Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font size=1 color=#669900>Malaysia</font><br />Ke Kampung Pak Lah Kembali

Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi lengser. Berjanji tak akan merecoki Najib.

6 April 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setahun sebelum mundur, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi rupanya sudah membuat persiapan. Rumah dua kamar bergaya kampung miliknya di Sungai Penchala diperluas dan dipermak.

Di halaman, dia menanam sejumlah pohon buah. Pohon-pohon itu, di antaranya melon batu, kini sudah mulai berbuah. Menurut Pak Lah, demikian Badawi biasa disapa, dia sebenarnya ingin membuat perigi di halaman, tapi membatalkannya karena sumur itu akan membahayakan bila cucu-cucu­nya berkunjung.

”Jangan lupa berkunjung jika kalian tak sibuk,” ujar Pak Lah, 69 tahun, kepada sejumlah pemimpin media massa Malaysia, Selasa pekan lalu. Selain memiliki rumah kampung di Su­ngai Penchala, sekitar lima menit me­ngendarai mobil dari Petaling Jaya, ia sebenarnya punya rumah di Putrajaya. Rumah di Putrajaya itu sudah dihadiahkan untuk putrinya, Nori Abdullah Jamaluddin.

Setelah lima setengah tahun menduduki tampuk nomor satu di pemerintahan Malaysia, Jumat pekan lalu Pak Lah mengundurkan diri dan digantikan Najib Tun Razak. ”Dalam hidup kita sering berganti peran. Orang tak bisa menggenggam jabatan selamanya,” ucapnya.

Kehilangan jabatan memang bukan pertama kalinya bagi Badawi. Pada 1993, misalnya, dia gagal terpilih kembali sebagai Wakil Presiden Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), partainya.

Pekan ini, dia akan kembali ke posisi lamanya, yakni anggota Dewan Rakyat atau parlemen mewakili Kepala Batas, Penang, kampung kelahirannya. Kendati sudah jauh dari hiruk-pikuk pusat kekuasaan, kata Pak Lah, dia yakin masih bisa berbuat sesuatu. ”Kita bisa berbincang apa saja sambil menyeruput secangkir teh panas,” katanya.

Pak Lah tak hendak bergabung dengan Perdana Leadership Foundation, yang didirikan Tun Mahathir Mohamad. Ia juga belum terpikir membuat yayasan sendiri. Dia pun tak tertarik mengikuti jejak tokoh-tokoh politik yang menulis memoar begitu turun jabatan. Menurut dia, tak ada gunanya meratapi yang sudah terjadi.

Pak Lah memang turun dalam tekanan. Setelah dia memimpin UMNO dan koalisi Barisan Nasional menang besar dalam pemilihan umum 2004, dukungan terhadap koalisinya melorot tajam empat tahun kemudian. Desakan kepada Pak Lah untuk turun jabatan semakin kencang, terutama dari seniornya sendiri, Mahathir Mohamad. Bahkan Mahathir sempat menyatakan diri keluar dari UMNO.

Dalam sidang UMNO dua pekan lalu, Mahathir dan Badawi telah ”berdamai”. Mereka tampil bersama, bergandengan tangan dengan Najib Tun Razak. Mahathir juga sudah menyatakan akan kembali bergabung dengan partai Melayu tersebut. ”Mestinya saya dulu bisa menangani (kritik) Dr Mahathir lebih baik lagi,” ujar Pak Lah.

Pak Lah meyakinkan, dia tak akan meniru gaya Mahathir sebagai senior partai. ”Saya tak akan menjadi mantan perdana menteri yang terlalu mencampuri,” dia menyindir gaya Mahathir. Menurut dia, tak akan ada saling selisih antara dia dan Najib.

”Kami berdua sudah berbincang panjang-lebar, berjam-jam, membahas berbagai isu. Dan saya tak akan marah kepada Najib,” kata Pak Lah, bila penggantinya itu membuat perubahan kebijakan. Dalam setiap kebijakan pemerintah, kata Badawi, selalu ada ruang untuk penyesuaian. ”Yang penting, saya tak pernah membuat malu siapa pun dan saya akan terus berusaha untuk tak mempermalukan orang,” ujarnya.

Nasihat serupa sering ­disampaikan Pak Lah kepada sekretaris pribadinya, Datuk Thajuddeen Abdul Wahab. Dia sudah 18 tahun bekerja untuk Badawi, sejak bosnya itu masih menjabat Menteri Luar Negeri. Pak Lah, kata Wahab, selalu mengingatkannya agar menghin­dari skandal. ”Itu hanya akan mempermalukan diri, membuat keluargamu terhina, dan kamu bakal kehilang­an pekerjaan,” Wahab mengutip nasihat Pak Lah.

Pekan lalu, Wahab, 50 tahun, turut berkemas bersama bosnya. ”Tak ada yang rumit bekerja buat Pak Lah.”

Sapto Pradityo (Malaysia Star, New Straits Times)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus