Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kejutan anak petani

Profil almarhum presiden anwar sadat dan garis politik pemerintahannya. semula ia tak meyakinkan bangsanya, karena selalu di bawah bayangan gamal abdul nasser.

17 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESIR telah kehilangan lagi putra terbaiknya," kata Husni Mubarak di hari pemakaman Anwar Sadat. Mubarak tak berlebihan. Sadat memang salah seorang putra utama Mesir di abad ini. Dalam beberapa hal ia bahkan lebih besar dari pada pendahulunya--almarhum Gamal Abdul Nasser. Sadat adalah arsitek perang 1973. Perang ini dianggap sebagai awal kebangkitan kembali Angkatan Bersenjata Mesir setelah dipukul hancur Israel di tahun 1967. Tak hanya itu, Sadat juga otak perdanaian bagi negerinya. Di tahun 1977 Salat terbang ke Jerusalem, kota suci yang terletak di wilayah Israel, melakukan ontak damai dengan negeri yang menadi musuh bebuyutan bangsa Arab selama 30 tahun itu. Walau kemudian Mesir dikucilkan dari lingkungan pergaulan negara Timur Tengah, ia tak peduli. "Apa yang saya lakukan adalah pilihan terbaik untuk Mesir," kata Sadat. Damai dengan Israel memang mengutungkan Mesir. Ekonominya yang porak poranda akibat perang berangsur membaik kembali. Jika dulu semua ban pokok harus dicatu, dan berlaku untuk semua lapisan masyarakat, sekarang bagian telah bisa diperoleh dengan sudah di pasar bebas. "Mesir tidak akan pernah lagi punya orang seperti Sadat," ujar pegawai pemerintah Samir Bikheit. Anwar Sadat lahir 25 Desember 1918, dari perkawinan campuran -avah Mesir dan ibu Sudan -- dan tumbuh di lingkungan petani muslim miskin di desa Mit Abul Kom. Waktu tinggal di Toukh, tak jauh dari desanya, Sadat sekolah di perguruan Kristen Koptik. Tapi ia tak pernah terpengaruh. Sadat teup Islam Tahun 1930, keluarga Sadat pindah ke Kairo. Ia mulai tertarik menjadi tentara. Tahun 1938, Sadat menamatkan pendidikan di Akademi Militer dan menyandang pangkat Letnan 11. Selang enam tahun ia telah menjadi tokoh ketiga dalam Gerakan Perwira Bebas (GPB) sesudah Nasser dan Zakaria Muhiddin. Karir Sadat di militer ternyata tak lancar. Ia dipecat (1946) dari tentara dan dipenjarakan, karena terlibat dalam pemogokan 30.000 buruh tekstil di El Mahalla. Nasser waktu itu bertugas di Palestina--daerah Israel sekarang. Sadat sebelumnya, tahun 1943, juga pernah ditahan karena aktivitasnya dalam masalah sosial. Setelah Nasser kembali dari Palestina (1950), Sadat direhabilitasi oleh kawannya di GPB. Bertugas kemudian di Rafah di Gurun Sinai, ia sekaligus menjadi penghubung GPB dengan grup pemberontak sipil Arab -- kedua oranisasi bawah tanah ini bercita-cita menjadikan Mesir sebagai republik. Sadat berhasil. Ketika Nasser merasa gerakannya sudah cukup matang untuk menggulingkan Raja Earouk, para perwira GPB lalu dihimpunnya di Kairo. Sadat dipanil dari Rafah. Tapi sewaktu sampai di ibukota, beberapa jam sebelum kudeta, Sadat tak berhasil menemui Nasser maupun mendapatkan petunjuk lain. Ia lalu memutuskan pergi ke rumah jandanya-namanya tak disebutkan--dan mengajak ketiga putrinya menonton film. Ke luar dari bioskop, sesampai di rumah bekas istrinya, Sadat mendapat kabar GPB telah melakukan kudeta. Ia lalu menuju markas besar tentara di Kairo. Lagi-lagi ia terlambat. GB telah melakukan pembersihan terhadap jenderal pendukung Farouk. Revolusi telah berjalan tanpa Sadat. Tapi Nasser tak meninggalkan Sadat begitu saja. Ia ingin Sadat juga punya andil. Lalu diperintahkannya Sadat untuk memberitahukan rakyat. Tanggal 23 Juli 1952 pagi, Sadat berbicara di corong radio Mesir bahwa GPB telah mengambilalih kekuasaan dari tangan Farouk. Tak heran jika di awal tahun 1950-an itu Sadat tak menonjol. Sadat baru berperan sewaktu GPB menggulingkan Mayor Jenderal Mohammad Najib--tokoh tua yang diangkat GPB menjadi perdana menteri--tahun 1959. Toh porsinya tetap kecil. Otak GPB tetap Nasser. Sadat, setelah Nasser di tahun 1956 terpilih menjadi presiden, cuma diserahi jabatan direktur penerangan Angkatan Darat. Nasser meragu kan kepemimpinannya. Sadat baru dipercayai Nasser menjadi orang kedua, wakil presiden, di tahun 1968. Karir Sadat tetap di bawah bayangbayang Nasser sampai akhir 1969. Ia mulai menonjol, dan diperhitungkan orang, sewaktu Nasser terserang sakit jantung. Ketika Nasser wafat, setahun kemudian, Sadat otomatis menjadi penjabat presiden. Tapi kemampuannya tetap diragukan rakyat. "Siapa saja boleh menjadi presiden, asal bukan Sadat," kata ketua Parlemen waktu itu, Dr. Labib Shukeir. Tapi referendum dua bulan kemudian memberikan kepercayaan kepada Sadat. Dan ia mengejutkan dunia. Tahun 1972, Sadat mengusir 17.000 warga Soviet yang semula diminu Nasser untuk membantu Mesir menghadapi Israel. Perinciannya: 12.000 tentara yang melayani peluru kendali dan senjata berat lainnya, 4.000 lainnya bertugas sebagai penasihat d pasukan Mesir, dan sisanya menerbangkan pesawat pemburu Mesir. Di bidang ekonomi Sadat juga melakukan penyehatan. Ia meninggalkan sistem sosialis yang dicanangkan Nasser. Sadat menempuh jalan kapitalis. Dua bulan setelah berkuasa Sadat menghapuskan penyitaan negara aus milik swasta. Ia juga menghidupkan kembali pintu perdagangan lewat Terusan Suez. Langkah Sadat lainnya yang luar biasa ialah melancarkan perang dengan Israel. Padahal dalam tahun 1973 itu moral tentara Mesir sudah merosot sekali. Banyak orang menyebut tindakan itu sebagai "bunuh diri". Sadat membuktikan lain. Mesir menang. Sadat pun menjadi pahlawan yang dipuja-puja. Masih ada kejutan baru. "Saya bersedia pergi ke ujung dunia, tidak terkecuali ke Israel, bila itu memang perlu untuk menyelamatkan jiwa tentara Mesir dari perang yang sia-sia," kata Sadat di Parlemen Mesir. Para menterinya, tokoh Organisasi Pembebasan Palestina Yasser Arafat, bahkan dunia hampir tak percaya. Tapi Sadat sungguh pergi ke Israel di tahun 1977. Dan tak percuma. Hasilnya Isreal secara berangsur menyerahkan kembali Gurun Sinai, yang didudukinya sejak tahun 1967, kepada Mesir. Seluruh wilayah itu, berdasarkan perjanjian (1979) Camp David, sudah akan dikembalikan April 1982. PM Israel Menachem Begin, seusai pertemuannya dengan Mubarak di Kairo pekan lalu, memberi jaminan bahwa persetujuan yang telah ditekennya bersama Sadat dan disaksikan Presiden AS waktu itu Jimmy Carter, tak akan berubah. Terakhir Sadat mencurahkan perhatian terhadap masalah Palestina. Ia mengajukan usul agar 1,2 juta orang Palestina yang mendiami tepi barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza, daerah yang masih diduduki Israel, diberi otonomi. Tapi usaha Sadat itu ditentang oleh orang Palestina maupun orang Arab lainnya terutama Suriah dan Irak. Dengan tindakan tahun 1977 itu Sadat terpilih sebagai Man of The Year dari Majalah Time. Dan tahun berikutnya terpilih pula ia sebagai pemenang Hadiah Nobel untuk Perdamaian bersama Begin. Hadiah sebesar US$ 164.000 yang menjadi hak Sadat kemudian disumbangkan untuk pembangunan Desa Mit Abul Kum. Tapi di mata Dunia Arab langkah Sadat itu tidak populer sama sekali. Mesir dikucilkan di Timur Tengah. Ketua Majelis Umum PBB Ismat Kittani dari Irak bahkan sama sekali tidak mengisi buku belasungkawa yang disediakan perwakilan Mesir. Dalam upacara pemakaman Sadat juga tak hadir wakil Timur Tengah, kecuali Maroko dan Sudan. Bahkan mereka bergembira, seperti kelihatan di Beirut dan Tripoli. "Fajar telah menyingsing di Mesir," kata Arafat. Ia berharap pengganti Sadat akan bersikap keras terh'adap Israel. Di dalam negeri Mesir, kaum oposisi masih bersifat menunggu. Pemimpin oposisi Jenderal Saadeddin Shazli, kini berada di Libya, menyatakan ia bersedia "memberikan kesempatan" kepada Mubarak menggantikan Sadat, asalkan Mubarak tidak mengikuti jejak Sadat. "Bila Mubarak melanjutkan politik pendahulunya, kekerasan akan berlanjut," kata Shazli kepada wartawan Le Matin de Paris. Shazli dibuang Sadat ke luar negeri gara-gara menentang politik perdamaiannya. Menurut konstitusi Mesir, Mubarak baru sah menjadi presiden setelah mendapat dukungan di parlemen dan referendum. Dukungan parlemen pekan lalu diperolehnya. Referendum (13 Oktober) hampir pasti dimenangkannya, calon tunggal. Shazli tak akan berhenti menentang tampaknya, sementara situasi di Mesir tampak tidak akan berubah secara drastis. Mubarak sudah menegaskan bahwa garis politik Sadat dalam mengusahakan perdamaian kekal dengan Israel dan bersekutu dengan AS akan dilanjutkannya. Uni Soviet tak banyak berkomentar terhadap kematian Sadat. Pengamat politik memperkirakan Kremlin pasti merasa lega. Adalah pimpinan Soviet yang menuduh Sadat sebagai boneka Amerika di Timur Tengah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus