Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musim dingin di Inggris tahun ini akan menjadi musim yang paling menggerogoti tulang, hati, dan nurani. Bagi mahasiswa, bagi wartawan, dan bagi mereka yang percaya akan kebenaran. Namun, bagi mereka yang gemar permainan politik, intrik, dan pengkhianatan, seluruh tragedi David Kelly, Blair, dan BBC hanya akan menjadi satu permainan mengasyikkan yang dimenangi para pemain licin.
Rabu pekan silam, Perdana Menteri Inggris Tony Blair diselamatkan oleh kesimpulan Lord Brian Hutton yang menyebutkan bahwa ia tidak terbukti telah melakukan "tindakan tak terhormat" berkaitan dengan tewasnya ahli persenjataan Inggris, David Kelly. Yang lebih mengejutkan, Tony Blair juga menang tipis (316 lawan 311 suara) dalam voting yang diselenggarakan Majelis Rendah dalam perselisihan soal kenaikan biaya kuliah.
Keputusan Hakim Hutton itu sangat mengejutkan semua pojok dunia yang memfokuskan perhatian selama 24 jam sejak Selasa pekan silam menanti keputusan. Pada kesaksian-kesaksian dalam persidangan sebelumnya selama delapan bulan yang melelahkan, banyak sekali bukti yang menunjukkan ada beberapa kejanggalan yang patut dipertanyakan dalam menangani kasus Kelly. Toh, kesaksian yang memberatkan pemerintah Inggris itu tampaknya tidak dipedulikan dan malah kesimpulan Hutton cenderung menyalahkan BBC dari segala arah. Menurut Hutton, tuduhan BBC terhadap Blair tak berdasar dan Blair tak terbukti melakukan tindakan tak pantas yang mendorong David Kelly bunuh diri.
Tapi putusan Hutton dikritik banyak pihak karena sama sekali tak mempertimbangkan bukti rekayasa data intelijen yang dilakukan pembantu Blair. Hutton juga sama sekali tak menyebut hal tentang senjata pemusnah massal Irak yang hingga kini belum ditemukan. Maka media massa Inggris menilai Hutton menutup-nutupi kesalahan pemerintah Blair.
Akibat dari keputusan ini kemudian adalah serangkaian runtuhnya domino: pengunduran diri Gilligan, wartawan BBC yang mewawacarai David Kelly, pengunduran diri Gavyn Davies, pemimpin BBC, dan juga pengunduran diri Direktur Jenderal BBC Greg Dyke. Semua atas nama menyelamatkan BBC. Bagaimana Lord Hutton bisa sampai pada kesimpulan yang begitu kontroversial? Salah satu pengamat menyatakan bahwa Hutton cenderung lebih mendengarkan penjelasan orang di sekeliling David Kelly di Departemen Pertahanan yang "kurang menyukai" sikap Kelly yang idealistis dan tegas, dan kurang melebarkan jaringan narasumber kepada mereka yang betul-betul akan mempertahankan integritas Kelly. Dengan kata lain, Hutton lebih mempersoalkan perilaku Kelly—yang kemudian dianggap sebagai "arsitek" bunuh dirinya sendiri—daripada hasil temuan Kelly yang menggegerkan itu.
Nun di Westminster, Perdana Menteri Tony Blair juga meraih kemenangan karena Majelis Rendah menerima rancangan undang-undang tentang reformasi pendidikan tinggi usulan pemerintahnya. Inilah pemungutan suara paling krusial penuh intrik dan pengkhianatan selama pemerintahannya. Setelah enam jam perdebatan sengit, Blair menang dengan mayoritas tipis 316 lawan 311.
Ironisnya, sebagian penentang undang-undang itu justru berasal dari kubu Partai Buruh. Blair betul-betul dipermalukan. Bayangkan, 160 anggota parlemen dari Partai Buruh sepakat menandatangani petisi menolak undang-undang yang disodorkan kabinet Blair. Ini merupakan pembangkangan terbesar dalam 50 tahun belakangan di pentas politik Inggris. Pers Inggris menyebut aksi ini sebagai pemberontakan terhadap Blair. Jika pemberontakan ini berhasil, dan diikuti dengan keputusan hakim tentang tuduhan BBC bahwa Blair merekayasa informasi intelijen, sudah dipastikan Blair akan tamat riwayatnya.
Tapi keberuntungan masih berpihak pada Blair, yang diduga berkat campur tangan sahabatnya, salah satu petinggi Partai Buruh, Gordon Brown. "Ini adalah bukti bahwa Blair hanya bisa selamat karena para pembantu Brown menyelamatkannya," ujar David Davis, anggota parlemen partai oposisi Konservatif.
Gordon Brown menggunakan pengaruhnya atas Nick Brown, salah seorang tokoh dalam kubu pemberontak yang berperan bak seorang agen ganda. Kedua Brown ini memang bersahabat. Dan uniknya, Nick juga sahabat kental pemimpin pemberontak, George Mudie. Semula, dari hitungan kasar di atas kertas, Tony Blair bakal keok menghadapi pemberontak dan kubu oposisi Partai Konservatif yang dengan keras menolak undang-undang itu. Negosiasi yang berlangsung malam sebelumnya gagal melunakkan sikap kelompok pembangkang.
Operasi pengamanan kebijakan Blair pun dilanjutkan esoknya di Majelis Rendah. Sepanjang hari tim sukses Tony Blair di bawah kendali Gordon Brown di gedung parlemen Westminster sibuk melobi pembangkang untuk berupaya merebut 20 hingga 30 suara mereka. Pesan di pesawat penyeranta tak henti-henti mengabarkan perkembangan dari menit ke menit pergerakan suara. "Perburuan masih terus berlangsung," ujar salah satu pesan pada pesawat penyeranta. Bahkan Nick Brown, yang secara resmi berada dalam kubu pembangkang, berupaya membujuk Mudie agar menyerah. Tapi Mudie bergeming karena mereka bersikeras undang-undang pendidikan tinggi, khususnya tentang kebijakan menaikkan uang kuliah, merupakan pengkhianatan terhadap janji kampanye Partai Buruh pada saat pemilu 1997.
Meski Nick gagal membengkokkan sikap sahabatnya, pada menit terakhir pemungutan suara, ia beraksi dengan terbuka berbalik mendukung Tony Blair. Akibatnya, empat anggota parlemen dari kubu pemberontak ikut membelot, yang menentukan kemenangan tipis Blair. "Saya memilih sembari memegang hidung saya," ujar Kevan Jones, pemberontak yang ikut membelot. Artinya, mereka yang membelot bersikap pragmatis dengan mengendus arah angin bertiup. Gordon Brown pun berhasil menyelamatkan Tony Blair.
Gordon Brown memang mati-matian menyelamatkan koleganya. Hubungan keduanya sudah lengket jauh hari sebelum perang Irak. Pada 1994, Brown menanam budi dengan memberikan jalan pada Blair untuk menduduki kursi Ketua Partai Buruh menggantikan John Smith, yang meninggal saat itu. Maka Blair pun dengan mudah menjadi orang nomor satu di partai yang kemudian mengantarnya ke Downing Street Nomor 10 (kantor perdana menteri) itu. Lingkungan, karisma, dan nasib baik menjadi bagian dari keberhasilannya. Setelah kemenangannya pada pemilu 1997, Blair memperoleh julukan "Teflon Tony" karena tak satu pun kotoran melekat dalam pemerintahannya. Tapi semua kemilau itu lenyap sejak ia menjadi sekutu setia Presiden George Bush dalam perang Irak.
Bagi Partai Buruh, tindakan Gordon Brown yang mengalah terhadap Blair dianggap sebagai kesepakatan dua sahabat dengan imbalan Brown akan menjadi pengganti Blair di masa datang. Blair memang menyangkal kesepakatan di bawah tangan itu. Sebaliknya, Brown tenang-tenang saja. Yang jelas, pakar politik Inggris menyebut hubungan kedua orang ini sebagai perkawanan politik yang paling sukses dalam satu dasawarsa politik Inggris.
Belakangan sempat terjadi ketegangan di antara keduanya. Dalam pertemuan Partai Buruh pada September tahun silam, Brown menyampaikan pidato menggelegar yang meminta anggota Partai Buruh mengembalikan nilai-nilai Partai Buruh yang ia anggap sudah melenceng. Permintaan ini diterjemahkan banyak orang sebagai keinginan Gordon Brown menjadi perdana menteri.
Hari berikutnya, buru-buru Blair menenangkan Brown bahwa ia adalah ahli waris kursi Ketua Partai Buruh dan kelak akan menjabat perdana menteri. Tak aneh, orang menganggap intervensi Brown dalam kasus undang-undang pendidikan itu adalah tindakan untuk menyelamatkan kekompakan Partai Buruh demi keuntungan pribadinya. "Gordon tak ingin partai jadi kisruh ketika ia memerintah," kata salah seorang anggota parlemen dari Partai Buruh.
Blair memang selamat dari ancaman utama di Majelis Rendah, tapi ia belum sepenuhnya aman. "Ini hanya kemenangan terbatas," ujar Anthony Seldon, penulis biografi Blair. Apalagi, dalam pekan-pekan lalu, ia menghadapi dua cobaan yang bisa mendepaknya dari Downing Street.
Inikah saatnya Tony Blair bisa tidur nyenyak? Dua kemenangan berturut-turut tampaknya tak akan membuat Blair tenang. Partai Buruh terbelah. Dan kepercayaan publik kepada Blair turun dua poin menjadi minus 17 dalam jajak pendapat harian The Guardian.
"Blair jelas terbebas dari tuduhan. Tapi tanda tanya tentang senjata pemusnah massal masih menggantung bersamanya. Debat tentang perang Irak masih akan terus mengekorinya. Argumen di lingkungan Partai Buruh untuk mereformasi pelayanan publik masih akan terus membuntutinya. Dan pemerintahannya kurang populer dibandingkan dengan sebelumnya," ujar Profesor John Curtice dari Universitas Strathclyde. Seorang anggota parlemen antiperang, George Galloway, lebih lugas. "Perdana Menteri membawa kita sepenuhnya ke bencana. Dia orang yang tidak kompeten dan pendusta," ujar Galloway sengit.
Apa boleh buat, sering kali yang demikian yang berhasil mempertahankan posisi kekuasaan.
Raihul Fadjri (The Guardian, The Independent, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo