Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat pria berpakaian hitam mengusung peti mati dari kardus bertulisan ”Keadilan Filipina Mati: 26 Oktober 2007”. Mereka berjalan mengibarkan bendera Filipina dan plakat yang mencela Presiden Gloria Macapagal-Arroyo yang telah mengampuni bekas presiden Joseph Estrada. ”Hukuman pelanggar penyeberangan jalan: denda dan kurungan. Hukuman penjarah: pengampunan. Wow, hanya ada di Fililipina.” ”Tak ada penyesalan dari Erap: tapi kenapa ia diampuni?” begitu suara plakat-plakat itu.
Mereka menggambarkan Arroyo telah melecehkan keadilan. Pada Jumat, 26 Oktober, Estrada melenggang ke luar rumah peristirahatannya, tempat ia menjalani tahanan rumah selama enam tahun. Arroyo telah membebaskan Erap, panggilan akrab mantan presiden Joseph Estrada. Maka, para demonstran memenuhi satu jalur Ayala Avenue, pusat bisnis Kota Makati, Manila, Selasa pagi pekan lalu. Di kaki monumen Ninoy Aquino, mereka menyemayamkan peti mati tadi. Seorang perempuan memimpin doa, dan diikuti pidato mencela keputusan Presiden Arroyo mengampuni Estrada.
”Bagian paling menyebalkan adalah perilakunya. Dia (Estrada) tak pernah menunjukkan penyesalan dan ngotot tak bersalah,” ujar Leonard de Vera, pengacara yang tergabung dalam Gerakan Tak Ada Pengampunan bagi Eerap (NOPE). Menurut De Vera, pengampunan pemerintah memotong semua prosedur normal pemberian pengampunan, dan memperlakukan Estrada secara khusus.
Erap sendiri mengucap terima kasih kepada Presiden Arroyo atas pengampunan itu. Untuk pertama kalinya sejak didepak dari Istana Malacañang pada 2001, ia menyebut Arroyo presiden. ”Saya tak punya rencana bergabung kembali dengan politik yang kotor. Waktu saya yang tersisa akan saya dedikasikan untuk membantu kaum miskin,” katanya. Selain itu, ia akan mengunjungi setiap hari ibunya yang sudah renta.
Dari Tanay ia menuju rumah mewahnya di San Juan, kota di tepi ibu kota Manila. Ia disambut sekitar 2.000 pendukungnya dengan balon dan pita oranye—warna kampanye Estrada—serta spanduk bertulisan ”Selamat Datang Erap”. Banyak yang datang dari kawasan kumuh yang merupakan pendukung kuat Estrada. Salah seorang di antaranya Teresa de Leon, 32 tahun, yang mengaku pernah datang ke rumah itu meminta uang Estrada untuk menebus resep obat anaknya. Estrada memang dikenal sebagai politikus berperilaku seperti Robin Hood, yang membagi hasil jarahannya untuk rakyat miskin. ”Ia sangat mudah ditemui,” ujar ibu dua anak ini.
Tapi kini Estrada mengurung diri di rumah bersama istri dan anaknya. Ia masih akrab dengan situasi di sekitar rumahnya. ”Tapi saya lupa tempat kamar kecil,” katanya. Yang jelas, pengampunan dari bekas wakil presidennya, Arroyo, tidak akan pernah ia lupakan. Presiden Gloria Arroyo mengampuni Joseph Estrada, Kamis 25 Oktober, hanya sepekan setelah dia divonis bersalah atas tuduhan penjarahan dan penyuapan dengan vonis hukuman seumur hidup.
Pengumuman itu muncul hanya beberapa hari setelah Estrada meminta Arroyo memberinya pengampunan. Dalam suratnya kepada Arroyo, pengacara Estrada, Jose Flaminiano, mengatakan bahwa Estrada pantas memperoleh rasa iba dan pengertian. ”Terdepak dari jabatan presiden, dan hidup dengan penghinaan selama sisa hidupnya, adalah hukuman keras dan mungkin setara dengan menjalani hukuman panjang di penjara,” tulis Flaminiano.
Pengampunan itu juga berdasarkan konstitusi tentang pembebasan narapidana yang telah mencapai usia 70 tahun—seperti Erap. Meski pengampunan itu mengembalikan hak sipil dan politik Estrada, atas perintah pengadilan pemerintah akan menyita aset Estrada sekitar US$ 80 juta, kecuali rekening bank yang dimilikinya sebelum menjadi presiden. Arroyo mengatakan, ia tahu keputusan ini akan didebat, disambut, dan dikritik. ”Tapi sekarang kita semua harus bergerak,” katanya.
Pengampunan itu memang menimbulkan reaksi. Bekas presiden Fidel Ramos memperingatkan, ”Pengampunan adalah bencana paling buruk bagi kebanyakan rakyat Filipina yang menderita akibat penjarahan oleh pejabat negara.” Tapi eks presiden Corazon Aquino mendukung, begitu pula Konferensi Uskup Katolik Filipina (CBCP).
Reaksi keras muncul dari kejaksaan, yang bersusah payah membuktikan kesalahan Estrada. ”Pemberian pengampunan kepada Estrada sepenuhnya merendahkan upaya kejaksaan melawan penyuapan dan korupsi,” ujar Dennis Villa-Ignacio, kepala tim jaksa. Jaksa lainnya menyatakan, keputusan Arroyo adalah pengkhianatan.
Pengritik Arroyo lainnya mengatakan, pengampunan akan mendorong lebih banyak orang meminta ia mundur. ”Dia melakukan ini untuk mempertahankan kekuasaan, tidak untuk kepentingan bangsa,” ujar Pastor Joe Dizon. Kelompok militan semacam Akbayan mencela pengampunan itu sebagai pengkhianatan terhadap EDSA 2, perlawanan people power yang mendepak Estrada dari kursi presiden pada 2001.
Bahkan kelompok kiri pendukung Estrada, Pamalakaya (Federasi Nasional Nelayan), mengecam pengampunan itu. Menurut Ketua Pamalakaya, Fernando Hicap, ia menasihati Estrada agar mengakui kejahatannya kepada rakyat Filipina, meminta maaf jika ingin memperoleh pengampunan sejati dari rakyat Filipina. ”Tapi Estrada malah mengemis pengampunan dari Nyonya Arroyo,” ujar Hicap.
Hicap juga mempertanyakan keberpihakan Estrada pada oposisi. Sebab, ada petunjuk Estrada terbeli oleh Arroyo lewat pengampunan itu. Menurut Hicap, Esrada menolak mendukung seruan agar Arroyo mundur untuk memberikan jalan kepada pemerintahan transisi yang akan dipimpin Ketua Mahkamah Agung Reynato Puno, sebagaimana yang diusulkan sejumlah uskup Katolik dan kelompok aktivis. Estrada memberikan label usulan itu elitis. Sebaliknya pejabat pemerintah mengisyaratkan Estrada akan ditawari jabatan yang berkaitan dengan program pro-penduduk miskin Presiden Arroyo. Padahal Estrada selama ini beroposisi dan tidak mengakui Arroyo sebagai presiden. Tapi Estrada membantah. ”Tak ada pengganti untuk kebebasan,” ujar Estrada.
Jadi kenapa Arroyo mengambil keputusan kontroversial? Analis politik menyebut pengampunan Estrada sebagai upaya Arroyo meraih simpati pendukung Estrada di Kongres dan rakyat jelata. Maklum, berdasarkan jajak pendapat baru-baru ini, meski Estrada menjadi pesakitan dalam kasus korupsi, bekas bintang film ini masih menikmati dukungan 30 persen pemilih yang sebagian besar kaum duafa di kawasan kumuh perkotaan.
Tapi sejumlah analis menduga pengampunan Estrada sebagai spekulasi Arroyo untuk mengulur waktu atas tekanan politik saat ini. Gloria Arroyo dan suaminya, Miguel Arroyo, didera tuduhan korupsi atas kontrak fasilitas komunikasi dengan perusahaan Cina, ZTE Corp., US$ 329 juta. Kesepakatan bisnis itu mengancam hubungan politiknya dengan ketua parlemen Jose de Venecia, yang pernah menyelamatkan Arroyo dalam upaya pemakzulan oleh kelompok oposisi di Kongres. Anak lelaki Venecia yang bersaing merebut proyek itu menuduh Arroyo dan suaminya memperoleh komisi US$ 70 juta. Tapi Arroyo membantah.
Arroyo juga dihantam tuduhan menyuap anggota parlemen dan pejabat lokal pada awal Oktober lalu untuk menghambat upaya pemakzulan kelompok oposisi di Kongres, masing-masing memperoleh US$ 4.500 hingga US$ 11.300. Pengampunan Estrada itu untuk menutupi berita buruk yang melilit pemerintahannya. ”Arroyo butuh satu pengalihan dari serangan terhadap pemerintahannya yang mendominasi berita utama berbagai media,” ujar analis politik oposisi Angelito Banayo.
Tak mengherankan, pengampunan Estrada itu dianggap sebagai kongkalikong antarkriminal. ”Dia memperlakukan hukum seperti transaksi di antara para maling,” ujar anggota parlemen Risa Hontiveros.
Raihul Fadjri (Inquirer, Manila Times, AFP, Reuters, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo