Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Hubungan Internasional Universitas Andalas (Unand) Sumatra Barat Virtuous Setyaka menilai upaya bergabungnya Indonesia ke BRICS dapat meningkatkan pengaruh Indonesia dalam sistem internasional, namun juga bisa menimbulkan sejumlah tantangan yang perlu dicermati. Sehingga perlu pertimbangan yang matang untuk mengambil keputusan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentu ini punya dampak positifnya, tetapi perlu juga dicermati tantangannya," katanya saat dihubungi TEMPO pada Jumat 25 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurutnya, bergabung dengan BRICS dapat memberikan Indonesia peluang besar memperluas kemitraan ekonomi. BRICS, yang mewakili sekitar tiga miliar jiwa, menawarkan pasar ekspor potensial bagi produk-produk Indonesia, seperti hasil pertanian, tekstil, dan elektronik.
“Dengan ketegangan dagang antara Barat dan Timur, diversifikasi menjadi penting untuk ketahanan ekonomi kita,” ujarnya. Aliansi ini juga akan membantu mengurangi dampak negatif dari ketidakstabilan global pada perekonomian Indonesia.
Selain itu, keuntungan besar lainnya adalah akses ke New Development Bank (NDB), bank pembangunan yang didirikan oleh negara-negara BRICS. Bagi Indonesia, yang masih membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, NDB bisa menjadi alternatif pendanaan.
“Jika dana NDB bisa masuk ke wilayah-wilayah tertinggal, ini tentu akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah,” katanya.
Lalu di bidang geopolitik, jika bergabung dengan BRICS posisi Indonesia di panggung internasional diprediksi akan semakin kuat. Sebagai anggota BRICS, Indonesia akan memiliki akses langsung ke forum internasional yang memungkinkan untuk memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang dalam isu-isu global, seperti reformasi ekonomi dan perubahan iklim.
“Posisi Indonesia akan semakin strategis, terutama dalam advokasi kebijakan yang lebih adil. Keikutsertaan ini juga sejalan dengan kebijakan luar negeri bebas aktif yang telah lama dianut Indonesia," katanya.
Disisi lain bergabung dengan BRICS juga membawa tantangan. Negara-negara dalam BRICS memiliki kepentingan nasional dan ideologi yang beragam, sering kali berseberangan dengan negara-negara Barat. Hal ini bisa membuat Indonesia berada dalam posisi sulit, mengingat hubungan baik yang selama ini dijaga dengan Amerika Serikat dan Eropa.
Kemudian tantangan lainnya yakni risiko ketergantungan baru terhadap ekonomi BRICS. Jika salah satu negara mengalami krisis atau konflik, ini dapat berdampak langsung pada stabilitas ekonomi Indonesia. “Risiko ketergantungan ini perlu diantisipasi,” ucapnya.
Selain itu dalam hal keberlanjutan, proyek-proyek infrastruktur yang dibiayai oleh NDB perlu mematuhi standar lingkungan ketat. Indonesia, dengan masalah lingkungan seperti deforestasi dan polusi, perlu berhati-hati agar pembangunan yang pesat tidak merusak alam. Aktivis lingkungan mengingatkan bahwa standar lingkungan menjadi kunci agar pembangunan ini tidak merusak ekosistem jangka panjang.
Virtuous menyarankan agar pemerintah Indonesia, mempertimbangkan secara matang kembali keputusan untuk bergabung dengan BRICS . Di satu sisi, ada peluang besar yang menjanjikan, sementara di sisi lain terdapat tantangan yang memerlukan strategi dan kehati-hatian.
Sebelumnya dalam keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI pada Jumat, 25 Oktober 2024, Indonesia menyampaikan keinginan bergabung dengan BRICS dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 23-24 Oktober 2024. Dengan pengumuman tersebut, maka proses Indonesia untuk bergabung menjadi anggota BRICS telah dimulai.
BRICS adalah kelompok informal yang awalnya beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. Kelompok ini pertama kali diinisiasi pada tahun 2006 untuk membahas isu-isu terkini global. Keanggotaannya diperluas pada tahun 2023 dengan bergabungnya Ethiopia, Iran, Mesir, dan Persatuan Emirat Arab.