereka punya rencana untuk pergi," ia menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus