ADA dugaan bahwa dalam pertempuran Vietnam dengan Kamboja kini
pihak Vietnam lah yang memulai. Mengingat untuk jadi si agresor,
tentara Kamboja terlalu lemah dibandingkan dengan tetangganya
itu. Tapi teori itu belum tentu benar. Kamboja lah yang lebih
dulu punya catatan bentrokan dengan tetangga, yakni dengan
Muangthai. Dengan teknologi yang sederhana dan tampang yang
lebih seperti pasukan liar, pasukan Kamboja mungkin tidak punya
koordinasi cukup rapi. Regu-regu yang jauh dari pusat bisa saja
menimbulkan pertempuran karena keputusan setempat.
Meskipun demikian, kekuatan Vietnam demikian rupa hingga
dorongan untuk menentukan corak di kawasannya bisa dituduh
datang dari sini. Seorang pejabat senior Rand Corporation, badan
riset yang banyak berhubungan dengan Departemen. Pertahanan AS,
pernah menyatakan: "Jika para pemimpin Hanoi mau, Vietnam dalam
dasawarsa mendatang dapat menjadi Prusia nya Asia Tenggara."
Dengan menyebut "Prusia" pejabat itu, Dr. Guy Pauker, agaknya
ingin menggambarkan kemampuan dan ambisi Vietnam, mengingat
pengalaman dan kekuatan perangnya.
Pauker, berbicara di depan Sub-Komite Dewan Perwakilan Rakyat
AS, April 1976, membandingkan Vietnam dengan negara besar lain
di Asia Tenggara, Indonesia. Penduduk Indonesia (1980 akan
menjadi 154 juta) adalah yang terbesar di wilayah ini--sekitar 3
x penduduk Vietnam (48,6 juta). Namun sejak masa Orde Baru,
kata Pauker, Indonesia mengekang diri dalam membelanjakan uang
buat persenjataan.
Kemenangan komunis di Vietnam pertengahan 1975 menyebabkan
Indonesia perlu meninjau kembali rencana pertahanannya. Tapi
krisis keuangan yang disebabkan hutang Pertamina menyebabkan
Indonesia menghindarkan program kilat untuk memperoleh
persenjataan. Sementara itu, Indonesia sendiri tak ingin ASEAN
jadi persekutuan militer, dan Indonesia tak menyatakan diri mau
memimpin pertahanan ASEAN. Sebaliknya, Vietnam punya dua modal
yang meyakinkan.
Pertama, kepemimpinan sebuah partai komunis yang berbeda dengan
Partai komunis di tempat lain, selama 30 tahun tak retak
persatuannya. Ke pemimpinan kolektifnya berhasil mengalahkan
Perancis dan AS secara militer dan politik, dan menarik bantuan
baik dari Uni Soviet maupun RRC, tanpa jadi ekor salah satu
kekuatan komunis itu. Kepemimpinan komunis di Vietnam juga punya
cara mobilisasi massa dan pengawasan rakyat yang bisa digunakan
untuk mendukung tiap gerak kepemimpinannya.
Kedua, kekutan militernya sangat ampuh. Kekuatan ini bhkan
melebihi ke-21 divisi pasukan Cina yang dipasang di wilayah
selatan. Menurut perkiraan International Institute for Strategic
Studies, Republik Demokrasi Vietnam punya 700.000 pasukan
bersenjata pada saat pertempuran berhentiApril 1975. Mereka
disusun dalam 24 divisi infantri, 3 divisi pelatih, komando
artileri yang terdiri dari 10 resimen, 10 resimen infantri
lepas, 15 resimen SAM dan 40 AA resimen artileri. Di masa damai
jumlah itu bisa berkurang. Tapi jika Hanoi meneruskan wajib
militer selama dua tahun dan mempertahankan cukup banyak pasukan
yang berpengalaman perang, besarnya tentara Vietnam masih bisa
melebihi 700.000. Apalagi jika sisa-sisa tentara Vietnam Selatan
yang kalah dapat diindoktrinasi dan dimanfaatkan untuk memegang
persenjataan modern yang dulu datang dari AS.
Persenjataan Vietnam sendiri tak main-main. Tanpa ditambah
dengan senjata AS yang berhasil direbut, Vietnam pada akhir
perang yang lalu sudah lebih unggul ketimbang artileri, tank dan
pasukan darat dari seluruh negara non-komunis di Asia Tenggara.
Vietnam punya 900 tank Soviet jenis T-34, T-54 dan T-59, serta
60 tank ringan, sementara jumlah semua tank yang dimiliki Burma,
Indonesia, Malaysia, Pilipina, Singapura dan Muanghai hanya
406. Angkatan Laut Vietnam memang cuma 90 kapal, masih kalah
dibandingkan dengan Muangthai saja (112 buah), dan Angkatan
Udaranya cuma punya 268 pesawat tempur, masih kalah dari seluruh
negara Asia Tenggara non-komunis: 355 pesawat tempur. Tapi ada
nya kapal dan pesawat AS yang jatuh ke tangan Hanoi rmembikin
perimbangan lebih menguntungkan Vietnam.
Namun, menurut penilaian Pauker, nampaknya Viet nam hanya akan
membiarkan kekuatan militernya sekedar buat pertahanan. Ikhtiar
nasional yang paling besar ditujukan untuk rekonstruksi dan
pembangunan, setelah perang yang bertahun-tahun itu. Maka ada
harapan bahwa di kawasan ini kelak tak perlu terjadi suatu
konfrontasi, terutama antara Vietnam dengan negara besar
lainnya, Indonesia, yang punya ideologi berbeda.
DAN Guy Pauker pun memperhitungkan, bahwa bisa saja kelak
Vietnam tampil jadi penjaga Asia Tenggara menghadapi tekanan
yang datang dari kekuatan darat tetangganya, Cina. Sementara itu
Indonesia, jika telah mengalihkan kekuatannya kepada kekuatan
maritim, akan menjaga Asia Tenggara dari campurtangan yang tak
dikehendaki melalui lautan -- misalnya yang datang dari Uni
Soviet atau AS. Jika itu terjadi, negara-negara di sekitarnya
yang lebih kecil pun akan berada dalam Asia Tenggara yang damai,
merdeka dan netral - berkat "gajah" Vietnam dan "ikan paus"
Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini