Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kostas Efthimiadis berdiri sejenak di luar gedung kantor yang mengurus penganggur di pusat Kota Athena, Yunani, pekan lalu. Pria 29 tahun itu menunjuk ke sebuah dinding sarat grafiti di seberang jalan. Di dinding kusam itu terpampang sebuah kata dengan huruf besar: "Vasanizomai".
"Kata itu berarti 'saya menderita'," ujarnya seperti dikutip Oman Observer, Senin pekan lalu. Bagi Efthimiadis, kata itu mewakili apa yang sedang dialami generasinya. Menurut survei, tingkat pengangguran di Yunani pada Juni lalu mencapai 27,9 persen. Itu berarti sekitar 3 juta orang di negara tersebut menganggur. Sebagian besar dari mereka adalah pekerja muda.
Yunani merupakan negara anggota Uni Eropa pertama yang dihantam krisis pada 2008. Uni Eropa dengan prakarsa Jerman—negara dengan ekonomi terkuat di zona euro—telah mengucurkan dua paket bantuan sebesar 240 miliar euro atau setara dengan Rp 3.663 triliun. Jerman di bawah pemerintahan Kanselir Angela Merkel pun memberikan bantuan US$ 28,5 miliar. Tapi, seperti diakui Perdana Menteri Yunani Antonis Samaras, negaranya membutuhkan lebih banyak bantuan dan baru bisa pulih dari krisis pada 2019.
Efthimiadis, yang baru kehilangan pekerjaan di bengkel mobil, mengatakan sebagian besar rakyat Yunani pesimistis Merkel dapat berbuat banyak menolong Yunani. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir, Merkel terus menyerukan penghematan anggaran, baik di dalam negeri maupun di negara-negara yang menerima bantuan Uni Eropa.
Seperti dikutip Deutsche Welle, Merkel dan Presiden Prancis Francois Hollande tak sepaham dengan langkah-langkah pengetatan disiplin anggaran negara-negara anggota Uni Eropa. Prancis, yang sedang kesulitan ekonomi, melakukan investasi besar di dalam negeri, kendati ini akan memperbesar defisit anggarannya.
Prancis meminta dana investasi dikeluarkan dari defisit anggaran. Prancis beranggapan, dalam masa krisis, negara harus berinvestasi besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Dalam pertemuan para pemimpin Uni Eropa akhir tahun lalu di Brussel, Belgia, Hollande menyatakan negara yang lebih makmur harus membantu negara yang memiliki utang besar.
Namun Merkel tak setuju. Ia mengatakan setiap negara harus mendahulukan penghematan dan pembaruan ekonomi agar tak kalah bersaing. Menurut Reuters, dalam sebuah survei yang dirilis majalah Jerman, Stern, pada Juni lalu, dua pertiga penduduk Jerman menginginkan Merkel terus memaksa Yunani menghemat anggarannya.
Langkah penghematan itu ditentang berbagai kalangan di Yunani. Mereka khawatir, bila Merkel menang dalam pemilihan umum Jerman pada 22 September 2013, ia akan memotong bantuan untuk negara-negara Eropa selatan yang tertimpa krisis paling parah. "Dalam skenario lebih buruk, akhirnya akan mengantar Yunani ke mulut serigala."
Tak mengherankan bila warga Yunani dan negara-negara zona euro lainnya menunggu dengan harap-harap cemas hasil pemilu legislatif Jerman. Dalam pemilihan yang diikuti lima partai, Merkel—yang menjadi calon Uni Kristen Demokrat—akan bertarung melawan pesaing terberatnya dari Partai Sosial Demokrat, Peer Steinbrueck, menteri keuangan pada periode pertama pemerintahan Merkel.
Sejumlah pengamat setuju dengan perkiraan, bila Merkel terpilih kembali untuk ketiga kalinya sebagai kanselir, ia akan memotong anggaran negaranya. "Pemerintah kami telah berharap banyak pada pemilu Jerman agar pemilu menghasilkan bantuan bagi rakyat Yunani. Tapi rakyat Yunani sebenarnya tak percaya itu," ujar Yanis Varoufakis, profesor ekonomi di University of Athens.
Benua Biru menginginkan Jerman bergerak cepat bersama perbankan Uni Eropa membuat kebijakan ekonomi, yang dapat membantu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memerangi pengangguran. Negara-negara anggota Uni Eropa memperkirakan Merkel bakal memenangi pemilu dan mereka berharap perempuan 59 tahun itu membentuk koalisi besar dengan Partai Sosial Demokrat, partai berhaluan tengah-kiri yang lebih mendukung bantuan keuangan bagi negara Eropa yang tertimpa krisis.
Kebijakan mengatasi krisis menjadi salah satu isu dalam perdebatan kandidat. Dalam sebuah debat di televisi, ÂSteinbrueck menuduh Merkel lambat menangani krisis keuangan zona euro serta menerapkan penghematan yang keterlaluan terhadap Yunani dan sejumlah negara yang menerima dana talangan.
Tak dapat dimungkiri, Jerman adalah kekuatan yang sangat dibutuhkan dan tak ada keputusan besar di Eropa tanpa keterlibatan negara itu. Namun kampanye pemilihan umum tak menyiratkan kenyataan itu. Seperti dilansir BBC, Rabu dua pekan lalu, para politikus Jerman tampak enggan berdebat soal masa depan Eropa dan peran Jerman di dalamnya. Masyarakat lebih tertarik pada debat soal kantin publik harus menyediakan makanan bukan daging sekali seminggu ketimbang soal kelanjutan dana talangan zona euro. Partai oposisi pun lebih senang berdebat tentang kurangnya tenaga terampil di Jerman.
Ulrike Guerot dari lembaga pemikir European Council on Foreign Relations mengatakan Jerman akan membangun Eropa dengan kecepatan dan caranya sendiri. Negara lain tak bisa mendesaknya. "Yang lain harus menerima dan memahaminya," kata Guerot.
Bagi kubu Merkel, langkah oposisi itu sengaja untuk membendung popularitas perempuan berjulukan Kanselir Besi tersebut. Setelah ia berkuasa delapan tahun, tingkat penerimaan publik terhadapnya mencapai 60 persen. Itu menjadikan Merkel salah satu politikus paling populer di seantero Eropa.
Dalam poster-poster kampanyenya, Merkel digambarkan memiliki sepasang tangan yang aman untuk berlindung. Ia juga digambarkan sebagai pemimpin yang berhati-hati, waspada, dan menjalankan kebijakannya selangkah demi selangkah. Sedangkan warga Eropa, khususnya di negara-negara yang tertimpa krisis, berharap ia lebih tegas dan berani mengambil keputusan untuk menolong mereka keluar dari krisis.
Merkel, dalam kampanyenya, menyatakan Jerman sedang mengalami makmur dengan tingkat pengangguran di bawah 20 persen. Ia mengklaim telah menangani krisis euro dengan baik, jadi tidak perlu ada perubahan. Pesan kampanyenya dianggap berhasil. Dalam jajak pendapat yang dilansir Selasa pekan lalu, Uni Kristen Demokrat meraih 39 persen pemilih, sedangkan Partai Sosial Demokrat 26 persen. Hasil survei itu menunjukkan tak ada partai yang dapat membentuk pemerintahan tanpa berkoalisi dengan partai lain.
Kepada ribuan pendukungnya di Hamburg, Selasa pekan lalu, Merkel mengecam rencana oposisi bila menang pemilu, di antaranya menghapuskan utang dan menerbitkan obligasi euro bersama negara lain untuk mengatasi krisis utang Eropa.
Merkel mengatakan Jerman akan membantu negara lain yang membutuhkan dengan satu syarat: mereka harus membereskan masalah-masalah yang selama ini terbengkalai. "Apakah kita akan melanjutkan langkah ini, Andalah yang memutuskan dalam pemilihan," ujarnya.
Dalam sebuah komentarnya, Helmut Schmidt, Kanselir Jerman Barat periode 1974-1982, memuji Steinbrueck dan menyalahkan kebijakan Merkel. Namun para pendukung Merkel di Hamburg, yang mengusung plakat oranye bertulisan "Angie", tentu saja tak mendengarkan bapak tua ini.
Sapto Yunus (Reuters, The Economists, BBC, DW)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo