Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Dilansir dari laman Russia Beyond, Selasa, 18 Mei 2021, Peter the Great adalah penguasa Rusia pertama yang mengagumi Eropa beserta kemajuannya. Ia melakukan perjalanan melintasi Inggris, Belanda, Austria, dan negara-negara lainnya untuk melihat dan mempelajari adat istiadat, pembuatan kapal dan ilmu angkatan laut, serta pakaian istana kerajaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pada 1703, Peter pun mendirikan ibu kota baru di rawa di delta Sungai Neva, Rusia Utara. Ia ingin lebih dekat dengan tetangga Swedianya dan lebih dekat ke Eropa secara keseluruhan. Penyair Alexander Pushkin menulis dalam salah satu puisinya, jika Kaisar ingin membuka "gerbang ke Eropa" dan mendapatkan akses ke Laut Baltik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk mengklaim hal ini, ia menamakan kota itu dengan nama paling "Eropa". Karena ia adalah penggemar Belanda, kota itu pertama kali dinamakan "Sank Pieter Burkh" dengan cara Belanda. Ini juga dilakukannya untuk menghormati Rasul Santo Petrus yang ia anggap pelindung surgawinya.
Sejak saat itu, orang terbiasa menyingkatnya menjadi Pieter (Piter) yang menjadi julukan populer. Tetapi pada 1724, surat kabar resmi, Vedomosti, mulai menyebut kota itu sebagai Sankt-Peterburg yang lebih akrab di telinga orang Jerman yang tinggal dan membangun kota, serta bertugas di istana Peter.
Dengan cepat, kota ini dikaitkan dengan pendirinya dan bukan Santo Petrus. Pushkin dalam berbagai puisinya menyebut kota ini sebagai "kota Peter" dan "ciptaan besar Peter".
Dua abad kemudian, kota ini berganti nama untuk pertama kalinya. Pada 1914, Rusia memasuki Perang Dunia I dan bermusuhan dengan Jerman. Kaisar Nicholas II memutuskan untuk menghilangkan nama Jerman di kota itu.
Ia pun memerintahkan penggantian nama menjadi "Petrograd" yang secara harfiah dalam Bahasa Rusia berarti "Kota Peter". "Grad" sendiri adalah kata Rusia kuno untuk "gorod" atau kota. Meski sudah diubah, namun penduduk setempat belum terbiasa dengan nama baru.
10 tahun kemudian, nama kota itu diubah lagi. St. Petersburg adalah kota revolusioner, ia merupakan tempat lahir Revolusi Bolshevik. Pada 1924, lima hari pasca kematian pemimpin Soviet, Vladimir Lenin, Dewan Kota Petrograd mengusulkan nama kota diubah menjadi "Leningrad".
Akhirnya, kota itu resmi berganti nama menjadi Leningrad. Selama 70 tahun pemerintahan Soviet, orang di dalam atau di luar Rusia biasa menyebutnya Leningrad. Misalnya, blokade Nazi terhadap kota ini selama Perang Dunia II disebut "Pengepungan Leningrad", bukan "Pengepungan Petersburg".
Tepat hari ini 30 tahun yang lalu, pada 6 September 1991 pasca Uni Soviet runtuh, menjadi Rusia nama kota itu diubah lagi. Pemerintah setempat pun mengadakan jajak pendapat publik. Hasilnya, lebih dari separuh warga mendukung inisiatif untuk mengembalikan nama lama St. Petersburg.
AMELIA RAHIMA SARI