Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI membenarkan telah terjadi ledakan pada perangkat komunikasi yang digunakan ribuan warga negara Lebanon pada 17-18 September 2024. Berdasarkan informasi Kementerian Kesehatan Lebanon pada 19 September 2024, insiden tersebut menewaskan 32 orang dan mengakibatkan 4.250 org luka-luka, di mana 300 korban dalam kondisi kritis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KBRI Beirut telah menjalin komunikasi dengan simpul-simpul WNI di Lebanon. Sampai berita ini diturunkan, tidak ada WNI yang menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KBRI terus memonitor perkembangan, melakukan komunikasi intensif dengan WNI, serta terus mengimbau WNI agar dapat mengikuti proses evakuasi yang dipersiapkan KBRI Beirut," demikian keterangan Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI, Jumat, 20 September 2024.
Sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh Hamas, KBRI Beirut pada 10 Oktober 2023 menetapkan Siaga 1 di Wilayah Lebanon Selatan dan ditingkatkan Siaga 1 di seluruh Wilayah Lebanon sejak 4 Agustus 2024.
Berdasarkan data KBRI Beirut, terdapat 152 WNI yg menetap di Lebanon. Sejak penetapan Siaga 1, KBRI telah memfasilitasi kepulangan 25 WNI dalam tiga tahap gelombang. Sedang sebagian besar lainnya memilih tetap tinggal di Lebanon. WNI yang masih bertahan di Wilayah Lebanon tersebut mayoritas sebagai mahasiswa. Adapun nomor Hotline KBRI Beirut yang bisa dihubungi adalah +96170817310.
Sebelumnya Wakil Direktur Eksekutif UNICEF untuk Tindakan Kemanusiaan dan Operasi Pasokan, Ted Chaiban, memperingatkan setiap eskalasi lebih lanjut akan berdampak sangat mengerikan terhadap anak-anak. Chaiban telah mengunjungi Israel, Jalur Gaza, dan Tepi Barat yang diduduki, di mana ia berkesempatan untuk bertemu dengan anak-anak dari berbagai komunitas yang telah terkena dampak dari "perang yang mengerikan ini."
"Selama pertemuan saya dengan otoritas Israel, saya meminta peningkatan akses untuk pasokan kemanusiaan dan komersial," katanya.
"Saya juga menyerukan perlindungan terhadap anak-anak, peningkatan langkah-langkah keamanan, prosedur operasional standar bagi personel kemanusiaan, dan kemudahan pergerakan bagi anak-anak yang terpisah atau tanpa pendamping."
Ia kembali menegaskan seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata, pengiriman bantuan yang mendesak untuk menyelamatkan nyawa, serta pembebasan tanpa syarat para sandera.
Sedangkan Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, pada Kamis, 19 September 2024, menuduh Israel melanggar "semua konvensi dan hukum" dan bersumpah "pembalasan akan datang." Israel belum secara langsung mengomentari serangan tersebut, tetapi tetap waspada tinggi mengantisipasi respons dari Hizbullah.
Israel terus melakukan serangan brutal di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera. Hampir 41.300 korban tewas Palestina, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 95.500 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Serangan Israel telah membuat hampir seluruh penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah blokade yang berkelanjutan, yang menyebabkan kekurangan parah makanan, air bersih, dan obat-obatan. Israel menghadapi tuduhan genosida atas tindakannya di Gaza di Pengadilan Internasional.