KHOMEINI ternyata tak kebal demonstrasi. Gelombang massa
antiayatullah itu telah menjalar ke berbagai kota di Iran --
termasuk kota suci Qom dan Mashad, basis kekuatan Khomeini.
Di Isfahan, para demonstran bahkan telah merobek-robek gambar
Khomeini, dan meneriakkan slogan anti kaum ulama. Di kota lain
seperti Teheran, Tabriz, Shiraz, Qom dan Mashad, sasaran mereka
ditujukan pada Ayatullah Montazari, ulama yang disebut-sebut
sebagai calon pengganti Khomeini. Demonstrasi serentak ini dua
pekan lalu tercatat paling besar sejak kekuasaan Syah Reza
Pahlevi ditumbangkan, Januari 1979.
Khomeini mengecam "cendekiawan sekuler" sebagai biang keresahan
politik nasional. Dalam pidatonya di pusat keagamaan Husainiah,
di utara Teheran Khomeini menuduh kampus telah dijadikan
kegiatan politik oleh organisasi mah?siswa Islam, komunis dan
sekuler. "Semua peristiwa menyedihkan dan merugikan yang terjadi
bersumber dari sana," kata Khomeini. "Mereka bukannya mengabdi
untuk rakyat dan negara, tapi buat Amerika Serikat."
Sejak Khomeini memegang tampuk kekuasaan di Iran hanya fakultas
eksakta yang diperkenankan dibuka. Lainnya ditutup. Di
Husainiah, Khomeini menegaskan bahwa fakultas yang telah ditutup
tak akan dibuka kembali.
Tuduhan Khomeini cukup beralasan. Gelombang demonstrasi
antiulama muncul sehari setelah ia memberikan persetujuan
pribadinya atas syarat terakhir Iran mengenai pembebasan 52
sandera AS. Iran antara lain meminta supaya AS menyetor sejumlah
US$ 23,4 milyar pada Bank Sentral Aljazair. Aljazair adalah
perantara Iran dalam sengketanya dengan AS. Perincian tuntutan
Iran itu meliputi US$ 10 milyar dari harta mendiang Syah, US$ 9
milyar dari kekayaan Iran yang dibekukan bank-bank AS, US$ 4
milyar untuk menutup pengadaaan terhadap Iran yang diajukan ke
pengadilan AS, dan US$ 400 juta berupa kontrak penjualan senjata
yang tidak dipenuhi.
Juru bicara resmi Iran, Behzad Nabawi menyebut sandera akan
dibebaskan 24 jam setelah AS menerima syarat tadi. "Jaminan itu
akan memungkinkan mereka dibebaskan.
Nabawi menegaskan bahwa Iran bisa menahan para sandera sepuluh
tahun, jika jawaban AS tidak memuaskan. "Kupon makan mereka
telah disiapkan untuk dua tahun mendatang," tambahnya.
Perdana Menteri Iran, Mohamad Ali Rajai kepada Radio Teheran
menyatakan soal pengembalian kekayaan bekas Syah, mungkin
menjadi masalah rumit bagi pembebasan sandera. Tapi, "Iran sudah
bertekad tak akan beringsut sejengkal pun dari syarat yang sudah
diajukan," kata Rajai.
Menteri Luar Negeri AS, Edmund Muskie menjawab bahwa tuntutan
terakhir Iran "tidak masuk akal" dan di luar wewenang Presiden
Jimmy Carter untuk memenuhinya. Maka Muskie, atas pertanyaan
wartawan, menyatakan kesangsiannya bahwa para sandera akan dapat
segera dibebaskan. Sekali ini adalah Natal kedua yang mereka
alami dalam tahanan. Tuntutan Iran itu, jika akan dipenuhi
--menurut para pejabat di Washington -- berarti uang tebusan
yang besar, sekitar US$ 450 juta per sandera yang akan
dibebaskan.
Demonstrasi di berbagai kota tampak bukan cuma disebabkan
Khomeini memberikan persetujuan pribadinya atas syarat
pembebasan sandera AS. Ada yang menyebut demonstrasi itu punya
kaitan dengan "pertentangan" antara Presiden Abolhassan Bani
Sadr yang ditunjang oleh kelompok demokrat dan PM Rajai yang
didukung oleh kaum ulama. Pertikaian antara kedua golongan itu
menyangkut kebijaksanaan pemerintah di berbagai bidang.
Beberapa hari sebelum massa turun ke jalan, perselisihan antara
kelompok moderat dan golongan pro ulama telah menjadi terbuka,
baik di luar maupun di dalam parlemen. Kedua kelompok itu saling
memprotes. Sehingga Khomeini terpaksa berulang kali menyerukan
persatuan.
Dari parlemen diberitakan 68 wakil rakyat yang pro ulama telah
menandatangani petisi yang menuduh Bani Sadr membocorkan
pembicaraan rahasia negara mengenai perang. Tuduhan tersebut
tersiar setelah surat kabar Angelab Islami memuat laporan
konfrontasi militer di front Susangerd. "Mengungkapkan masalah
ini membahayakan dan melemahkan tentara Iran," bunyi petisi
tersebut. Koran itu dipimpin oleh pendukung Bani Sadr.
Demonstrasi anti-Khomeini, menurut Pengawal Revolusi Iran (PRI),
dilakukan oleh golongan sayap kiri, kaum nasionalis liberal dan
mereka yang "sudah diracuni Barat" di Iran. Dua hari setelah
demonstrasi serentak di berbagai kota, pasukan PRI terlibat
kontak senjata dengan rakyat Provinsi Azerbaijan. Tak kurang
dari 124 orang tewas -- termasuk 24 anggota PRI. Bentrokan yang
terjadi di Desa-Miyandoab itu merupakan insiden dalam negeri
Iran paling sengit dalam beberapa bulan terakhir.
Azerbaijan, daerah perbatasan Iran dengan Turki, berpenduduk
mayoritas suku Kurdi. Menurut pemerintah, orang Turki menghasut.
Kejadian ini tampak merupakan peristiwa lanjutan. Pada
bulan-bulan pertama Khomeini memegang tampuk kekuasaan di Iran,
warga Azerbaijan telah mengibarkan bendera perang terhadap
ayatullah itu.
Khomeini kelihatan berusaha meredakan baik pertentangan antara
kaum moderat dan golongan keras pro ulama maupun kerusuhan di
Azerbaijan. "Situasi sangat rawan sekarang ini," katanya.
Namun demonstrasi mendukung Khomeini bukan suatu mustahil.
Tinggal soal waktu. Jika itu terjadi, Iran pasti ramai lagi. Dan
nasib sandera AS makin tak ketahuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini