Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perjamuan malam itu berlangsung di kediaman Perdana Menteri Inggris Gordon Brown di Downing Street 10, London, Rabu pekan lalu. Sejumlah makanan tradisional asli Inggris, Skotlandia, dan Irlandia tersaji di meja.
Malam itu, chef andal yang dikenal lewat buku masaknya Ministry of Food, Jamie Oliver, menghidangkan salmon panggang ala Skot dengan sayuran yang tumbuh di daerah lepas pantai, domba panggang ala Welsh, asparagus segar, roti Irlandia dengan paduan bawang putih, dan saus mayones dengan aroma mint. Makanan penutupnya kue tar tradisional Bakewell.
”Rendah kalori, hampir bebas minyak, dan dengan anggaran terjangkau,” kata chef asal Essex, Inggris, ini. Oliver, pakar memasak dengan dana terbatas, sengaja menyajikan masakan rumahan. ”Sederhana, karena dunia saat ini menghadapi krisis,” ujarnya.
Di depan menu ”sederhana” inilah 20 pemimpin dunia duduk berkeliling dalam perjamuan malam itu. Mereka datang ke London menghadiri pertemuan puncak negara-negara maju dan berkembang yang tergabung dalam Kelompok 20 (G-20), Rabu hingga Jumat pekan lalu. Di antara yang hadir adalah Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Inilah pertemuan penting yang ditunggu-tunggu untuk meredam krisis ekonomi dunia. Tapi konferensi ini juga sekaligus dikecam sebagai ”hanya memperteguh sistem keuangan global yang terbukti telah merampok hak-hak kaum miskin”.
Para pemimpin dunia itu memang pada akhirnya mengeluarkan pernyataan bersama dengan tersenyum, Kamis lalu. Obama menyebutnya sebagai konferensi ”yang tak disangsikan lagi paling bersejarah”. Sementara sang tuan rumah, Perdana Menteri Brown, yang tampak senang, menyebutnya sebagai pencapaian luar biasa dan penting. Tapi Brown juga menegaskan, ”Krisis ekonomi tak bisa dipulihkan dengan aksi semalam.”
Pencapaian penting? Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan di ExCel, London, mereka bersepakat mengucurkan dana sebesar US$ 1,1 triliun untuk membantu melepaskan dunia dari krisis. Termasuk pula di dalamnya bantuan untuk membenahi kesalahan manajemen sistem keuangan dan iklim dunia.
Khusus untuk membantu negara-negara yang terparah dihantam krisis, G-20 sepakat menambah dana cadangan Dana Moneter Internasional (IMF) sebesar US$ 500 miliar. Mereka juga mengalokasikan US$ 250 miliar guna memperlancar arus perdagangan internasional.
Dalam sidang yang dipimpin Brown itu, para pemimpin dunia pun bertekad memperkuat pengawasan terhadap negara-negara yang melindungi para spekulan dan dana-dana ilegal (tax heaven). ”Praktek ilegal perbankan akan segera berakhir,” kata Brown.
Kendati happy ending, konferensi berlangsung tak sesederhana masakan Oliver. Sidang yang menghimpun 20 negara yang menyumbang 85 persen dari perekonomian dunia serta negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia ini justru berlangsung rumit dan panas. Di luar gedung, ribuan demonstran dan 2.000 petugas saling menegangkan urat leher.
Ribuan demonstran menyemut di jalanan sekitar Grosvenor Square, Docklands, distrik utama keuangan London. Demonstran yang kalap itu melempari Royal Bank milik Skotlandia, yang baru setahun ini dimiliki pemerintah.
Kelompok antikapitalis dan aktivis antiperang menyerang polisi dengan melempar cat dan bom asap, botol, bahkan sepatu. Seorang demonstran tewas. Menurut polisi, mereka menemukan korban di belakang lingkaran penjagaan polisi dan sempat disandarkan di pinggir jalan sebelum dibawa ambulans ke rumah sakit terdekat. Polisi mengatakan mereka harus membawa laki-laki itu karena para demonstran lainnya melempari polisi dengan botol. Setidaknya 32 orang ditangkap di antara 4.000 demonstran.
Para aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat internasional berunjuk rasa dengan membawa agenda masing-masing. Organisasi global anti-kemiskinan, ActionAid, misalnya, mengatakan pemimpin negara G-20 seharusnya menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil. Salah satunya dengan mereformasi sistem pajak. G-20, kata mereka, harus meninggalkan cara-cara penanganan ekonomi model feodal yang penuh rahasia, yang memungkinkan banyak perusahaan besar mengemplang pajak. Pajak perusahaan besar kelas dunia itu bisa digunakan negara berkembang untuk mendanai pendidikan dan kesehatan.
Save the Children, organisasi nirlaba yang bekerja membantu anak-anak tak mampu di 42 negara, mendesak negara anggota G-20 bekerja keras menyelamatkan ekonomi dunia, ketimbang sekadar menyelamatkan bank. Menurut mereka, paket bantuan ekonomi itu harus punya dampak besar bagi negara miskin.
Organisasi lingkungan global, World Wild Fund, menyeru agar dunia menerapkan sistem ekonomi baru yang lebih mempertimbangkan kelangsungan hidup lingkungan dan persamaan di antara negara industri dan berkembang. ”Jangan hanya berpikir bagaimana bisnis bisa kembali berjalan,” kata mereka dalam pernyataan tertulisnya.
Seruan antiperang datang dari organisasi British Muslim Initiative. Menurut mereka, dunia berkonsentrasi pada pengucuran bantuan untuk menggerakkan sektor perbankan, yang jelas-jelas menyumbang keruntuhan ekonomi dunia. ”Tak ada yang punya gagasan untuk menghentikan mesin-mesin perang negara adidaya yang telah merampas nyawa ribuan orang setiap harinya,” kata mereka.
Jika para demonstran rusuh di luar sidang, di dalam ruang sidang para pemimpin dunia juga terlibat ”pertengkaran” sengit. Suasana panas meruyak ketika dengan tensi tinggi Presiden Nicolas Sarkozy mengancam akan meninggalkan ajang pertemuan jika tak ada aksi tegas yang dihasilkan dari pertemuan.
Kubu Prancis yang didukung Jerman dan Italia mendorong pengetatan sistem keuangan dunia untuk mengatasi krisis. Sementara kubu Amerika, Jepang, dan Inggris lebih setuju memberi stimulus fiskal. Di sini Sarkozy kemudian memperingatkan agar Obama mengendalikan negaranya sehingga tak lagi rakus memimpin pertumbuhan ekonomi dunia.
Gordon Brown sebagai tuan rumah buru-buru meredakan ketegangan dalam pertemuan itu. ”Saya percaya Presiden Sarkozy akan datang pertama saat makan malam dan dia akan tetap ada sampai jamuan usai,” ujar Brown.
Presiden Yudhoyono yang menghadiri pertemuan itu sebagai anggota perwakilan Asia Tenggara ikut ”meramaikan” sesi Working Breakfast, Kamis pagi. Yudhoyono menyampaikan proposal Indonesia, yang menekankan dukungan atas kesepakatan negara anggota G-20 dalam empat isu penting. Duduk di sebelah Yudhoyono, Obama dengan takzim menyimak.
Isu penting pertama adalah perlunya stimulus fiskal ataupun kebijakan moneter. Kedua, koreksi terhadap kegagalan regulasi dan supervisi yang mengakibatkan krisis global. Ketiga, perlu bantuan dana bagi negara berkembang yang menjadi korban tak berdosa. Keempat, reformasi terhadap lembaga keuangan internasional.
Ketegangan di ruang konferensi akhirnya berangsur cair ketika sesi foto bersama berlangsung Kamis itu. Dalam tiga kali sesi pemotretan, tak satu pun petinggi dunia itu berfoto lengkap. Pada sesi pertama yang diwarnai tawa, beberapa pemimpin saling lempar tanya karena Perdana Menteri Kanada Stephen Harper mendadak ”hilang”. Ada yang menyebut Harper pergi ke toilet saat pemotretan. Giliran sesi kedua, Presiden Yudhoyono dan Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi tak tampak. Mereka pun kembali tertawa.
Angela Dewi (AFP, BBC, Guardian)
Obat Demam Krisis Global
Para aktivis dari lembaga swadaya internasional pesimistis kesepakatan G-20 akan menyentuh langsung negara berkembang dan penduduk miskin yang menjadi korban krisis. Tapi Perdana Menteri Inggris Gordon Brown menegaskan hasil konferensi bisa menjadi obat demam yang menyelamatkan dunia.
Inilah poin dari obat demam G-20 itu.
Kucuran Dana
Butir Kesepakatan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo