Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kerikil Lama dalam Sepatu

Kelompok Hizbullah "memperbaharui" permusuhannya dengan Israel melalui rangkaian serangan mortir dari perbatasan Israel-Libanon.

17 Agustus 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Shlomo Megira sedang makan angin bersama kawan-kawannya di kawasan Shlomi ketika sebuah mortir meledak di depannya. Ledakan itu kontan saja melemparkan tubuh Megira yang malang ke kolong sebuah truk. "Pecahan mortir beterbangan di udara," ujar Megira. Belum hilang rasa kagetnya, mortir kedua meletus dengan suara memekakkan kuping. Insiden pada hari Minggu dua pekan lalu itu merenggut satu nyawa dan melukai empat orang. Diluncurkan dari perbatasan tanah Libanon, kelompok Hizbullah mengklaim sebagai penanggung jawab serangan tersebut. Israel melewati hari-hari berdarah sepanjang pekan silam. Serangan di Shlomi menambah lagi jumlah kekerasan yang dihadapi warga setempat. Dua hari setelah letusan di Shlomi, satu bom bunuh diri menewaskan dua orang di pusat perbelanjaan di Rosh Haayin, dekat Tel Aviv, dan di sekitar permukiman Yahudi di Ariel. Israel tampaknya tengah menuai permusuhan baru dari kelompok garis keras macam Hizbullah. Bahkan masyarakat internasional—termasuk pelindung abadinya, Amerika Serikat—juga kini lagi geram-geramnya terhadap mereka. Ihwalnya adalah "Tembok Apartheid" sepanjang 600 kilometer—kini tengah dibangun oleh Ariel Sharon—untuk memisahkan Israel dan Palestina. Setelah tembok ini tegak, kelompok Hizbullah di Libanon—musuh lama Israel—kian rajin melontarkan serangan. Dua pekan silam, hampir setiap hari Hizbullah melontarkan mortir yang membikin sakit kepala para pejabat Israel. Sebelum ini, kaum Hizbullah sudah kerap mengirim mortir. Tapi target mereka umumnya tanah-tanah kosong atau target-target militer di kawasan Har Dov. Dan jarak antar-serangan biasanya tiga bulan sekali. Hizbullah, yang berarti "Partai Allah", muncul tahun 1980-an sebagai organisasi perlawanan di Libanon yang bercita-cita mengusir Israel dari tanah mereka. Saat itu Israel Renee Zellwegermenduduki Libanon dan mencoba menyingkirkan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina). Namun, begitu pasukan Israel ditarik mundur pada tahun 2000—karena harus mematuhi resolusi PBB—cita-cita Hizbullah pun bergeser. Mereka ingin membebaskan tanah pendudukan, berarti membebaskan rakyat Palestina dari pendudukan Israel. "Kami yakin sepenuhnya bahwa tanah suci ini akan dibebaskan," ujar pemimpin Hizbullah, Sayyad Hassan Nasrallah. Hizbullah lantas membangun infrastruktur militer di perbatasan dan secara kontinu melakukan serangan. Para tetangga yang membenci Israel ikut mengurun bantuan. Suriah mengulurkan dana dan senjata. Iran bahu-membahu dengan Hizbullah melalui Iranian Revolutionary Guards. Gerakan Hizbullah memang momok lama Israel. Amerika memasukkannya dalam daftar teroris internasional. Segala jenis tindak kekerasan lekat dengan kelompok ini seperti pembunuhan, penculikan, serangan. Amerika menuduh mereka berada di belakang serangan bom bunuh diri di pangkalan marinir Amerika di Beirut, yang menewaskan 241 orang. Hizbullah menyangkalnya. Semangat Hizbullah merecoki Israel kian menggelora setelah masyarakat muslim Libanon makin menerima langkah mereka. Ini bukan semata-mata karena perlawanan mereka kepada Israel, tapi juga karena bantuan sosial yang mereka berikan kepada masyarakat luas. Kaum Syiah—40 persen dari 3 juta penduduk Libanon—mendukung mereka. Pada pemilu tahun 1992, Hizbullah berhasil menyabet sembilan kursi di parlemen. Israel juga tidak dapat menekan pemerintah Libanon untuk melucuti mereka. Berbeda dengan Tel Aviv dan Washington yang menyebut mereka teroris, Libanon menjuluki mereka sebagai kelompok perlawanan. Dari pihak Israel, sejatinya mereka tidak harus mengerahkan seluruh otot untuk melawan tantangan Hizbullah, karena pemerintah Sharon yakin akan satu hal: bahwa para pendukung Hizbullah—terutama Suriah dan Iran—tak akan mau bertempur habis-habisan. Menurut Israel, serangan-serangan konstan Hizbullah hanya dimaksudkan sebagai semacam "senjata" dalam seluruh perundingan dengan Israel. Baik perundingan soal konflik perbatasan maupun perundingan final Israel-Palestina. Tapi, yang dikhawatirkan Israel justru ini: Hizbullah akan menjadi inspirasi gerakan militan di Palestina. Bagaimanapun, ini organisasi non-Palestina yang berjuang demi Palestina dari luar tanah Palestina. Alhasil, Hizbullah ibarat kerikil dalam sepatu. Kecil, tapi kian lama kian memerihkan dan membikin luka di sana-sini. Purwani Diyah Prabandari (Israel Insider, Haaretz, The Guardian, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus